HAJI
Ibadah haji ialah ibadah yang
wajibnya hanya berlaku sekali bagi mereka yang memiliki kemampuan. Walaupun
demikian, sudah menjadi tradisi dalam masyarakat yang mendorong seseorang untuk
melakukan ibadah haji lebih dari satu kali.
Bagaimana Tarjih menetapkan bahwa
sesuatu aktivitas haji sebagai dituntunkan Rasulullah saw. akan diuraikan dalam
bab mengenai haji.
- Perintah Haji
Perintah dan hal-hal mengenai ibadah haji dirujukkan kepada beberapa
sumber dalil berupa ayat al-Qur’an dan hadits yang dikutip HPT sebagaimana
nukilan berikut ini.
Surat Ali-Imran ayat 97;
Artinya: “” (QS.
Ali-Imran: 97)
Surat Al-Hajj ayat 57-58;
Artinya: “Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi
mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.”
(QS. Al-Hajj: 57-58)
Hadits riwayat Bukhari;
مُحَمَّدًا وَأَنَّ اِلاَّاللَّهُ لاَإِلَهَ أَنْ شَهَادَةِ : عَلَىخَمْسٍ بُنِىَالاِسْلاَمُ :وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ وَقَالَ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) رَمَضَانَ وَصَوْمِ ، الْبَيْتِ وَحَجِّ وَاِيْتَاءِالزَّكاَةِ ، اللَّهِ رَسُوْلُ
Artinya: “Dan Rasulullah saw. bersabda: “Agama Isalm
itu didasarkan atas 5 perkara: 1. bersaksi (mengakui dengan yakin) bahwasanya
tiada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, 2.
Mengerjakan shalat, 3. Mengeluarkan zakat, 4. Berhaji ke Baitullah, 5. puasa
Ramadhan””. (HR. Bukhari)
Hadits
Abu Hurairah (1);
أَفْضَلِ عَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ سُئِلَ :قَالَ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ أَبِىهُرَيْرَةَ عَنْ
؟ مَاذَا ثُمَّ : قِيْلَ . اللَّهِ فِىسَبِيْلِ الْجِهَادُ :قَالَ ؟ مَاذَا ثُمَّ :قِيْلَ ، بِاللَّهِ اِيْمَانٌ :فَقَالَ . الأَعْمَالِ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) مَبْرُوْرٌ حَجُّ : قَالَ
Artinya: “Hadits dari Abu Hurairah yang berkata bahwa
Rasulullah saw. telah ditanya tentang seutama-utamanya amal: maka jawab
Rasulullah saw.: “Percayalah kepada Allah”. Ditanya lagi: “Kemudian apa?” Jawab
beliau: “Jihad pada jalan Allah”. Ditanya lagi: “Kemudian apa?” jawab beliau:
“Haji Mabrur””. (HR. Bukhari).
Hadits
Aisyah;
عَلَيْهِنَّ ، نَعَمْ :قَالَ ؟ جِهَادٌ عَلَىالنِّسَاءِ هَلْ ، اللَّهِ يَارَسُوْلَ :قُلْتُ :قَالَتْ ض ر عَائِشَةَ عَنْ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) وَالْعُمْرَةُ اَلْحَجُّ فِيْهِ لاَقِتَلَ جِهَادٌ
Artinya: “Hadits dari Aisyah ra. yang bertanya: “Ya
Rasulullah saw., adakah wanita itu diwajibkan untuk berjihad?”. Jawab beliau:
“Ya, mereka diwajibkan jihad yang tidak
dengan peperangan, ialah Haji dan Umrah””. (HR. Bukhari).
Hadits
Abu Hurairah (2);
يَفْسُقْ وَلَمْ يَرْفُثْ فَلَمْ لِلَّهِ حَجَّ مَنْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ قَالَ :قَالَ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ وَعَنْ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) أُمُّهُ وَلَدَتْهُ كَيَوْمَ رَجَعَ
Artinya: “Dan hadits
Abu Hurairah yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “barangsiapa berhaji
karena Allah dengan tidak berbuat kotor, tidak berkata cabul dan tidak berbuat
fasik, pastilah ia pulang kembali sebagai anak yang baru dilahirkan oleh
ibunya””.
Hadits riwayat Muslim dan Nasai;
حَجَّتِىهَدِهِ بَعْدَ لاَأحُجُّ لَعَلِّى لاَأَدْرِى فَإِنِّى مَنَاسِكَكُمْ لِتَأْخُذُوْا : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ وَقَالَ
(عَبْدِاللَّهِ جَابِرِبْنِ عَنْ والنَّسَائِىُّ مُسْلِمٌ رَوَاهُ)
Artinya:
“Bersabda Rasulullah saw.: “Ikutilah cara berhaji dari padaku. Aku sendiri
tidak tahu, barangkali aku tidak dapat berhaji sesudah ini”. (HR. Muslim, Nasai
dan Abu Dawud dari Jabir bin Abdullah).
- Niat Haji dan Umrah
Mengenai haji dan umrah, Tarjih dalam HPT menyatakan: “Apabila
engkau hendak menunaikan kewajiban Haji dan Umrah, maka pergilah ke negeri
Allah yang mulia untuk menunaikan dua kewajiban ini dengan ikhlas karena
Allah”. Dasarnya ialah surat Ali-Imran ayat 97 dan hadits Abu Razin Uqaili
berikut;
Artinya: “Padanya
terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa
memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(QS. Ali-Imran: 97)
الْحَجَّ لاَيَسْتَطِيْعُ كَبِيْرٌ أَبِىشَيْخٌ إِنَّ ، اللَّهُ يَارَسُوْلَ :الصَّحَابِىُّ الْعُقَيْلِىُّ أَبُوْرَزِيْنٍ قَالَ
(الْبَيْهَقِىُّ رَوَاهُ) وَاعْتَمِرْ أَبِيْكَ عَنْ حُجَّ :قَالَ ، وَالظَّعْنَ وَالْعُمْرَةَ
Artinya: “Kata
Abu Razin ‘Uqaili: “Ya Rasulullah saw., ayahku sudah tua renta sehingga tak
dapat berhaji dan berumrah, bahkan berkendaraan pun tak dapat”. Sabda Nabi
saw.: “Hajikan dan umrahkan ayahmu.”” (HR. Baihaqi)
فِىاِيْجَابِ لاَاَعْلَمُ : يَقُوْلُ حَنْبَلٍ أَحْمَدَابْنَ سَمِعْتُ : الْحَجَّاجِ بْنُ مُسْلِمُ قَالَ : الْبَيْهَقِىُّ قَالَ
وَلاَأَصَحَّ هَذَا أَبِىرَزِيْنٍ حَدِيْثِ أَجْوَدَمِنْ الْعُمْرَةِ حَدِيْثِ
Artinya: “Kata
Baihaqi bahwa Muslim bin Hajaj mengatakan bahwa ia mendengar dari Ahmad bin
Hanbal berkata: “Saya belum pernah mengetahui suatu hadits yang mewajibkan
Umrah melebihi baik dan shahihnya daripada hadits Abu Razin ini.””
a.
Waktu dan
Niat Ihram. Mengenai kapan dimulai ihram, Tarjih dalam HPT menyatakan; “Apabila
engkau telah sampai di miqat (Dzul-hulaifah atau Juhfah atau Qarnul-Manazil
atau Yalamlam) di dalam bulan-bulan berhaji maka ihramlah untuk berhaji, jika
engkau menjalankan Haji Ifrad, ucapkanlah: “Labbaika hajjan” dan jika engkau
berhaji Tamattu’, ucapkanlah “Labbaika Umratan” dan jika engkau berhaji Qiran,
ucapkanlah: “Labbaika Umratan wa hajjah”, dengan niat ikhlas karena
Allah”.
Tuntunan tersebut dirujukkan kepada hadits Ibnu Abbas, hadits
Aisyah, hadits Anas, riwayat Bukhari dan Muslim, dan hadits Umar bin Khattab
serta surat at-Taubah ayat 5 sebagaimana nukilan di bawah ini.
Hadits Ibnu Abbas;
ذَالْخُلَيْفَةِ الْمَذِيْنَةِ لاَِهْلِ وَقَّتَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ إِنَّ :قَالَ ض ر عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
وَلِمَنْ لَهُنَّ هُنَّ . يَلَمْلَمَ الْيَمَنِ وَلاَِهْلِ الْمَنَازِلَ نَجْدٍقَرْنَ وَلاَِهْلِ الْجُحْفَةَ شَامٍ وَلاَِهْلِ
أَنْشَأَحَتَّى حَيْثُ فَمِنْ ذَلِكَ دُوْنَ كاَنَ وَمَنْ وَالْعُمْرَةَ أَرَادَالْحَجَّ مِمَّنْ غَيْرِهِنَّ مِنْ أَتَىعَلَيْهِنَّ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ أَهْلَ
Artinya: “Mengingat hadits Ibnu Abbas ra. yang
mengatakan bahwa Nabi saw. membatasi (membuat) miqat bagi penduduk Madinah di
Dzul hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Najed di Qarnul-Manazil dan
bagi penduduk Yaman di Yalamlam. Itu semua bagi mereka dan bagi orang-orang
lainnya yang hendak menunaikan haji dan umrah yang datang melaluinya. Bagi
orang yang berada di tempat yang kurang dari batas-batas itu (Lebih dekat ke
Mekkah), maka berhaji dan berumrah dari tempatnya sehingga bagi penduduk Mekkah
pun berihram dari Mekkah pula”. (Hadits Muttafaq).
Hadits riwayat Aisyah;
الْوَدَاعِ حَجَّةِ عَامَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ خَرَجْنَامَعَ :قَالَتْ ض ر عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
رَسُوْلُ وَاَهَلَّ ، بِحَجٍّ أَهَلَّ وَمِنَّامَنْ ، وَعُمْرَةٍ بِحَجٍّ أَهَلَّ وَمِنَّامَنْ ، بِعُمْرَةٍ أَهَلَّ فَمِنَّامَنْ
أَهَلَّ وَأَمَّامَنْ ، عِنْدَقُدُومِهِ فَحَلَّ بِعُمْرَةٍ أَهَلَّ فَأَمَّامَنْ ، بِالْحَجِّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) النَّحْرِ يَوْمُ كاَنَ حَتَّى يَحِلُّوْا فَلَمْ وَالْعُمْرَةِ الْحَجِّ بَيْنَ أَوْجَمَعَ بِحَجٍّ
Artinya: “Menilik
hadits Aisyah ra. mengatakan: “Kami pergi beserta Rasulullah saw. pada tahun
haji Wada, maka diantara kami ada orang yang berihram Umrah, ada pula yang
berihram Haji dan Umrah, tetapi . . . (HR. Bukhari dan Muslim) ada juga yang
berihram haji saja. Sedang Rasulullah saw. berihram Haji. Maka orang yang
berihram Umrah ia bertahallul ketika tiba di Mekkah. Adapun yang berihram Haji
dan Umrah, maka mereka tidak bertahallul melainkan pada hari Nahar”. (Hadits
Mutaffaq alaih).
Hadits Anas riwayat Bukhari-Muslim;
وَالْعُمْرَةِ يُلَبِّىبِالْحَجِّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ سَمِعْتُ :قَالَ ض ر أَنَسٍ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَحَجَّا عُمْرَةً لَبَّيْكَ :جَمِيْعًايَقُوْلُ
Artinya: “Dan
karena menilik hadits Anas ra. Yang berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah
saw. berihram Haji dan Umrah bersama-sama sambil mengucapkan: “Labbaika
Umrah wa Hajjan””. (Hadits Muttafaq alaih)
Hadits Umar bin Khattab;
:يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ سَمِعْتُ :قَالَ ض ر الْخَطَّابِ عُمَرَبْنِ لِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ امْرِئٍمَانَوَى وَاِنَّمَالِكُلِّ بِالنِّيَّاتِ اِنَّمَاالأَعْمَلُ
Artinya:
“Menilik hadits Umar bin Khattab ra. katanya: “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Sesungguhnya amlaan-amalan itu dengan niat dan bagi tipa orang paa
yang diniatkan . . . seterusnya hadits””. (HR. Bukhari dan Muslim)
Surat al-Bayyinah ayat 5;
Artinya: “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS.
Al-Bayyinah: 5)
b.
Persiapan
ihram. Tarjih dalam HPT menjelaskan: “Setelah engkau mandi, menyisir serta meminyaki
rambut kepalamu, memakai sebaik-baiknya wangi-wangian yang kau dapati, memakai
pakaian ihram (kain panjang dan selendang yang putih bersih keduanya)”.
Tuntunan demikian didasarkan pada hadits Zaid bin Tsabit bahwa
Rasulullah saw. mandi untuk ihramnya.
Hadits Zaid bin Tsabit;
الدَّارِمِىُّ رَوَاهُ). لِإِخْرَامِهِ اِغْتَسَلَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ اَنَّ ثَابِتٍ زَيْدِبْنِ لِحَدِيْثِ
(حَسَنٌ حَدِيْثٌ
:التِّرْمِذِىُّ غَيْرُهُمَاوَقَالَ وَالتِّرْمِذِيُّ
Artinya:
“Mengingat hadits Zaid bin Tsabit bahwa Rasulullah saw. mandi untuk ihramnya.
(HR. Darimi, Tirmidzi dan lain-lainnya. Kata Tirmidzi bahwa hadits itu hasan)”.
Hadits Ibnu Abbas (1);
بَعْدَ الْمَدِيْنَةِ مِنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ اِنْطَلَقَ :قَالَ ض ر عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
وَالاُزُرِ الأَرْدِيَةِ مِنَ شَيْئٍ عَنْ يَنْهَ فَلَمْ وَأَصْحَابُهُ هُوَ وَرِدَاءَهُ اِزَارَهُ وَلَبِسَ وَادَّهَنَ مَاتَرَجَّلَ
حَتَّىاسْتَوَى رَاحِلَتَهُ رَكِبَ بِذِىالْخُلَيْفَةِ حَتَّىأَصْبَحَ عَلَىالْجِلْدِ تُرْدَعُ الَّتِى اِلاَّالْمُزَعْفَرَةَ تُلْبَسُ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ هُوَوَاَصْحَابُهُ أَهَلَّ عَلَىالْبَيْدَاءِ
Artinya: “dan
Menurut hadits Ibnu Abbas ra. katanya: “Berangkatlah Nabi saw. dari Madinah
sehabis bersisir dan berminyak serta mengenakan kain dan selendangnya. Demikian
itu beserta sahabat-sahabatnya. Maka beliau tidak melarang sesuatu selendang
dan kain untuk dikenakan, selain yagn dicelup oleh za’faran yang mengenai
kulit. Sehingga tiba di Dzul-Hulaifah pada waktu pagi, mengendarai kendaraannya
sampai tepat di tengah lapang, belaiu berihram bersama-sama sahabat-sahabatnya
. . . dan seterusnya hadits”. (HR. Bukhari)
Hadits Aisyah (1);
قَبْلَ
لِاِحْرَامِهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أُطَيِّبُ كُنْتُ :قَالَتْ ض ر عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) بِالْبَيْتِ يَطُوْفَ أَنْ قَبْلَ وَلِحِلِّهِ يُحْرِمَ أَنْ
Artinya:
“Lagipula hadits Aisyah ra. yang berkata: “saya mengharumi Rasulullah saw.
untuk ihramnya sebelum dimulai dan untuk tahallulnya sebelum berthawaf (wada)
di Ka’bah”. (Hadits Muttafaq Alaih).
Hadits Aisyah (2);
بِأَطْيَبِ عِنْدَإِحْرَامِهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أُطَيِّبُ كُنْتُ :قَالَتْ ض ر عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) مَاأَجِدُ
Artinya: “Juga
hadits Aisyah pula yang mengatakan: “Saya mengharumi Nabi saw. ketika akan
ihram dengan seharum-harumnya bau-bauan yang kudapati”. (Hadits Muttafaq
alaih).
Hadits Ibnu Umar;
أَحَدُكُمْ وَلْيُحْرِمْ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَنِ لَهُ فِىحَدِيْثٍ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
الْكَعْبَيْنِ مِنَ وَلْيَقْطَعْهُمَاأَسْفَلَ خُفَّيْنِ فَلْيَلْبَسْ نَعْلَيْنِ يَجِدْ لَمْ فَاِنْ وَنَعْلَيْنِ فِىإِزَارٍوَرِدَاءٍ
(أَحْمَدُ رَوَاهُ)
Artinya: “Dan
bila menilik hadits Ibnu Umar dari Nabi saw. sabdanya: “Ihramlah masing-masing
kamu dengan kain, selendang dan sepasang terumpah. Kalau tidak didapati
sepasang terumpah maka pakailah sepasang khuf dan potonglah keduanya di bawah
kaki””. (HR. Ahmad)
Hadits Ibnu Abbas (2);
اِلْبَسُوْامِنْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ ض ر عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
وَغَيْرُهُمَا وَالتِّرْمِذِىُّ اَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) فِيْهَامَوْتَكُمْ وَكَفِّنُوْا خَيْرِثِيَابِكُمْ فَإِنَّهَامِنْ الْبَيَاضَ ثِيَابِكُمُ
(صَحِيْحَةٍ بِأَسَانِيْدَ
Artinya: “Dan
hadits Ibnu Abbas ra. katanya: “Rasulullah saw. bersabda: “Pakailah olehmu
pakaian-pakaianmu yang putih, karena ia sebaik-baiknya pakaianmu dan kafanilah
dengan mayat-mayatmu””. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan lain-lainnya dengan sanad
yang shahih).
c.
Tutup
kepala bagi pria dan wanita. Ketika ihram, pria dituntunkan membuka kepala dan
tidak bagi wanita. Mengenai hal ini Tarjih selanjutnya menyatakan: “dengan
membuka kepalamu (hanya bagi kaum pria) dan bagi kaum wanitahanya tidak boleh
menutup muka dan telapak-telapaknya”.
Dasarnya ialah dua hadits Umar berikut;
الثِّيَابِ مِنَ الْمُحْرِمُ يَلْبَسُ عَمَّا سُئِلَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ عُمَرَأَنَّ ابْنِ لِحَدِيْثِ
اَحَدٌلاَ اِلاَّوَلاَالْخِفَفَ وَلاَالْبَرَانِسَ السَّرَاوِيْلاَتِ وَلاَ وَلاَالْعَمَائِمَ الْقَمِيْصَ لاَيَلْبَسُ : قَالَ
مَسَّهُ الثِّيَابِ مِنَ وَلاَتَلْبَسُوْاشَيْعًا الْكَعْبَيْنِ مِنَ وَلْيَقْطَعْهُمَاأَسْفَلَ الْخُفَّيْنِ فَلْيَلْبَس يَجِدُنَعْلَيْنِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَلاَالْوَرَسُ الزَّعْفَرَانُ
Artinya:
“Menilik hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. ditanya tentang pakaian orang
yang berihram, maka sabdanya: “Tidak boleh memakai baju kurung, sorban, celana,
kopyah dan Khuf, kecuali orang yang tak mendapati sandal/ terumpah, maka
pakailah sepasang khuf dan potonglah khuf itudi bawah mata kaki. Dan janganlah
kamu mengenakan sesuatu pakaian yang telah terkena harum-haruman dari za’faran
dan waros.” (Hadits Muttafaq alaih)
الْقُفّازَيْنِ عَنِ إِحْرَامِهِنَّ فِى النِّسَاءَ نَهَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
اَلْوَانِ مِنْ مَااَحْبَبْنَ بَعْدَذَلِكَ وَلْيَلْبَسْنَ الثِّيَابِ مِنَ وَالزَّعْفَرَانُ الْوَرَسُ وَمَامَسَّاهُ وَالنِّقَابِ
(اَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) أَوْخُفٍّ اَوْقَمِيْصٍ أَوْسَرَاوِيْلَ أَوْحُلِىٍّ اَوْحَرِيْرٍ أَوْخُزٍّ مُعَصْفَرٍ مِنْ الثِّيَابِ
Artinya: “Dan
hadits Ibnu Umar pula, bahwa Nabi saw. melarang orang-orang perempuan dalam
ihramnya memakai kaus tangan,tutup muka (niqab) dan pakaian yang terkenan waros
dan za’faran. Pakailah selain itu, warna pakaian mana yang kamu sukai, sutera
tebal atau tipis, perhiasan, celana, baju atau khuf” (diriwayatkan oleh Abu
Dawud)
- Larangan dalam Ihram
Ketika seseorang telah ihram, dilarang melakukan beberapa hal.
Larangan demikian akan diuraikan sebagaimana tuntunan Tarjih yang tersebut
dalam HPT sebagaimana di bawah ini.
a.
Dilarang
memotong rambut, kuku, dan memakai wewangian. Tarjih menyatakan; “Dengan begitu
maka engkau menjadi orang yang sedang ihram. Maka janganlah engkau
menghilangkan atau memotong rambutmu, (janganlah memotong kukumu) dan janganlah
memakai wangi-wangian lagi”.
Dalam keterangannya,
Tarjih menyatakan bahwa dalam hal memotong rambut dan kuku belum menemukan
dalil (yang memperkuat). Sementara lainnya didasarkan pada hadits Ka’ab ibnu
‘Ujrah, hadits riwayat Muslim dan hadits Ibnu Abbas.
Hadits Ka’ab ibnu Ujrah;
وَالْقُمَّلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ إِلَى حُمِلْتُ :قَالَ ض ر عُجْرَةَ بْنِ كَعْبِ لِحَدِيْثِ
تَصُوْمُ : قَالَ .لاَ:قُلْتُ ؟ أَتَجِدُشَاةً مَاأَرَى بِكَ بَلَغَ الْوَجَعَ أَرَى مَاكُنْتُ :عَلَىوَجْهِىفَقَالَ يَتَنَاثَرُ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) صَاعٍ نِصْفُ مِسْكِيْنٍ لِكُلِّ مَسَاكِيْنَ سِتَّةَ اَوْتُطْعِمُ اَيَّامٍ ثَلاَثَةَ
Artinya: “Menilik hadits Ka’ab bin Ujrah ra. mengatakan: “Saya
dibawa kepada Rasulullah saw. sedang kutu-kutu bertebaran di mukaku, maka sabda
Rasulullah saw.: “Aku tidak mengira sejauh itu sakitmu, apakah engkau mempunyai
kambing?”. Jawabnya: “Tidak!” maka sabda Nabi saw.: “Engkau berpuasa 3 hari
atau memberi makan 6 orang miskin, tiap orang ½ sha”” (Hadits Muttafaq alaih)
Hadits riwayat Muslim;
الْمَجْلِسُ يَقِفِ الظُّفْرِفَلَمْ وَاَمَّاتَقْلِيْمَ –شَيْعًا وَبَشَرِهِ شَعْرِهِ مِنْ فَلاَيَمَسَّنَّ :لِمُسْلِمٍ وَفِىرِوَايَةٍ
دَلِيْلاً عَلَيْهِ
Artinya: “Dan menurut riwayat Muslim: maka janganlah ia melumuri
denga sesuatu pada rambut dan kulitnya”.
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَعَ وَاقِفٌ بَيْنَمَارَجُلٌ :قَالَ ض ر عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
بِمَاءٍوَسِدْرٍ إِغْسِلُوْهُ :فَقَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ لِلنَّبِىِّ فَذُكِرَذَلِكَ فَوَقَصَتْهُ رَاحِلَتِهِ عَنْ
اِذْوَقَعَ بِعَرَفَةَ
مُلَبِّيًا الْقِيَامَةِ يَوْمَ تَعَالَىيَبْعَثُهُ اللَّهَ فَاِنَّ رَأْسَهُ وَلاَتُخَمِّرُوْا وَلاَتُخَنِّطُوْهُ ثَوْبَيْهِ فِى وَكَفِّنُوْهُ
بِطِيْبٍ وَلاَتَمَسُّوْهُ :لِلنَّسَائِيِّ وَفِىرِوَايَةٍ (الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ)
Artinya: “Menilik hadits Ibnu Abbas ra. berkata: “Di waktu seorang laki-laki berisir di Arafah,
tiba-tiba ia terjatuh dari kendaraannya dan terinjak (sehingga meninggal). Maka
hal itu diterangkan kepada Nabi saw. yang lalu bersabda: “Mandikanlah ia dengan
air dan daun bidara dan kafanilah ia dengan kedua pakaiannya, jangan diberi
cendana, dan janganlah kamu tutup kepalanya, karena Allah akan membangkitkannya
besuk hari kiamat dengan berihram”. (HR. Jama’ah) Dan dalam riwayat Nasai,
disebutkan: “Janganlah ia kamu lumuri dengan bau-bauan harum””
b.
Dilarang
pada saat ihram, berkata kotor, cabul dan bertengkar.
Larangan semacam ini didasarkan pengertian dari surat al-Baqarah
ayat 197 berikut:
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji.” (QS. Al-Baqarah: 197)
c.
Dilarang
memakai pakaian berjahit, berwarna dan memakai khuf.
Larangan demikian sebagaimana Tarjih dalam HPT menyatakan: “Jangan
memakai pakaian yang berjahit dan pakaian yang terkena za’faran dan waros
(tumbuh-tumbuhan yang dipakai untuk mewarnai kain), jangan pula memakai khuf
(sepatu) yang menutup kedua mata kaki dan menutup kepalamu (untuk pria)”.
Selanjutnya Tarjih menyatakan “adapun wanita maka tidak boleh menutup muka dan
kedua telapak tangannya dan boleh memakai pakaian yang berjahit, sepatu panjang
dan kaos kaki yang menutup mata kaki”.
Tuntunan demikian dirujukkan pada hadits-hadits yang telah dikutip dalam
bahasan mengenai pakaiana ihram diatas.
d.
Dilarang
meminang dan menikah. Ketika seseorang dalam keadaan ihram maka dilarang
meminang atau melakukan pernikahan.
Mengenai tuntunan demikian Tarjih menyatakan: “janganlah engkau
meminang kepada wanita, janganlah engkau menukah dan menikahkan”. Dasarnya
ialah hadits Utsman ra. berikut;
الْمُحْرِمُ لاَيَنْكِحُ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ ض ر عُثْمَانَ لِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) وَلاَيَخْطُبُ وَلاَيُنْكِحُ
Artinya: “Mengingat hadits Utsman ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda: ‘orang yang ihram itu janganlah menikah, jangan menikahkan dan jangan
pula meminang’” (HR. Muslim)
e.
Dilarang mengganggu binatang buruan. Dilarang orang
yang sedang ihram menggangu binatang buruan sebagaimana diantarkan Tarjih dalam
HPT bahwa: “janganlah engkau mengganggu binatang buruan”/
Larangan tersebut didasarkan surat al-Maidah ayat 95 dan 99
sebagaimana kutipan berikut;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.” (QS. Al-Maidah: 95)
Artinya: “Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan
diharmakan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.”
(QS. Al-Maidah: 99)
f.
Dilarang
memotong pohon
Dalam HPT, Tarjih menjelaskan mengenai larangan memotong pohon di
Mekkah.
Tarjih selanjutnya menyatakan; “janganlah kamu memotong pohon bumi
Haram”. Hal ini didasarkan hadits Abu Hurairah berikut;
صَيْدُهَا لاَيُنَفَّرُ :قَالَ مَكَّةَ لَمَّافَتَحَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ: أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
فَإِنَّانَجْعَلُهُ إِلاَّالإِذْخِرَ :العَبَّاسُ فَقَالَ لِمُنْشِدٍ سَاقِطَتُهَاإِلاَّ وَلاَتَحِلُّ شَوْكُهَا وَلاَيُخْتَلَى
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) اِلاَّالاِذْخِرَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَقَالَ . وَبُيُوْتِنَا لِقُبُوْرِنَا
Artinya: “Menilik hadits Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. waktu
membebaskan negeri Makkah bersabda:
(Tanah Haram ini) tidak boleh diganggu hewan buruannya, dirusak durinya
(pohonnya) dan tidak halal barang temuannya, kecuali bagi orang yang
mengundangnya”. Kata Ibnu Abbas (kepada Nabi): “Kecuali pohon idzkhir (idzkir
ialah tumbuh-tumbuhan yang lebar daunnya dan enak daunnya, yang digunakan
membangun rumah dan kuburan, juga bagi tukang besi untuk dibakar untuk
pengganti kayu dan arang), karena kita buat buruan dan untuk rumah-rumah kita”.
Maka sabda Rasulullah saw. : “Kecuali pohon idzkir”. (Hadits Muttafaq alaih).
- Membaca Talbiyah
Tuntunan untuk membaca talbiyah dapat dilihat dari uraian atau
ketetapan Tarjih dalam HPT yang menyatakan; kemudian perbanyaklah membaca
Talbiyah dengan suara keras; “Labbaika, Allaahummalabbaika la syariikalaka
labbaika. Innalhamda wa ni’mata laka walmulka laa syariikalaka”.
Rujukan penetapan mengenai bacaan talbiyah diatas ialah hadits
Khallad bin Saib, hadits Ibnu Abbas,dan hadits Abdullah Ibnu Umar sebagaimana
kutipan di bawah ini.
Hadits Khallad bin Saib;
أَتَانِى :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ ض ر أَبِيْهِ عَنْ السَّائِبِ دِابْنِ خَلاَّ لِحَدِيْثِ
وَصَحَّحَهُ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) . بِالاِهْلاَلِ أَصْوَاتَهُمْ يَرْفَعُ أَصْحَابِىأَنْ أَمُرَ أَنْ فَأَمَرَنِى جِبْرِيْلُ
(حِبَّانَ وَابْنُ التِّرْمِذِىُّ
Artinya:
“Mengingat hadits Khallad bin Saib dari ayahnya ra. Bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Aku kedatangan Jibril, maka perintahnya kepadaku supaya aku
memerintahkan kepada sahabat-sahabatku agar mereka mengeraskan suaranya dengan
bacaan Talbiyah”” (HR. Lima Imam, kecuali Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Hadits Ibnu Abbas;
جُمْرَةَ حَتَّىرَمَى يُلَبِّى يَزَلْ لَمْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ فَضْلِ وَلَحَدِيْثِ
(وَالنَّسَائِىُّ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) الْعَقَبَةِ
Artinya:
“Demikian juga hadits Fadlel bin Abbas, bahwa Nbi saw. selalu membaca Talbiyah
sampai saat melempar jumrah aqabah” (HR. Bukhari dan Nasai)
Hadits Abdullah bin Umar;
لَبَّيْكَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ تَلْبِيَةَ أَنَّ :ض ر عُمَرَ بْنِ عَبْدِاللَّهِ عَنْ وَلِحَدِيْثٍ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ). لَكَ لاَشَرِيْكَ وَالْمُلْكَ لَكَ وَالنِّعْمَةَ الْحَمْدَ اِنَّ لَبَّيْكَ لَكَ لاَشَرِيْكَ لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ
بِاِكْثَارِالتَّلْبِيَةِ الأَمْرِ وَلِعُمُوْمِ
Artinya: “Dan
karena hadits dari Abdullah bin Umar ra. Bahwa Talbiyah Rasulullah saw.:
‘Labbaika, Allaahumma labbaika, laasyarikalaka labbaika. Innal hamda wan
ni’matalaka wal mulka laa syarikalaka’”. (HR. Bukhari)
- Mandi waktu masuk Tanah Haram
Dalam HPT, Tarjih menjelaskan bahwa: “Apabila engkau hendak masuk
bumi Haram, maka mandilah”, dasarnya ialah hadits Ibnu Umar berikut;
ثُمَّ طُوَى بِذِى يَبِيْتُ ثُمَّ الَّلْبِيَةِ عَنِ أَمْسَكَ أَدْنَىالْحَرَامِ اِذَادَخَلَ كاَنَ أَنَّهُ عُمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
مُتَّفَقٌ) ذَلِكَ يَفْعَلُ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ وَيُحَدِّثُ . وَيَغْتَسِلُ الصُّبْحَ يُصَلِّىبِهِ
(عَلَيْهِ
Artinya:
“Menurut hadits Ibnu Umar bahwa ia bila memasuki daerah yang terdekat tanah
Haram, berhenti Talbiyah: kemudian bermalam di Dzithuwa dan shalat subuh disitu
serta mandi. Ia menerangkan bahwa Nabi saw. mengerjakan yang demikian itu” (Hadits
Muttafaq alaih).
- Thawaf
Tuntunan mengenai Thawaf dapat kita kaji dari rumusan Tarjih dalam
HPT. Ketetapan Tuntunan mengenai Thawaf ini dinyatakan bahwa; “Kemudian
masuklah ke Masjidil Haram selagi engkau tidak berhadats besar, dan
berthawaflah di Baitullah 7 kali dengan menjadikan Baitullah di sebelah kirimu,
dimulai dari Hajar Aswad dan usaplah kepadanya dan kecuplah bila mungkin atau
jamahlah dengan tanganmu, lalu kecuplah tanganmu atau tunjuklah (memberi
isyarat) kepada Hajar Aswad dengan tongkat misalnya, atau kecuplah tongkat itu.
Maka mulailah berlari-lari 3 kali dan berjalan biasa 4 kali”.
Rujukan tuntunan itu ialah surat an-Nisa ayat 43, hadits Aisyah,
hadits Jabir, hadits Abis bin Rabi’ah, dua buah hadits Ibnu Umar, hadits Ibnu
Abbas dan hadits Ibnu Thufa’il,
Surat An-Nisa ayat 43;
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi.”
Hadits Aisyah;
الْمَسْجِدَ أُحِلُّ إِنِّىلاَ: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَتْ ض ر عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
(خُزَيْمَةَ ابْنُ وَصَحَّحَهُ أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) وَلاَجُنُبٍ لِحَائِضٍ
Artinya: “Dan
menilik hadits Aisyah ra. katanya bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku tidak
menghalalkan masjid untuk orang yang yang berhaidl dan juga untuk orang yang
yang berjunub””. (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Hadits Jabir;
مَشَى ثُمَّ فَاسْتَلَمَهُ اَتَىالْحَجَرَ مَكَّةَ إِذَاقَدِمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
(وَالنَّسَائِىُّ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) أَرْبَعًا ثَلاَثًاوَمَشَى فَرَمَلَ عَلَىيَمِيْنِهِ
Artinya: “Karena
hadits Jabir bahwasanya Rasulullah saw. apabila telah sampai di Mekkah, beliau
mendatangi Hajar Aswad dan mengusapnya, kemudian berjalan ke kanan Hajar Aswad
berlari-lari kecil tiga kali jalan, dan berjalan biasa 4 kali”. (HR. Muslim dan
Nasai).
Hadits Abis bin Rabi’ah;
حَجَرٌ أَنَّكَ إِنِّىلَاَعْلَمُ :فَقَالَ ، إِلَىالْحَجَرِ عُمَرَجَاءَ رَأَيْتُ :قَالَ رَبِيْعَةَ بْنِ عَابِسِ وَلِحَدِيْثِ
رَوَاهُ) فَقَبَّلَهُ دَنَامِنْهُ ثُمَّ مَاقَبَّلْتُكَ يُقَبِّلُكَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ رَأَيْتُ وَلَوْلاَأَنِّى
(اَبُوْدَاوُدَ وَ وَالنَّسَائِىُّ مُسْلِمٌ وَ الْبُخَارِىُّ
Artinya: “Dan
mengingat hadits Abis bin Rabi’ah katanya: “Aku melihat Umar bin Khaththab
datang kepada Hajar Aswad seraya katanya: Sungguh aku tahu bhawa engkau itu
adalah batu, andaikata aku tidak melihat Rasulullah saw. mengecup engkau,
astilah kau segan mengecupmu”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasai dan Abu Dawud)”
Hadits Ibnu Umar (1);
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ رَأَيْتُ :الْحَجَرِفَقَالَ اسْتِلاَمِ عَنِ سُئِلَ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ). وَيُقَبِّلُهُ يَسْتَلِمُهُ
Artinya: “Dan
menurut hadits Ibnu Umar waktu ditanya tentang cara mengusap Hajar Aswad,
katanya: “Aku melihat Rasulullah saw. mengusap Hajar Aswad dan mengecupnya”
(HR. Bukhari)
Hadits Ibnu Abbas;
بَعِيْرٍ عَلَى الْوَدَاعِ فِىحَجَّةِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيُّ طَافَ :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) بِمِحْجَنٍ الرُّكْنَ يَسْتَعْلِمُ
Artinya: “Dan
menilik hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. berthawaf pada haji Wada dengan
mengendarai unta, mengusap rukun (Hajar Aswad) dengan tongkat” (Hadits Muttafaq
alaih).
Hadits Ibnu Tufa’il;
وَيَسْتَلِمُ بِالْبَيْتِ يَطُوْفُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ رَأَيْتُ : قَالَ أَبِىالطَّفَيْلِ وَلِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) الْمِحْجَنَ وَيُقَبِّلُ مَعَهُ بِمِحْجَنٍ الرُّكْنَ
Artinya: “Dan
menilik hadits Abi Thufa’il berkata: ‘Aku melihat Rasulullah saw. thawaf di
Baitullah dan mengusap rukun (Hajar Aswad) dengan tongkat lalu mengecup
tongkatnya’”. (HR. Muslim)
Hadits Ibn Umar (2);
خَبَّ الإَوَّلَ الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ إِذَاطاَفَ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَالْمَرْوَةِ الصَّفَا بَيْنَ اِذَاطاَفَ الْمَسِيْلِ بِبَطْنِ يَسْعَى أَرْبَعًاوَكاَنَ ثَلاَثًاوَمَشَى
Artinya: “Dan
menilik hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bila berthawaf pada Baitullah, thawaf
yang permulaan berlari (dengan langkah pendek) 3 kali dan berjalan empat kaki.
Demikian juga bila bersa’I diantara sofa dan marwah berlari-lari kecil di
tengak lembah Masil”. (Hadits Muttafaq alaih)
- Rukun Yamani dan Hajar Aswad
Penjelasan mengenai tuntunan rukun Yamani dan masalah Hajar Aswad
dapat dilihat dari HPT yang menyatakan; “dan tiap engkau sampai di Rukun
Yamani, maka usaplah kepadanya atau berilah isyarat kepadanya sambil membaca
takbir dengan tidak usah mengecupnya”.
Penjelasan Tarjih selanjutnya menyatakan; “Apabila engkau telah
sampai di Hajar Aswad maka usaplah akan dia serta kecuplah sebagaimana yang
lalu. Demikian selanjutnya engkau kerjakan sampai 7 kali.”
Dalil yang dipergunakan untuk menetapkan tuntunan demikian ialah dua
buah hadits Ibnu Umar dan hadits Ibnu Abbas di bawah ini.
Hadits Ibnu Umar (1);
وَالرُّكْنَى الْحَجَرَ يَسْتَلِمَ أَنْ لاَيَدَعُ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(اَبُوْدَاوُدَ اَحْمَدُ رَوَاهُ) طَوَافِهِ فِىكُلِّ الْيَمَانِىَّ
Artinya:
“Mengingat hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw. tidak pernah meninggalkan mengusap
Hajar Aswad dan Rukun Yamani pada tiap-tiap thawafnya”. (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
Hadits Ibnu Umar (2);
وَالْحَجَرَ الْيَمَانِىَّ الرُّكْنَ يَسْتَلِمُ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْحَجَرَ يَلِيَانِ اللَّذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ وَلاَيَسْتَلِمُ طَوَافِهِ فِىكُلِّ الأَسْوَدَ
Artinya: “Dan
lain hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw. mengusap Rukun Yamani dan Hajar
Aswad pada tiap thawafnya, serta tidak mengusap dua rukun (penjuru) Ka’bah yang
sesudah Hajar Aswad”. (Hadits Muttafaq alaih).
Hadits Ibnu Abbas;
أَتَى كُلَّمَا بِغَيْرٍ عَلَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ طَافَ :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(وَالْبُخَارِىُّ أَحْمَدُ رَوَاهُ) وَكَبَّرَ فِىيَدِهِ بِشَيْئٍ أَشَارَإِلَيْهِ عَلَىالرُّكْنِ
Artinya: “Dan
hadits Ibnu Abbas yang berkata: ‘Rasulullah saw. berthawaf dengan kendaraan
unta tiap melalui Rukun (Yamani) berisyarat kepadanya dengan sesuatu yang ada
di tangannya dan bertakbir’” (HR. Ahmad Bukhari)
- Makam Ibrahim
Dituntunkan untuk melakukan shalat ketika di kompleks makam Nabi
Ibrahim. Tarjih dalam HPT menjelaskan: “Kemudian shalatlah dua raka’at di
belakang makam Ibrahim dengan membaca surat Kafirun sesudah Fatihah pada
raka’at yang pertama dan surat al-Ikhlas pada raka’at yang kedua. Kemudian
hampirilah Hajar Aswad dan usaplah kepadanya.”
Demikian rumusan Tarjih dalam HPT yang didasarkan pada surat
al-Baqarah ayat 125, hadits Ibnu Umar, dan dua buah hadits Jabir.
Surat al-Baqarah ayat 125;
Artinya: “Dan
jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat.” (QS. Al-Baqarah: 125)
Hadits Ibnu Umar;
صَلَّىرَكْعَتَيْنِ طَوَافِهِ مِنْ لَمَّافَرَغَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ)
Artinya: “Dan
mengingat hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw. setelah selesai dari thawaf, lalu
shalat dua raka’at” (Hadits Muttafaq alaih)
Hadits Jabir (1);
يَااَيُّهَا قُلْ :فِىالاُوْلَى رَكْعَتِىالطَّوَافِ يَقْرَأُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ جَابِرٍ وَلِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) أَحَدٌ هُوَاللَّهُ قُلْ : وَفِىالثَّانِيَةِ ، الكاَفِرُوْنَ
Artinya: “Juga
hadits Jabir bahwa Nabi saw. membaca al-Kafirun dalam shalat thawaf di raka’at
pertama dan surat al-Ikhlas di raka’at kedua.” (HR. Muslim)
Hadits Jabir (2);
ثَلاَثًاوَمَشَى رَمَل َ . وَسَعَى طاَفَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ جَابِرٍ وَلِحَدِيْثِ
وَبَيْنَ بَيْنَهُ الْمَقَامَ وَجَعَلَ سَجْدَتَيْنِ فَصَلَّى ، مُصَلَّى اِبْرَاهِيْمَ مَقَامِ وَاتَّخِذُوْامِنْ :قَرَأَ اَرْبَعًاثُمَّ
بِهِ بِمَابَدَأُوْبِمَابَدَأَ ، شَعَائِرِاللَّهِ مِنْ وَالْمَرْوَةَ الصَّفَا اِنَّ :فَقَالَ خَرَجَ ثُمَّ الرُّكْنَ اسْتَلَمَ ثُمَّّ الْكَعْبَةِ
(النَّسَائِيُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Dan hadits Jabir pula, bahwa Rasulullah
saw. berthawaf dan bersa’I, berlari-lari kecil 3 kali dan berjalan biasa 4
kali: kemudian membaca: ‘wattakhidzuu mimmaqāmi ibraahima mushalla. Lalu shalat
2 raka’at dengan menjadikan Makam tersebut dian’”
- Sa’I
Bagaimana mengerjakan sa’I menurut contoh yang dilakukan Rasulullah
Muhammad saw. dapat dilihat dari tuntunan Tarjih dalam HPT. Mengenai sa’I
Tarjih menyatakan: “kemudian keluarlah dari pintu shafa atau lainnya dari tempat yang mudah engkau
lalui, untuk menjalankan sa’i. Dan mulailah dari Shafa dengan mendaki ke atasnya sekira Ka’bah dapat
dilihat dan menghadapkan kepadanya
sambil mengucapkan ‘Allahu akbar, laailaaha illalahu wahdahu laa syariikalah,
lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli syai’in qadir. Laailaaha illallahu
wahdah, anjaza wa’da, wanashaara abdah, wahazamal ahzaaba wahdah’” 3x.
Tarjih selanjutnya
menyatakan: “Kemudian turunlah dari shafa terus menuju Marwah, sambil
berlari-lari kecil diantara Masil dan
Bait Bani ‘Aqil diantara tanda berlampu
hijau sehingga apabila engkau telah sampai di Marwah, mendakilah ke atasnya, maka
menghadaplah ke Kiblat sambil membaca Takbir dan Tahlil sebagaimana yang telah
engkau kerjakan di Shafa”.
Kemudian turun dari Marwah kembali ke Shafa, dan demikianlah engkau
kerjakan 7 kali sehingga berhenti di Marwah”.
Rujukan tuntunan ini di samping hadits diatas mengenai Thawaf yang
telah dibahas, juga hadits Jabir sebagaimana nukilan di bawah ini;
مِنْ الصَّفَاوَالْمَرْوَةَ اِنَّ”: الصَّفَاقَرَأَ لَمَّادَنَامِنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ جَابِرٍ وَلِحَدِيْثِ
الْقِبْلَةَ فَاسْتَقْبَلَ رَأَىالْبَيْتَ حَتَّى فَرَقِىعَلَيْهِ فَبَدَأَبِالصَّفَا “بِهِ بِمَابَدَأَاللَّهُ أَبْدَأُ ، شَعَائِرِاللَّهِ
وَهُوَعلَىكُلِّ الْحَمْدُ وَلَهُ الْمُلْكُ لَهُ ، لَهُ لاَشَرِيْكَ وَحْدَهُ اِلاَّاللَّهَ لاَاِلَهَ : وَقَالَ وَكَبَّرَهُ فَوَحَّدَاللَّهَ
دَعَابَيْنَ ثُمَّ . وَحْدَهُ الاَحْزَابَ وَهَزَمَ وَنَصَرَعَبْدَهُ اَنْجَزَوَعْدَهُ وَحْدَهُ اِلاَّاللَّهُ قَدِيْرٌ
لاَاِلَهَ شَيْئٍ
الْوَادِى فِىبَطْنِ قَدَمَاهُ إِذَاانْصَبَّتْ حَتَّى إِلَىالْمَرْوَةِ نَزَلَ ثُمَّ ، مَرَّاتٍ هَذَاثَلاَثَ مِثْلَ فَقَالَ ذَلِكَ
مُسْلِمٌ رَوَاهُ) عَلَىالصّفَا كَمَافَعَلَ عَلَىالْمَرْوَةِ فَعَلَ ، حَتَّىاَتَىالْمَرْوَةَ مَشَى تَا اِذَاصَعِدَ حَتَّى
(بِمَعْنَاهُ وَالنَّسَائِىُّ أَحْمَدُ وَكَذَلِكَ ،
Artinya: “dan
mengingat hadits Jabir juga bahwa Nabi saw. ketika mendekati Shafa membaca:
“Innash shafaa wa marwa min sya’a irillahi abdau bima, badaallahu bihi””.
Lalu beliau saw. memulai dari Shafa,
mendakinya sampai melihat Ka’bah dan menghadap kiblat, dengan bertahal dan
bertakbir, seraya ucapan: ‘Allahu akbar, laailaaha illalahu wahdahu laa
syariikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli syai’in qadir.
Laailaaha illallahu wahdah, anjaza wa’da, wanashaara abdah, wahazamal ahzaaba
wahdah’, lalu mendo’a.
Dibacanya do’a itu tiga kali. Lalu
beliau turun menuju Marwah dan setelah dua kakinya tampak meluncur di tanjakan
lembah beliau lalu berlari-lari kecil sampai ketika hendak menanjak lalu jalan
biasa hingga sampai Marwah lalu beliau lakukan diatas Marwah seperti yang
beliau lakukan diatas Shafa. (HR. Muslim dan Nasai dengan lain perkataan yang
sama artinya dengan hadits itu).
- Haji dan Akhir (tahallul) Umrah
Mengenai masalah Tahallul umrah atau haji dapat dilihat dari
tuntunan Tarjih dalam HPT yang menjelaskan; “Bertahallullah (habisilah) umrahmu
dengan mencukur dan memotong rambut kepalamu, jika engkau menjalankan haji
tamattu (mendahulukan umrah daripada haji) dengan itu sempurnalah Umrahmu. Dan
janganalah bertahallul (pada waktu itu) jika engkau berhaji Qiran (menjalankan
haji dan umrah bersama-sama). Dan bagi wanita (sesudah Sa’I) hanya memotong
rambutnya”.
Selanjutnya; “Apabila telah tiba hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah), maka
ihramlah untuk haji dari Mekkah (jika engkau menjalankan haji tamattu) dengan
cara-cara yang tersebut diatas”.
Dasarnya ialah hadits Jabir, hadits Abu Hurairah dan Ibnu Abbas,
serta hadits Ali berikut;
Hadits Jabir;
وَقَدْأَهَلُّوْابِالْحَجِّ مَعَهُ الْبُدْنَ سَاقَ يَوْمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ مَعَ حَجَّ جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
ثُمَّ وَقَصِّرُوْا وَالْمَرْوَةِ الصَّفِّ وَبَيْنَ ِالْبَيْتِ بِطَوَاف إِحْرَامِكُمْ أَحِلُّوْامِنْ :لَهُمْ فَقَالَ . مُفْرَدًا
:فَقَالُوْا . بِهَامُتْعَةً قَدِمْتُمْ وَاجْعَلُوْاالَّتِى بِالْحَجِّ فَأَهِلُّوْا التَّرْوِيَهِ يَوْمُ حَتَّىإِذَاكاَنَ حَلاَلاً أَقِيْمُوْا
حَتَّىيَبْلُغَ مِنِّىحَرَامٌ لاَيَحِلُّ وَلَكِنْ أَمَرْتُكُمْ اِفْعَلُوْمَا :فَقَالَ ؟ سَمَّيْنَالْحَجَّ وَقَدْ نَجْعَلُهَامُتْعَةً كَيْفَ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) فَفَعَعَلُوْا مَحِلَّةِ الْهَدْىُ
Artinya:
“Menilih hadits Jabir bahwa ia berhaji bersama-sama Rasulullah saw. pada hari
beliau membawa unta kurbannya. Sedangkan mereka berniat berhaji Ifrad. Maka
sabdanya kepada mereka “bertahalullah dari ihrammu dengan Thawaf di Ka’bah dan
(sa’i) antara Shafa dan Marwah, serta potonglah rambutmu. Kemudian tinggallah
(di Makkah) dengan halal (sebagai orang yang tidak ihram) hingga bila tiba hari
Tarwiyah, maka niatlah berihram haji dan jadikanlah apa yang telah engkau
kerjakan terdahulu sebagai ‘tamattu’ (menjadi umrah). Maka kata mereka:
‘Bagaimana kamu dapat menjadikan tamattu padahal kamu sudah niat haji?’ jawab
beliau saw.: ‘kerjakanlah, akan tetapi bagiku belum dapat bertahallul dari
ihramku, sehingga tiba waktu penyembelihan hewan kurban. Lalu mereka kerjakan
itu’” (Hadits Mutaffaq alaih)
Hadits Abu Hurairah dan Ibnu Abbas;
رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ ض ر عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ -٤١- فِىرَقْمِ الاَتِى أَبِىهُرَيْرَةَ وَلِحَدِيْثِ
رَوَاهُ). التَّفْصِيْرُ اِنَّمَاعَلَىالنِّسَاءِ الْخَلْقُ عَلَىالنِّسَاءِ لَيْسَ
: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
(وَالدَّارَقُطْنِىُّ اَبُوْدَاوُدَ
Artinya: “Dan
hadits Abu Hurairah yang akan disebut pada nomor 41 di belakang. Demikian pula
hadits Ibnu Abbas, katanya: ‘Rasulullah saw. bersabda: ‘tidak boleh wanita
mencukur rambutnya, baginya hanya diperbolehkan memotongnya’” (Riwayat Abu
Dawud dan Daraquthni).
Hadits Ali;
ابْنُ الْحَافِظُ وَقَدْحَكَى . رَأْسَهَا الْمَرْأَةُ تَحْلِقَ نَهَىاَنْ :عَلِىٍّ حَدِيْثِ مِنْ التِّرْمِذِىُّ وَلِمَاأَخْرَجَ
־٢־ فِىرَقْمِ الْمُتَقَدِّمِ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ . عَلَىذَلِكَ الاِجْماَعَ حَجَرٍ
Artinya: “Dan
juga hadits Ali yang diriwayatkan leh Tirmidzi tentang melarang wanita mencukur
kepala. Malahan Hafidz Ibnu Hajar menerangkan bahwa itu adalah ijma. Dan karena
hadits Ibnu Abbas yang tersebut pada nomor 2 diatas”.
- Pergi ke Mina dan Namirah
Setelah itu tahallul menurut Tarjih; “Kemudian pergialh ke Mina,
engkau menjalankan shalat Dzuhur dan shalat fardhu lainnya disana”.
Selanjutnya; “Apabila telah terbit matahari tanggal 9 (hari Arafah) maka
pergilah ke Namirah sambil membaca Talbiyah dan Takbir. Setelah sampai di
Namirah dan matahari telah condong maka pergilah ke Bathnil-wadi (tengah-tengah
lembah) dan shalatlah kama Dzuhur dan Ashar”.
Landasan dalil yang dipergunakan Tarjih untuk mentnapkan tuntunan
demikian itu ialah hadits Abbas, hadits Muhammad Ibnu Abi Bakar bin Auf dan
Hadits Jabir dalam bahasan mengenai wukuf.
Hadits Abbas;
وَالْفَجْرَ التَّرْوِيَةِ الظُّهْرَيَوْمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ صَلَّى :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(مَاجَهْ وَابْنُ دَاوُدَ اَحْمَدُوَاَبُوْ رَوَاهُ) بِمِنًى عَرَفَةَ يَوْمَ
Artinya:
“Mengingat hadits Abbas berkata bahwa Rasulullah saw. shalat dzuhur pada hari
tarwiyah dan Shalat Subuh di aria Arafah di Mina” (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Majjah).
Hadits Muhammad bin Abu Bakar bin
Auf;
إِلَىعَرَفَاتٍ مِنًى مِنْ غَادِيَانٍ وَنَحْنُ أَنَسًا سَأَلْتُ :قَالَ عَوْفٍ بَكْرِبْنِ أَبِى ابْنِ مُحَمَّدِ وَلِحَدِيْثِ
الْمُلَبِّى يُلَبِّى كاَنَ : قَالَ ؟ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ مَعَ تَصْنَعُوْنَ كُنْتُمْ كَيْفَ . التَّلْبِيَةِ عَنِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) عَلَيْهِ فَلاَيُنْكَرُ وَيُكَبِّرُالْمُكَبِّرُ عَلَيْهِ فَلاَيُنْكَرُ
Artinya:
“Menilik hadits Muhammad bin Abu Bakar bin Auf katanya: ‘Saya bertanya kepada
Anas, waktu kami peri dari Mina ke Arafah, tentang bacaan talbiyah: “Bagaimana
yang kamu kerjakan bersama Rasulullah saw.? katanya: “Orang yang membaca
talbiyah tidak dilarang dan yang bertakbirpun tidak dilarang”” (Hadits Muttafaq
alaih)
- Wukuf
Penjelasan Tarjih mengenai masalah Wukuf menyatakan: “Setelah sampai
di Namirah dan matahari telah condong maka pergilah ke Bathnil wadi
(tengah-tengah lembah) dan shalatlah jama’ Dzuhur dan Ashar. Kemudian datanglah
ke tempat wuquf di Arafah, kalau mungkin berdiri diatas batu dan berdo’alah
kepada Allah, dengan do’a yang engkau kehendaki sambil menghadap kiblat,
sehingga terbenam matahari”.
Tuntunan demikian didasarkan pada hadits Jabir, Hadits Usamah bin
Zaid berikut;
اللَّهِ رَسُوْلُ وَرَكِبَ بِالْحَجِّ فَاَهَلُّوّا إِلَىمِنًى تَوَجَّهُوْ التَّرْوِيَةِ يَوْمُ فَلَمَّاكاَنَ :جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
قَلِيْلاً مَكَثَ ثُمَّ وَالْفَجْرَ وَالْعِشَاءَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعَصْرَ الظُّهْرَ فَصَلَّىبِهَا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
اللَّهِ رَسُوْلُ فَسَارَ فَضُرِبَتْ بِنَمِرَةِ لَهُ شَعْرٍتُضْرَبُ مِنْ وَأَمَرَبِقُبَّةٍ الشَّمْسُ طَلَعَتِ حَتَّى
قُرَيْشٌ كَمَاكَنَتْ الْحَرَامِ الْمَشْعَرِ عِنْدَ وَاقِفٌ إِلاَّاَنَّهُ قُرَيْشٌ وَلاَتَشُكُّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
الْقُبَّةَ فَوَجَدَ اَتَىعَرَفَةَ حَتَّى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَأَجَزَ فِىالْجَهِلِيَّةِ تَصْنَعُ
فَأَتَى لَهُ فَرُحِلَتْ بِالْقَصْوَاءِ أَمَرَ الشَّمْسُ إِذَازَاغَتِ حَتَّى بِهَا فَنَزَلَ بِنِمَرَةَ لَهُ قَدْضُرِبَتْ
يُصَلِّى وَلَمْ فَصَلَّىالْعَصْرَ اَقَامَ الظُّهْرَثُمَّ فَصَلَّى أَقَامَ ثُمَّ أَذَّنَ ثُمَّ النَّاسَ فَخَطَبَ الْوَادِى بَطْنَ
نَاقَتِهِ بَطْنَ فَجَعَلَ اَتَىالْمَوْقِفَ حَتَّى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ رَكِبَ شَيْئًا بَيْنَهُمَا
وَاقِفًاحَتَّى يَزَلْ فَلَمْ الْقِبْلَةَ وَاسْتَقْبَلَ يَدَيْهِ بَيْنَ الْمُشَاةِ حَبْلَ وَجَعَلَ إِلَىالصَّخَرَاتِ الْقَصْوَاءِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ . الْقَرْصُ حَتَّىغَابَ قَلِيْلاً الصُّفْرَةُ وَذَهَبَةِ الشَّمْسُ غَرَبَةِ
Artinya?:
“Menilik hadits Jabir: “Maka setelah tiba hari Tarwiyah, berangkatlah mereka ke
Mina, lalu mulai ihram untuk haji, dan Nabi saw. berkendaraan, maka Nabi
mengerjakan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Fajar disitu. Kemudian
tinggallah beliau sebentar hingga terbit matahari. Dan Rasulullah menyuruh
dibuatkan naungan kemah dari kulit berbulu di Namirah, maka dibuatkan”.
“Lalu Rasulullah saw. berangkat Kamu
Quraisy sama sekali tidak ragu bahwa Rasulullah saw. akan berwuquf di Masy’aril
Haram (Mudzdalifah), sebagaimana yang diperbuat oleh kaum Quraisy di zaman
jahiliyyah. Akan tetapi Rasulullah saw. melampauinya hingga sampai di Arafah,
maka didapatinya naungan kemah itu telah dipasang di Namirah lalu beliau
singgah sehingga ketika matahari tergelincir, beliau perintahkan mempersiapkan
Qashwa (nama unta) dan menuju ke tengah-tengah lembah Arafah, lalu beliau
berkhutbah di hadapan orang banyak, kemudian diserukan adzan dan qamat, lalu
shalat Ashar (jama’) dan diantara kedua shalat (shalat jama’) beliau tidak
shalat sunnat”.
“Kemudian beliau berangkat
berkendaraan hingga tiba di tempat wukuf (melbah Arafah). Disana beliau
menghadap Kiblat, tempat orang ramai di hadapannya. Perut unta ‘Qashwa’
membujur sepanjang batu-batu besar. Lama beliau wukuf adalah sampai matahari
terbenam pada saat warna kekuning-kuningan hampir lenyap dan akhirnya sampai
tak nampak bundarannya . . . . dan seterusnya hadits” (HR. Muslim)
يَدَيْهِ فَرَفَعَ بِعَرَفَاتٍ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى النَبِيِّ رِدْفَ كُنْتُ :قَالَ زَيْدٍ بْنِ اُسَامَةَ وَلِحَدِيْثِ
الأُخْرَى يَدَهُ وَهُوَرَافِعٌ يَدَيْهِ بِإِحْدَى الْخِطَامَ فَتَنَاوَلَ خِطَامُهَا فَسَخَطَ نَاقَتُهُ بِهِ فَمَالَتْ يَدْعُوْ
(النَّسَائِيُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Dan menilik hadits Usamah bin Zaid,
katanya: ‘Aku membonceng Nabi saw. di Arafah, lalu beliau mengangkat kedua
tangannya berdo’a. maka untanya miring dan jatuhlah kekangnya, lalu beliau
mengambil kekang itu dengan salah satu tangannya dan tangan yang lain masih
diangkatnya.” (HR. Nasai).
- Kembali dari Arafah
Selesai wukuf tindakan berikutnya sebagaimana rumusan Tarjih dalam
HPT ialah: “Sesudah terbenam matahari, maka pergilah dari Arafah ke Mudzdalifah
dan shalatlah jama’ Maghrib dan Isya dan bermalamlah disana, dan bagi
orang-orang yang lemah, bolehlah pergi dari Mudzdalifah ke Mina sebelum fajar”.
Penjelasan Tarjih selanjutnya: “Apabila engkau telah shalat Subuh,
pergilah ke Mina dan berdo’alah kepada Allah di waktu engkau telah sampai di
Masy’arih Haram dengan menghadap kiblat serta bertakbir dan bertahlil: kemudian
pergilah sebelum terbit matahari sehingga sampai di lembah Muhasair dan
ambillah batu pelempar Jumrah dan percepatlah jalanmu di situ”.
Setelah itu: “Apabila engkau telah sampai di Mina, lemparlah Jumrah
Aqabah dengan tujuh butir kerikil dari dalam jurang, dan ucapkanlah: ‘Allahu
Akbar, Allahummajalhu hajjan mabruran wa dzanban maghfuran’”.
Sumber dalil yang dijadikan rujukan Tarjih ialah hadits Ibnu Abbas,
hadits Jabir, hadits Fadlil bin Abbas, hadits Ibnu Mas’ud, dan hadits riwayat
Ahmad
Hadits Ibnu Abbas;
النَّحْرِ لَيْلَةَ اِلَىمِنًى أَهْلِهِ مَعَ بَعَثَهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(اَحْمَدُ رَوَاهُ) الْفَجْرِ مَعَ الجَمْرَةَ فَرَمَيْنَا
Artinya: “Menilik hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw.
menyuruhnya mengantar keluarga beliau ke Minapada malam Nahar, maka mereka
melempar jumrah bersama-sama terbitnya fajar”. (HR. Ahmad).
Hadits Jabir;
وَالْعِشَاءَ بِهَاالْمَغْرِبَ فَصَلَّى الْمُزْدَلِفَةَ أَتَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ جَابِرٍ وَلِحَدِيْثِ
الْفَجْرَ فَصَلَّى الْفَجْرُ حَتَّىطَلَعَ اضْطَجَعَ ثُمَّ بَيْنَهُمَاشَيْئًا يُسَبِّحْ وَلَمْ وَإِقَامَتَيْنِ وَاحِدٍ بِأَذَانٍ
فَاسْتَقْبَلَ الْحَرَامٍ الْمَشْعَرِ أَتَى ححَتَّى
الْقَصْوَاءَ رَكِبَ ثُمَّ وَاِقَامَةٍ بِأَذَانٍ الصُّبْحُ لَهُ تَبَيَّنَ حِيْنَ
حَتَّى الشَّمْسُ تَطْلُعَ اَنْ قَبْلَ فَدَفَعَ أَسْفَرَجِدًّا حَتَّى وَاقِفًا يَزَلْ فَلَمْ وَهَلَّلَهُ وَكَبَّرَهُ فَدَعَااللَّهَ الْقِبْلَةَ
الْكُبْرَى الْجَمْرَةِ عَلَى تَخْرُجُ الَّتِى الْوُسْطَ الطَّرِيقَ سَلَكَ ثُمَّ ، قَلِيْلاً فَحَرَّكَ مُحَسِّرٍ أَتَىبَطْنَ
مِنْهَاحَصَى حَصَاةٍ كُلِّ مَعَ يُكَبِّرُ حَصَيَاتٍ فَرَمَاهَابِسَبْعٍ السَّجَرَةِ عِنْدَ الَّتِى الْجَمْرَةَ حَتَّىاَتَى
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) إِلَىالْمَنْحَرِ انْصَرَفَ ثُمَّ الْوَاْدِى بَطْنِ مِنْ رَمَى الْخَذْفِ
Artinya: “Dan menilik
hadits Jabir bahwa Nabi saw. tiba di Mudzdalifah, lalu shalat maghrib dan Isya
(jama’) di sana dengan sekali adzan dan qamat, diantara keduanya tidak ada
shalat sunnat apapun. Kemudian Nabi saw. tidur sampai terbit fajar, lalu shalat
Subuh setelah nyata waktu Subuh, dengan sekali adzan dan sekali qamat. Kemudian
mengendarai Qashwa (nama unta Nabi) sampai tiba di Masy’aril Haram”, lalu
menghadap Kiblat seraya berdo’a kepada Allah, bertakbir dan bertahlil. Beliau
tetap berhenti sampai cuaca terang sekali, kemudian berangkat sebleum terbit
matahari dan setelah tiba di lembah Muhasair, mempercepat sedikit jalannya.
Kemudian melalui jalan tengah yang menuju ke Jumrah Kubra (Aqabah), sehingga
tiba di Jumrah yang dekat pohon lalu melempar 7 kerikil dengan bertakbir pada
tiap-tiap kerikil, yaitu batu pelempar. Beliau melempar dari tengah lembah.
Kemudian beliau pergi ke tempat penyembelihan Kurban. (HR. Muslim)
Hadits Fadlil bin Abbas;
اللَّهِ
رَسُوْلَ اَنَّ ، وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ وَدِيْفَ وَكاَنَ عَبَّاسٍ بْنِ فَضْلِ وَلِحَدِيْثِ
السَّكِيْنَةَ عَلَيْكُمُ :دَفَعُوْا حِيْنَ لِلنَّاسِ جَمْعٍ وَغَدَاةِ عَرَفَةَ فِىعَشِيَّةِ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
بِهِ
يُرْمَى الَّذِى الْخُذْفِ بِحَصَ عَلَيْكُمْ :مِنَىوَقَالَ وَهُوَمِنْ مُحَسِّرًا حَتَّىدَخَلَ نَاقَتَهُ وَهُوَكاَفٌّ
(وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) الْجَمْرَةُ
Artinya: “Dan menilik hadits Fadlil bin Abbas yang
membonceng Nabi saw. bahwa Rasulullah saw. pada sore hari Arafah dan pada pagi
hari di Mudzdalifah ketika mereka berangkat bersabda: ‘Hendaklah kamu tenang!’
ketika itu beliau menahan untanya sampai memasuki Muhassir daerah Mina da
sabdanya: ‘Hendaklah kamu mencari kerikil untuk pelempar Jumrah.’” (HR. Ahmad
dan Muslim)
Hadits Ibnu Mas’ud;
وَمِنًى
عِنْدَيَسَارِهِ الْبَيْتَ فَجَعَلَ الْكُبْرَى الْجَمْرَةِ إِلَى انْتَهَى أَنَّهُ مَسْعُوْدٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْبَقَرَةِ سُوْرَةُ عَلَيْهِ أُنْزِلَتْ الَّذِى هَكَذَارَمَى :وَقَالَ بِسَبْعٍ وَرَمَى عِنْدَيَمِيْنِهِ
Artinya: “Dan menilik hadits Ibnu Mas’ud bahwa
setibanya di Jumrah Aqabah, ia menjadikan arah Ka’bah di kirnya dan Mina di
kanannya dan melempar Jumrah 7 kali sambil berkata: ‘Demikianlah cara melempar
Jumrah menurut beliau (Muhammad) yang dituruni ayat-ayat dari surat
al-Baqarah.’”
Hadits Riwayat Ahmad;
وَهُوَرَاكِبٌ حَصَيَاتٍ سَبْعَ الْوَادِ بَطْنِ مِنْ فَرَمَاهَا الْعَقَبَةِ إِلَىجَمْرَةِ انْتَهَى أَنَّهُ أَحْمَدُ لِمَارَوَى
هَهُنَايَقُوْمُ :قَالَ ثُمَّ ، وَذَنْبًامَغْفُوْرًا حَجًّامَبْرُوْرًا اجْعَلْهُ اَللَّهُمَّ :وَقَالَ . حَصَاةٍ كُلِّ مَعَ يُكَبِّرَ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْبَقَرَةِ سُوْرَةُ عَلَيْهِ أُنْزِلَتْ الَّذِى
Artinya: “Menurut hadits riwayat Ahmad, bahwa ia
setiba di Jumrah Aqabah, melemparnya daru tengah lembah dengan 7 kerikil sambil
berkednaraan dan bertakbir pada tiap lemparan dan membaca: ‘Allahummaj’alhu
hajjan mabruran wa dzanba maghfuran’. Lalu berkata: ‘Disinilah tempat berdiri
beliau yang diturni ayat-ayat dari surat al-Baqarah’” (Hadits Muttafaq
alaih)
- Menyembelih Qurban
Tarjih menjelaskan, “Kemudian sembelihlah binatang hidyahmu dan
tahallul dengan mencukur dan memotong rambut kepalamu. Dengan Tahallul Awal
inilah maka halal segala hal yang menjadi larangan bagi orang yang ihram,
kecuali bersetubuh”. Dasarnya ialah hadits Anas, hadits Abu Hurairah, dan
hadits Ibnu Abbas sebagaimana kutipan di bawah ini.
Hadits Anas;
أَتَى فَرَمَاهَاثُمَّ الْجَمْرَةَ فَأتَى مِنَى أَتَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ اَنَّ أَنَسٍ لِحَدِيْثِ
.
. . الأَيْسَرِ ثُمَّ الإَيْمَانِ إِلَىجَانِبِهِ وَأَشَارَ خُذْ :لِلْحَلاَّقِ قَالَ ثُمَّ ، وَنَحَرَ بِمِنَى مَنْزِلَهُ
(وَأَبُوْدَاوُدَ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) . اَلْحَدِيْثِ
Artinya:
“Menilik hadits Anas, bahwa Rasulullah saw. setiba di Mina menuju Jumrah, lalu
melemparinya. Kemudian datang ke persinggahannya di Mina dan menyembelih
Qurban. Kemudian bersabda kepada pencukur: ‘Cukurlah!’sambil menunjuk ke
sebelah kanan lalu ke sebelah kirinya . . . dan seterusnya hadits” (HR. Ahmad,
Muslim dan Abu Dawud)
Hadits Abu Hurairah;
. لِلْمُحَلِّقِيْنَ اغْفِرْ اَللَّهّمَّ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ أَبِىهُرَيْرَةَ وَلِحَدِيْثِ
، اللَّهِ يَارَسُوْلَ :قَالُوْا . لِلْمُحَلِّقِيْنَ اغْفِرْ اَللَّهّمَّ :قَالَ ؟ وَلِلْمقَصِّرِيْنَ ، اللَّهِ يَارَسُوْلَ :قَالُوْا
وَلِلْمُقَصِّرِيْنَ :قَالَ ؟ اللَّهِ يَارَسُوْلَ : قَالُوْا . لِلْمُحَلِّقِيْنَ اغْفِرْ اَللَّهّمَّ : قَالَ ؟ وِلِلْمُقَصِّرِيْنَ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ)
Artinya: “Dan
menilik hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah
orang-orang yang bercukur’. Kata mereka: ‘Ya Rasulullah saw.!, dan bagi yang
menggunting rambutnya!’ Sabda Nabi: ‘Ya Allah! Ampunilah orang-orang yang
bercukur!’. Kata mereka: ‘Ya Rasulullah saw.!. dan orang-orang yang
menggunting!’ sabda Nabi melanjutkan do’anya: “Dan orang-orang yang
menggunting!”” (Hadits Muttafaq alaih)
Hadits Ibnu Abbas;
فَقَدْحَلَّ الْجَمْرَةَ إِذَارَأَيْتُمُ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
رَسُوْلَ رَأَيْتُ فَقَدْ اَمَّاأَنَا : عَبَّاسٍ ابْنُ فَقَالَ ؟ وَالطِّيْبُ : رَجُلٌ فَقَالَ إِلاَّالنِّسَاءَ شَيْئٍ كُلُّ لَكُمْ
(اَحْمَدُ رَوَاهُ) لاَ أَمْ ذَلِكَ أَفَطِيْبٌ بِالْمِسْكِ رَأْسَهُ يُضَمِّخُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
Artinya:
“Mengingat hadits Ibnu Abbas yang berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Bila kamu telah melempar Jumrah, maka telah halal bagimu segala sesuatu,
kecuali wanita istrimu”. Maka kata seorang laki-laki: ‘Dan harum-haruman?’ Maka
kata Ibnu Abbas: ‘Adapun saya telah melihat Rasulullah saw. melumuri kepala
dengan kasturi, apakah itu harum-haruman atau bukan?’” (HR. Ahmad)
- Thawaf Ifadlah
Sebagaimana tuntunan dalam HPT menurut Tarjih, tindakan selanjutnya
ialah: “Kemudian pergilah ke Mekkah dan Thawwaf di Baitullah 7 kali ialah yang
dinamakan Thawaf ifadlah. Kemudian shalatlah sunnat Thawaf 2 raka’at dan
minumlah iar zam-zam”. Dasarnya ialah hadits Ibnu Umar yang telah dikutip dalam
bahasan mengenai Makam Ibrahim, hadits Jabir dan hadits Ibnu Abbas berikut;
فَأَفَاضَ رَكِبَ ثُمَّ فَنَحَرَ إِلَىالْمَنْحَرِ انْصَرَفَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ جَابِرٍ لِحَدِيْثٍ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ . الظُّهْرَ بِمَكَّةَ فَصَلَّى الْبَيْتِ إِلَى
Artinya:
“Mengingat hadits Jabir, bahwasanya Nabi saw. berangkat ke tempat penyembelihan
Qurban, maka beliau menyembelih kemudian berkendaraan, lalu berangkat ke
Baitullah, untuk berthawaf ifadlah lalu sembahyang Dzuhur di Makkah . .
.selanjutnya hadits” (HR. Muslim)
فَقَالَ
فَاسْتَسْقَى السِّقَايَةِ إِلَى جَاءَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
عِنْدِهَا مِنْ بِشَرَابٍ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ فَأْتِ أُمِّكَ إِلَى اذْهَبْ يَافَضْلُ : الْعَبَّاسُ
ثُمَّ فَشَرِبَ اِسْتِقْنِى :قَالَ
. فِيْهِ اَيْدِيَهُمْ يَجْعَلُوْنَ اِنَّهُمْ ، اللَّهِ يَارَسُوْلَ فَقَالَ ، اِسْتِقْنِى فَقَالَ
.
. . صَالِحٍ عَمَلٍ عَلَى فَاِنَّكُمْ اعْمَلُوْا :فَقَالَ . فِيْهَا
وَيَعْمَلُوْنَ يَسْتَقُوْنَ وَهُمْ
اَتَىزَمْزَمَ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ). اَلْحَدِيْثَ
Artinya: “Dan
mengingat hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. datang ke tempat air minum,
lalu minta minum. Maka kata Abbas: ‘Hai Fadlel, pergilah ke tempat ibumu dan
mintalah minuman daripadanya untuk Rasulullah saw.!’ sabda Nabi saw.: ‘berilah
aku minum!’. Maka kata Abbas: ‘Ya Rasulullah saw. sesungguhnya mereka itu
memasukkan tangan mereka dalam tempat itu’. Sabda Nabi: ‘Beri minumlah aku!’.
Lalu beliau saw. minum. Kemudian beliau menghampiri zam-zam sedang mereka
menimba air dan bekerja. Maka sabda Nabi: ‘Kerjakanlah, karena kamu melakukan
‘an shalih’” dan seterusnya hadits. (HR. Bukhari)
- Melempar Jumrah
Selesai melakukan shalat sunnat Thawaf dua raka’at, dalam penjelasan
Tarjih berikutnya, “Sa’ilah diantara Shafa dan Marwah (Jika engkau belum Sa’I
sehabis Thawaf Qudum di dalam haji Qiran)”.
Setelah demikian, Tarjih selanjutnya menyatakan “Kemudian kembalilah
ke Mina dan bermalam disana dua atau tiga amalam, dan lemparilah Jumrah-jumrah
ketiga-tiganya (Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah), sesudah condong matahari pada
tanggal 11, 12 dan 13 dengan cara-cara yang tersebut di muka. Apabila engkau
tergesa ke Mekkah setelah tanggal 12, maka tidak berhalangan (tidak dilarang).
Dan dengan demikian selesailah hajimu”.
Rujukan tuntunan demikian ialah hadits Aisyah, dan surat al-Baqarah
ayat 203 berikut ini:
Hadits Aisyah;
حِيْنَ يَوْمٍ اَخِرِ مِنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ أَفَاضَ :قَالَتْ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
إِذَازَالتِ الْجَمْرَةَ يَرْمِى التَّسْرِيْقِ أَيَّامِ بِهَالَيَالِىَ فَمَكَثَ مِنًى إِلَى رَجَعَ ثُمَّ صَلَّىالظُّهْرَ
الثَّانِيَةِ وَعِنْدَ الأُوْلَى عِنْدَ وَيَقِفُ حَصَاةٍ كُلِّ يُكَبِّرُمَعَ حَصَيَاتٍ بِسَبْعِ جَمْرَةٍ كُلَّ الشَّمْسُ
(وَاَبُوْدَاوُدَ أَحْمَدُ رَوَاهُ) عِنْدَهَا لاَيَقِفُ الثَّالِثَةَ وَيَرْمِى وَيَتَضَرَّعُ الْقِيَامَ وَيُطِيْلُ
Artinya:
“Mengingat hadits Aisyah katanya: ‘Rasulullah saw. telah thawaf ifadlah pada
akhir hari setelah shalat dzuhur, kemudian kembali ke Mina. Maka beliau tetap
di situ pada malam-malam hari Tasyrik melempari Jumrah bila tergelincir
matahari; tiap Jumrah dengan 7 kerikil, bertakbir pada tiap lemparan, dan
beliau berhenti lama di Jumrah Ula dan Wustha sambil berdo’a. dan melempar
Jumrah ‘Aqabah tanpa berhenti untuk berdo’a’”. (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
Surat al-Baqarah ayat 203;
Artinya: “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah
dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat
(dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang
ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa
pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan
ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 203)
- Macam-macam Kifarat
Mengenai masalah kifarat dalam HPT dapat dilihat penjelasan Tarjih
bahwa kifarat merupakan akibat ketinggalan wuquf di Arafah, terhalang
menyelesaikan Haji dan Umrah, memotong rambut dalam Ihram, membunuh binatang
dan bersetubuh.
a.
Kifarat
akbiat ketinggalan wukuf di Arafah. “Apabila engkau ketinggalan (tidak menjalankan)wuquf
di Arafah, maka Tahallullah dengan dijadikan Umrah dan sembelihlah kambing.
Kemudian engkau masih berkewajiban mengqadla (mengganti) Hajimu”.
Tuntunan Tarjih
sebagaimana tercantum dalam HPT di atas dasarnya ialah hadits Umar bin Khathab
berikut.
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ صَاحِبَ أَيُّوْبَ أَبَا أَمَرَ أَنَّهُ الخَطَّابِ بْنِ عُمَرَ لِحَدِيْثِ
ثُمَّ
حَلاَلاً يَرْجِعَا ثُمَّ ، بِعُمْرَةٍ يَحِلاَّ أَنْ النَّحْرِ يَوْمَ فَأَتَيَا الْحَجُّ فَاَتَهُمَا حِيْنَ الأَسْوَدِ رَابْنَ وَهَبَّا
أَهْلِهِ إِلَى إِذَارَجَعَ وَسَبْعَةٍ فِىالْحَجِّ اَيَّامٍ ثَلاَثَةِ فَصِيَامُ يَجِدْ لَمْ فَمَنْ . وَيَهْدِيَا قَابِلاً عَامًا يَحُجَّا
(الْبَيْهَقِىُّ أَخْرَجَهُ)
Artinya: “Menilik hadits Umar bin Khattab ra. bahwasanya ia menyuruh
Abu Ayub (Sahabat Rasulullah saw.) dan Habbar bin Aswad di waktu kedua-duanya
tertinggal mengerjakan Haji, maka mereka berdua datang pada hari Nahar untuk
bertahallul dan Umrah, lalu mereka pulang sesudah bertahallul. Kemudian pada
tahun berikutnya, mereka berdua mengerjakan haji dan menyembelih fidyah, maka
berpuasalah tiga hari di dalam haji da tujuh hari setelah kembali kepada
keluarganya.” (HR. Baihaqi)
b.
Kifarat
karena terhalang menyelsaikan haji, umrah dan haji tamattu. Tarjih menyatakan:
“Apabila engkau terhalang akan menyelesaikan Haji atau Umrahmu sebab sakit atau
karena musuh, maka sembelihlah kambingmu di tempat engkau terhalang, dan
janganlah tahallul dengan mencukur atau memotong rambut, kecuali sesudah
menyembelih dan engkau masih berkewajiban mengulangi Haji atau Umrahmu”.
Demikian pula: “Apabila
engkau menjalankan Haji Tamattu (menjalankan Umrah di bulan-bulan Haji), maka
sembelihlah kambing atau berpuasa 10 hari”.
Dasar penetapan ketentuan
mengenai kifarat terhalang haji dan umrah serta haji tamattu tersebut ialah
al-Baqarah ayat 196 berikut ini.
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah
haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau
karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu
mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada
di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.
Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah
sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu),
maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila
kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu
(kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di
sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
(QS. Al-Baqarah: 196)
c.
Kifarat
akibat memotong rambut dalam ihram. Tarjih menyatakan bahwa: “Apabila engkau
menghilangkan rambut di dalam ihram disebabkan sakit atau lainnya, maka wajiblah
engkau membayar fidyah dengan puasa 3 hari atau memberi makan 6 orang miskin,
tiap seorang ½ sha’ (sekitar 1,25 kg) atau menyembelih kambing”. Hal ini
didasarkan pada sumber dalil hadits Ka’ab bin Ujrah berikut;
آَذَاكَ
لَعَلَّكَ :قَالَ أَنَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ عَنْ عُجْرَةَ بْنِ كَعْبِ لِحَدِيْثِ
ثَلاَثَةَ وَصُمْ رَأْسَكَ اِحْلِقْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ فَقَالَ . اللَّهِ يَارَسُوْلَ ، نَعَمْ :قَالَ ؟ هَوَامُّكَ
نِصْفُ
مِسْكِيْنٍ كُلُّ :وَفِىرِوَايَةٍ . (الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ). بِشَاةٍ أَوِانْسُكْ
مَسَاكِيْنَ سِتَّةَ أَوْأَطْعِمْ اَيَّامٍ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخارِىُّ رَوَاهُ). صَاعٍ
Artinya: “Menilik hadits Ka’ab bin Ujrah dari Rasulullah saw. beliau
bersabda: ‘barangkali engkau terganggu dengan kutumu?’ Ia menjawab: ‘Benar Ya
Rasulullah’. Maka sabda Nabi: ‘Cukurlah rambut kepalamu dan puasalah tiga hari
atau berilah makan enam orang miskin atau sembelihlah seekor kambing’” (Riwayat
Bukhari)
Lain riwayat: ‘Tiap
seorang miskin ½ sha’ (HR. Bukhari dan Muslim)
d. Kifarat akibat membunuh binatang. “Apabila engkau membunuh
binatang yanga da persamaanya selain burung gagak, ular, kala, tikus, anjing
buas, maka sembelihlah binatang persamaannya atau bersedekahlah kepada
orang-orang miskin di Makkah dengan memberi makan seharga binatang tersebut,
atau berpuasalah untuk gantinya, tiap-tiap satu mud (0,8 kg) makanan (diganti
puasa) sehari”.
Tuntunan Tarjih
sebagaimana kita dapati dalam HPT di atas berdasarkan dua hadits Aisyah dan
surat al-Maidah ayat 95.
Hadits Aisyah (1);
فِىالْحِلِّ يُقْتَلْنَ فَوَاسِقَ خَمْسُ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
وَالْفَأْرَةُ وَالْحِدَأَةُ الاَبْقَعُ وَالْعَقْرَبُ الْعَقُوْرُ وَالْكَلْبُ اَلْحَيَّةُ : وَالْحَرَامِ
Artinya: “Mengingat hadits Aisyah ra. bahwa
Rasulullah saw. bersabda: ‘Binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah
halal atau di tanah haram: ular, anjing galak, burung gagak yang berbeblang,
burung elang dan tikus’.”
Hadits Aisyah (2);
فِىالْحِلِّ يُقْتَلْنَ فَوَاسِقَ خُمْسَ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ عَنْ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
وَالْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ الْعَقُوْرُ وَالْكَلْبُ وَالْحِدَأَةُ اَلْغُرَبُ : وَالْحَرَمِ
Artinya: “Dan mengingat hadits Aisyah dari
Rasulullah saw. bersabda: ‘Lima binatang jahat yang boleh dibunuh di tanah
halal dan haram: burung gagak, elang, anjing galak, kala dan tikus.’”
QS. Al-Maidah: 95
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara
kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang
ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang
adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Ka`bah, atau
(dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau
berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan
akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah mema`afkan apa yang telah
lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan
menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.”
(QS. Al-Maidah: 95)
e. Kifarat akibat bersetubuh. Dalam HPT dapat dilihat rumusan Tarjih
mengenai masalah bersetubuh sebelum tahallul awal. Tarjih menyatakan: “Apabila engkau
bersetubuh sebelum Tahallul Awal, maka batallah ibadah Hajimu dan mestilah
engkau menyembelih unta atau lembu tetapi teruskanlah amalan-amalan Haji dan
menqadla (mengulangi) Hajimu”.
Sumber dalil yang dipakai
Tarjih untuk menetapkan tuntunan diatas ialah hadits Umar, Ali dan Abu
Hurairah, dan hadits Ibnu Abbas berikut;
بِالْحَجِّ وَهُوَمُحْرِمٌ اَهْلَهُ أَصَابَ رَجُلٍ سُئِلُوْاعَنْ أَنَّهُمْ أَبِىهُرَيْرَةَ وَ وَعَلِيٍّ عُمَرَ لِحَدِيْثِ
عَلِيٌّ
قَالَ وَالْهَدْىُ قَابِلٌ حَجُّ عَلَيْهِمَا ثُمَّ حَجَّهُمَا يَقْضِيَا حَتَّى لِوَجْهِهِمَا يَنْفُدَانِ :فَقَالُوْا
حَجَّهُمَا يَقْضِيَا حَتَّى تَفَرَّقَا قَابِلٍ عَامٍ مِنْ بِالْحَجِّ فَإِذَااَهَلاَّ
Artinya: “Menilik hadits Umar,
Ali dan Abu Hurairah ra. bahwasanya mereka ditanya tentang seorang yang mengumpuli
istrinya sedang ia dalam ihram Haji maka kata mereka: ‘Kedua-duanya harus
melangsungkan tujuannya sampai selesai hajinya kemudian keduanya berkewajiban
berhaji yang akan datang dan berfidyah’. Kata Ali: ‘Maka apabila keduanya
berihram Haji tahun yang akan datang, hendaklah keduanya berpisah-pisah sampai
menyelesaikannya hajinya’”
أَنْ فَأَمَرَهُ يُفِيْضَ أَنْ قَبْلَ بِمِنَى وَهُوَ بِأَهْلِهِ وَقَعَ رَجُلٍ عَنْ سُئِلَ أَنَّهُ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(فِىالْمُوَطَّإِ لِمَالِكٍ وَالْجَمِيْعُ) بَدَنَةً يَنْحَرَ
Artinya: “Dan hadits Ibnu Abbas
bahwasanya ia ditanya oleh seseorang laki-laki yang mengumpuli istrinya,
padahal ia sedang berada di Mina belum berifadlah, maka ia menyuruhnya
menyembelih unta”. (Kesemuanya ini tersebut dalam kitab Muwaththa oleh Malik)
- Aqad Nikah di waktu Ihram
Jika seseorang sedang berhaji (ihram) dan melangsungkan akad nikah
maka nikahnya tidak sah. Tindakan demikian tidak menyebabkan seseorang
dikenakan kifarat. Mengenai persoalan diatas Tarjih menjelaskan: “Adapun Aqad
nikah di waktu Ihram, tidaklah sah dan tidak usah kiffarat”. Kesimpulan
demikian berdasarkan pada hadits Usman bin Affan, dan hadits Ibnu Umar berikut
وَلاَيُنْكِحُ الْمُحْرِمُ لاَيَنْكِحُ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ عَفَّانَ بْنِ عُثْمَانَ لِحَدِيْثِ
(إِلاَّالْبُخَارِىُّ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) وَلاَيَخْطُبُ
Artinya:
“Menilik hadits Utsman bin Affan, bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Orang
berikhram itu tidak boleh menikah atau menikahkan atau melamar (meminang)’”
(Riwayat Jama’ah ahli Hadits kecuali Bukhari)
فَأَرَادَ مَكَّةَ مِنْ خَارِجٌ وَهُوَ رَجُلٌ يَتَزَوَّجَهَا أَرَادَأَنْ عَلَىامْرَأَةٍ سُئِلَ أَنَّهُ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
عَنْهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ نَهَي مُحْرِمٌ وَاَنْتَ لاَتَتَزَوَّجْهَا :فَقَالَ أَوْيَحُجَّ يَعْتَمِرَ أَنْ
(اَحْمَدُ رَوَاهُ)
Artinya: “Dan
lagi hadits Ibnu Umar, bahwa ia ditanya tentang seorang wanita yang hendak
dikawini oleh seorang pria ketika ia keluar Makkah hendak berumrah atau
berhaji. Maka jawabnya: ‘tidak boleh engkau mengawininya selagi engkau
berihram. Rasulullah saw. melarang hal itu’”. (HR. Ahmad)
- Thawaf Wada
Thawaf Wada’ ialah Thawaf pamitan yang dilakukan sebelum pulang
selesai haji. Tarjih menyatakan: ‘Apabila engkau hendak pulang ke tanah airmu,
maka kerjakanlah Thawaf Wada’.
Sumber dalil yang dipegangi Tarjih untuk mengambil kesimpulan
demikian ialah dua buah hadits Ibnu Abbas, dan hadits riwayat Bukhari Muslim.
Hadits Ibnu Abbas (1);
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَقَالَ وَجْهٍ كُلِّ فِى يَنْصَرِفُوْنَ النَّاسُ كاَنَ :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
دَاوُدَ
وَأَبُوْ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) بِالْبَيْتِ عَهْدِهِ آَخِرُ حَتَّىيَكُوْنَ أَحَدٌ لاَيَنْفِرَنَّ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
(مَاجَهْ وَابْنُ
Artinya: “Mengingat hadits Ibnu Abbas, katanya: ‘Adalah orang-orang
berangkat pulang (menuju) ke jurusan masing-masing, maka sabda Rasulullah saw.:
‘Jangan seorang berangkat (pulang) sehingga mengakhiri ibadah di Baitullah
(thawaf Wada)’” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim;
الْحَائِضِ الْمَرْأَةِ عَنِ خُفِّفَ إِلاَّاَنَّهُ بِاالْبَيْتِ عَهْدِهِمْ آَخِرُ يَكُوْنَ اَنْ أُمِرَالنَّاسُ : وَفِىرِوَايَةٍ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ)
Artinya: “Dan
dalam suatu riwayat orang-orang diperintahkan agar mengakhiri ibadahnya di Baitullah
(thawaf wada) hanya saja dikecualikan wanita yang berhaidl”. (Hadits Muttafaq
alaih)
Hadits Ibnu Abbas (2);
أَنْ قَبْلَ تَصْدُرَ أَنْ لِحَائِضٍ رَخَّصَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيثِ
(اَحْمَدُ رَوَاهُ) الاِفَاضةِ فِى قَدْطَافَتْ إِذَاكاَنَتْ بِالْبَيْتِ تَطُوْفَ
Artinya: “Dan
menilik hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. mengizinkan kepada orang yang
berhaidl keluar (dari Makkah) sebelum berthawaf di Baitullah bila ia telah
berthawaf ifadlah”. (HR. Ahmad)
- Ucapan, Do’a dan Bacaan Ibadah Haji
a.
Ucapan
Ihram Haji
حَجًّا
لَبَّيْكَ
Artinya: “Aku telah penuhi panggilan-Mu untuk berhaji”
b.
Ucapan
ihram Umrah
عُمْرَةً لَبَّيْكَ
Artinya: “Aku telah penuhi panggilan-Mu untuk Umrah”
c.
Ucapan
ihram Umrah dan Haji
وَحَجًّا عُمْرَةً لَبَّيْكَ
Artinya: “Aku telah penuhi panggilan-Mu untuk Umrah dan Haji”
d.
Bacaan
Talbiyah
لَكَ
لاَشَرِيْكَ وَالْمُلْكَ لَكَ وَالنِّعْمَةَ الْحَمْدَ إِنَّ ، لَبَّيْكَ لَكَ لاَشَرِيْكَ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ
Artinya: “Aku telah penuhi panggilan-Mu. Ya Allah, aku tunaikan
panggilan-Mu, yang tidak ada sekutu bagi-Mu, aku telah penuhi panggilan-Mu.
Sungguh segala puji dan kenikmatan itu bagi-Mu, pun kerajaan bagi-Mu juga yang
mana tidak ada sekutu bagi-Mu.”
e.
Bacaan di
Shafa dan Marwah
، قَدِيْرٌ شَيْئٍ عَلَىكُلِّ وَهُوَ الْحَمْدُ وَلَهُ
الْمُلْكُ لَهُ ، لَهُ لاَشَرِيْكَ وَحْدَهُ إِلاَّاللَّهُ لاَاِلَهَ أَكْبَرُ اَللَّهُ
وَحْدَهُ الأَحْزَابَ وَهَزَمَ عَبْدَهُ وَنَصَرَ وَعْدَهُ أَنْجَزَ وَحْدَهُ إِلاَّاللَّهُ لاَإِلَهَ
Artinya: “Allah Yang Maha Besar, tak ada Tuhan melainkan Allah Yang
Sendiri, yang tidak bersekutu, yang mempunyai kerajaan dan segala puji bagi-Nya
serta kekuasaan atas segala sesuatu. Tiada Tuhan melainkan Allah Yang Sendiri.
Yang menepati janji-Nya, Yang menolong hamba-Nya dan Yang mengalahkan
musuh-Nya.”
f.
Ucapan
Melempar Jumrah
أَكْبَرُ اَللَّهُ
Artinya: “Allah Maha Besar”
وَذَنْبًامَغْفُوْرًا مَبْرُوْرًا حَجًّا اجْعَلْهُ اَللَّهُمَّ
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah haji ini yang diterima dan disertai
pengampunan dosa”.
g.
Bacaan
mendatangi Shafa
بِهِ
بَدَأَاللَّهُ بِمَا اَبْدَأُ ، شَعَائِرِاللَّهِ مِنْ وَالْمَرْوَةَ إِنَّالصَّفَا
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu dari Syi’ar Allah. Aku
memulai dengan apa yang telah dimulai oleh Allah”.
h.
Ucapan
mengusap Hajar Aswad
أَكْبَرُ وَاللَّهُ اللَّهِ بِسْمِ
Artinya: “Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar”.
i.
Do’a dalam
Thawaf
النَّارِ عَذَابَ وَقِنَا حَسَنَةً وَفِىالاَخِرَةِ حَسَنَةً فِىالدُّنْيَا أَتِنَا رَبَّنَا
Artinya: “Ya Tuhanku, berilah kepadaku kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan jauhkanlah daripadaku siksa neraka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar