Selasa, 10 Juli 2012

AIK 3 PERTEMUAN 7 DAN 8


IBADAH PUASA
            Bagian ini secara khusus membicarakan dua pokok persoalan yaitu Puasa dan Zakat. Hal ini dilakukan semata-mata karena pertimbangan teknis.
            Puasa adalah ibadah yang dikerjakan dengan tidak memakan makanan atau minuman serta larangan lainnya sejak terbit fajar hingga matahari terbenam atau maghrib. Ada puasa yang hanya dikerjakan satu tahun atau satu kali selama satu bulan. Ada pula puasa yang dikerjakan pada hari-hari tertentu, ada beberapa hari dalam satu minggu. Namun demikian ada juga hari-hari tertentu, atau beberapa hari dalam satu minggu. Namun demikian ada juga hari-hari tertentu yang di dalamnya dilarang berpuasa.
            Sebagai dalam ibadah lainnya bahkan juga dalam bidang aqidah di kalangan ummat terjadi beberapa perbedaan pendapat, demikian pula halnya dalam hal ibadah puasa. Bagaimana hasil penyelidikan Tarjih mengenai dalil atau sumber yang dapat dijadikan pegangan bahwa suatu amalan ibadah memang dituntunkan oleh Allah khususnya mengenai puasa akan diuraikan dalam bahasan berikut ini.
  1. Perintah Puasa
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilaranngnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. ” (QS. Al-Baqarah: 183-187)
  1. Penetapan Waktu Puasa
Sebagaimana keyakinan pada umumnya, pelaksanaan puasa Ramadhan dimulai tanggal satu dan diakhiri pada akhir bulan Ramadhan. Penetapan saat kapan puasa harus dimulai yang berarti tanggal 1 dan diakhiri dalam buku HPT Tarjih menyatakan beberapa hal. (a). Menyaksikan datanngya bulan Ramadhan, (b). dengan melihat bulan, (c). Jika keadaan langit berawan dengan menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari, (d) dengan hisab.
Sumber-sumber dalil yang dipergunakan untuk menarik kesimpulandemikian sebagaimana dalam HPT adalah surat al-Baqarahayat 184, surat Yunus ayat 5, hadits Abu Hurairah, hadits Ibnu Abbas, beberapa hadits Ibnu Ummar dan hadits riwayat Muslim dan Ahmad.
Surat al-Baqarah ayat 184;
الشَّهْرَفَلْيَصُمْهُ شَهِدَمِنْكُمْ فَمَنْ :فِىالْمُقَدِّمَةِ الْمُتَقَدِّمَةِ لِلْاَيَةِ
Artinya: “Menilik ayat yang tersebut dalam pendahuluan: “Maka barangsiapa diantaramu yang mengalami bulan itu, maka berpuasalah””.
            Hadits Abu Hurairah;
صُوْمُوْالِرُؤْيَتِهِ : عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُّوْلُ قَالَ : قَالَ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ اَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) ثَلاَثِيْنَ شَعْبَانَ فَاَكْمِلُوْاعِدَّةَ غُبِىَعَلَيْكُمْ فَاِنْ ، وَاَفْطِرُوْالِرُؤْيَتِهِ
Artinya: “Menurut Abu Hurairah ra. katanya bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Puasalah karena melihat tanggal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari””. (HR. Bukhari dan Muslim).
            Hadits dari Ibnu Abbas;
عَبَّاسٍ ابْنِ حَدِيْثِ مِنْ وَالْحَاكِمُ وَالدَّرَقُطْنِىُّوَالْبَيْهَقِىُّ حِبَّانَ وَابْنُ السُّنَنِ أَصْحَابُ أَخْرَجَهُ لِمَا
لاَاِلَهَ أَتَشْهَدُأَنْ : فَقَالَ . الْهِلاَلَ إِنِّىرَاَيْتَ :فَقَالَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ جَاءَأَعْرَابِىُّإِلَىالنَّبِىِّ :قَالَ
فِىالنَّاسِ أَذِّنْ ، يَابِلاَلُ :قَالَ . نَعَمْ :قَالَ ؟ اللَّهِ رَسُوْلُ مُحَمَّدًا أَتَشْهَدُأَنَّ :قَالَ نَعَمْ : قَالَ ؟ اِلاَّاللَّهُ
فَلْيَصُوْمُوْاغَدًا
Artinya: “Menilik yang disebutkan Ash-Habus Sunan dan Ibnu Hibban, Daraquthni, Baihaqi, dan Hakim dari Ibnu Abbas, berkata: Datanglah seorang Baduwi kepada Nbi saw. maka katanya: “Sungguh, saya telah melihat bulan”. Lalu beliau saw. bersabda: “Adakah kau bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah?”. Jawabnya: “Ya!” sabda beliau: “Adakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah pesuruh Allah?”. Jawabnya: “Ya!” Sabda beliau:  Hai Bilal, undangkanlah kepada orang banyak, supaya esok mereka berpuasa”.
            Hadits Ibnu Umar;
عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ َسُوْلِ ر فَأَخْبَرْتُ الْهِلاَلَ تَرَاءَالنَّاسُ : قَالَ ض ر عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(حَزْمٍ ابْنُ وَصَحَّحَهُ وَالداَّرَقُطْنِىُّ أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) بِصِيَامِهِ وَاَمَرَالنَّاسِ فَصَامَ إِنِّىرَاَيْتُهُ
Artinya: “Dan menurut hadits Ibnu Umar ra. katanya: “Orang-orang sama  melihat bulan lalu aku kabarkan kepada Rasulullah saw. bahwsanya aku melihatnya. Maka berpuasalah beliau dan menyuruh orang-orang berpuasa juga””. (HR. Abu Dawud, Daraquthni serta disyahkan oleh Ibnu Hazm).
            Surat Yunus ayat 5;

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” (QS. Yunus: 5)
            Hadits Ibnu Umar;
إِذَارَأَيْتُمُوْهُ :قَالَ  عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ َسُوْلِ ر عَنْ ض ر عُمَرَ ابْنِ وَلِمَارُوِىَعَنِ
وَالنَّسَائِيُّ الشَّيْخَانِ أَخْرَجَهُ) فَاقْدُرُوْلَهُ عَلَيْكُمْ غُمَّ فَإِنْ ، فَأَفْطِرُوْا وَإِذَارَاَيْتُمُوْهُ ، فَصُوْمُوْا
(مَاجَهْ وَابْنُ
Artinya: “Menilik pula riwayat dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw. sabdanya: “Bila kamu melihatnya (tanggal-bulan) maka berpuasalah, dan bila kelak kamu melihatnya, maka berbukalah (berlebaranlah). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan, maka kira-kirakanlah bulan itu.”” (HR. Bukhari, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah)
            Hadits riwayat Muslim dan Ahmad;
غُمَّ فَإِنْ وَلاَتُفْطِرُوْاحَتَّىتَرَوْهُ فَلاَتَصُوْمُوْا وَعِشْرُوْنَ تِسْعٌ الشَّهْرُ اِنَّمَا :قَالَ أَنَّهُ وَفِىرِوَايَةٍ
(وَأَحْمَدُ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) فَاقْدُرُوْلَهُ عَلَيْكُمْ
Artinya: “Dan di lain riwayat Nabi saw. bersabda: “Beliau itu hanya 29 hari, maka janganlah kamu berpuasa kecuali sesudah melihat tanggal dan (kelak) jangan kamu berbuka (belebaran) kecualu sesudah melihatnya.”” (HR. Muslim dan Ahmad)

  1. Niat Puasa dengan Ikhlas
Setelah mengetahui dan menetapan waktu masuknya bulan Ramadhan, dimulai dengan niat pada saat sebelum fajar. Tarjih menyatakan “puasalah dengan ikhlas niatmu karena Allah belaka, dan berniatlah puasa sebelum fajar”.
Berbeda dengan kebiasaan mengenai niat, Tarjih tidak menetapkan lebih lanju bagaimana bacaan niat tersebut. Dasarnya ialah surat al-Bayyinah ayat 5 dan hadits Ibnu Umar.
Surat al-Bayyinah ayat 5;
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
            Hadits Ibnu Umar;
الصِّيَامَ يُجْمِعِ لَمْ مَنْ :قَالَ أَنَّهُ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ عَنِ حَفْصَةَ عُمَرَعَنْ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) لَهُ فَلاَصِيَامَ الْفَجْرِ قَبْلَ
Artinya: “Menilik hadits Ibnu Umar dari Siti Hafsah dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: “barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar maka tidaklah sah puasa baginya.” (HR. Lima ahli hadits).

  1. Bebas dari Puasa
Mengingat hal atau keadaan tertentu bagi seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Mereka itu ialah wanita haid dan nifas, orang yang bepergian, berat karena tua, sakit dan orang yang mengandung atau menyusui. Adapun mereka yang hais, nifas, sakit dan berpergian dengan menggantikan hari tidak puasanya pada hari dan bulan lain, sementara yang karena tua dan karena sakit menahun yang parah, diganti dengan membayar fidyah (setiap hari sekitar 0.5 liter).
Sumber dalil yang dipergunakan Tarjih menetapkank orang-orang yang boleh tidak puasa itu adalah hadits riwayat Muslim, hadits Aisyah, hadits Ibnu Umar surat al-Baqarah ayat 183, beberapa hadits Ibnu Abbas dan hadits Anas.
Surat al-Baqarah ayat 183;

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah: 183)
بَلَى :قُلْنَ ؟ تَصُمْ وَلَمْ تُصَلِّ لَمْ إِذَاحَضَتْ أَلَيْثَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ َسُوْلِ ر لِقَوْلِ
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Menurut sabda Rasulullah saw.: “Bukanlah wanita itu bila sedang kedatangan haid, tidak shalat dan tidak puasa? Jawab mereka: “Ya! Demikianlah!”” (HR. Bukhari).
            Hadits Aisyah;
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) بِقَضَاءِالصَّوْمِ فَنُؤْمَرُ (أَىالْحَيْضُ) يُصِيْبُنَاذَلِكَ كاَنَ :عَائِشَةَ وَقَوْلِ
Artinya: “Dan menilik kata Aisyah: “Adalah kami pada waktu kedatangan haid, kami diperintahkan mengganti puasa””. (HR. Mulsim)
            Hadits Ibnu Umar;
تَابَعَ شَاءَ وَاِنْ فَرَّقَ اِنْشَاءَ قَضَاءُرَمَضَانَ :قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ عُمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(الدَّارَقُطْنِىُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Menilik hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bersabda “mengganti (manqadla) puasa Ramadhan itu boleh dipisah-pisahkan dan bila hendak disambung-sambung juga boleh”” (HR. Daraquthni).
            Hadits dari Ibnu Abbas;
الدَّارَقُطْنِىُّ وَلِمَارَوَاهُ . مِسْكِيْنٍ طَعَامُ فِدْيَةٌ يُطِيْقُوْنَهُ وَعَلَىالَّذِيْنَ :فِىالْمُقَدِّمَةُ الْمُتَقَدِّمَةِ لِلْاَيَةِ
فِىكُلِّ يُفْطِرَوَيُطْعِمَ الْكَبِيْرِأَنْ لِلشَّيْخِ رُخِّصَ :قَالَ هُ أَنَّهُ وَصَحَّحَا عَبَّاسٍ ابْنِ عَنِ وَالْحَاكِمُ
فِدْيَةٌ يُطِيْقُوْنَهُ وَعَلَىالَّذِيْنَ :يَقْرَأُ عَبَّاسٍ ابْنَ عَطَاءٍسَمِعَ وَلِحَدِيْثِ .وَلاَقَضَاءَعَلَيْهِ مِسْكِيْنًا يَوْمٍ
أَنْ لاَيَسْتَطِيْعَانِ الْكَبِيْرَةِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيْرِ لِلشَّيْحِ بِمَنْسُوْخَةٍ لَيْسَتْ : عَبَّاسٍ ابْنُ قَالَ ، مِسْكِيْنٍ طَعَامُ
(الْبُخُارِيُّ رَوَاهُ) مِسْكِيْنًا يَوْمٍ كُلِّ مَكاَنَ يَصُوْمَافَيُطْعِمَانِ
Artinya: “ Dan menurut hadits yang diriwayatkan dan dishahihkan oleh Daraquthni dan Hakim dai Ibnu Abbas bahwa ia berkata: “Dibolehkan bagi orang yang telah tua renta tidak berpuasa, dengan ganti memberi makanan kepada seorang miskin setiasp harinya serta tidak usah berqadla. Dan juga menilik hadits Atha yang mendengar Ibnu Abbas membaca ayat al-Qur’an sebagaimana tersebut dalam pendahuluan (QS Al-Baqarah: 183): “Dan mereka yang memaksa-maksa diri (boleh tidak berpuasa), maka berfidyahlah dengan memberi makan kepada orang miskin”. Lalu Ibnu Abbas berkata. “Ayat ini tidak mansukh (terhaspu hukumnya), ayat ini untuk laki-laki dan wanita tua renta yang tak kuat berpuasa, dan masing-masing memberi makan kepada seorang miskin untuk ganti tiap-tiap hariya””. (HR. Bukhari)
            Hadits Anas;
وَضَعَ وَجَلَّ عَزَّ اِنَّاللَّهَ :قَالَ  عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَِ أَنَّ الْكَعْبِىِّ مَالِكٍ بْنِ اَنَسِ لِحَدِيْثِ
(الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) الصَّوْمَ وَالْمُرْضِعِ الْحُبْلَى وَعَنِ وَشَطْرَالصَّلاَةِ الْمُسَافِرِالصَّوْمَ عَنِ
Artinya: “Menurut hadits Anas bin Malik Ka’bi, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Tuhan Allah Yang Maha Besar dan Mulia telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang berpergian, serta membebaskan puasa dari orang yang hamil dan menyusui””. (HR. Lima ahli hadits)
            Hadits Ibnu Abbas;
وَلاَقَضَاءَعَلَيْكَ الْفِدَاءُ فَعَلَيْكِ يُطِيْقُهُ الَّذِى بِمَنْزِلَةِ أَنْتَ :حُبْلَى وَلَدٍلَهُ لِاُمِّ يَقُوْلُ عَبَّاسٍ ابْنُ وَكاَنَ
لِلْحُبْلَى أُثْبِتَ :قَالَ أَنَّهُ عَبَّاسٍ ابْنِ دَاوُدَعَنِ أَبُوْ وَأَخْرَجَ (الدَّارَقُطْنِىُّ وَصَحَّحَه الْبَزَّارُ رَوَاهُ)
مِسْكِيْنًا يَوْمٍ وَيُطْعِمًاكُلَّ يُفْطِرَا أَنْ وَالْمُرْضِعِ
Artinya: “Dan Ibnu Abbas berkata kepada jariahnya yang hamil: Engkau termasuk orang yang berkeberatan berpuasa, maka engkau hanya wajib berfidyah dan tidak usah mengganti puasa”. (HR. Daraquthni). Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abbas bahawa ia berkata: “Ditetapkan bagi orang yang mengandung dan menyusui untuk berbuka (tidak berpuasa) dna sebagai gantinya memberi makan kepada orang miskin setiap harinya”.

  1. Pembatalan Puasa
Puasa adalah ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan dengan persyaratan tertentu. bila syarat itu tidak terpenuhi atau aturan itu dilanggar maka puasa seseorang dinyatakan batal. Hal-hal yang membatalkan puasa menurut Tarjihd alam HPT ialah, makan, minum dan mengumpuli istri atau bersetubuh.
Dasar penetapan demikian ialah surat al-Baqarah ayat 185, hadits Samurah bin Jundub dan hadits Abu Hurairah serta hadits Ali.
Surat al-Baqarah ayat 185;

Artinya: “” (QS. Al-Baqarah: 185)
            Hadits Sumarah bin Jundub;
سَحُوْرِكُمْ مِنْ لاَيَمْنَعَنَّكُمْ   عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ : قَالَ جُنْدُوْبٍ بْنِ سَمُرَةَ وَلِحَدِيْثِ
(وَالتِّرْمِذِىُّ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) . الْمُسْتَطِيْرَفِىالاُفُقِ الْفَجْرَ وَلَكِنَّ الْمُسْتَطِيْلُ وَلاَالْفَجْرُ بِلاَلٍ أَذَانُ
Artinya: “Dan menilik hadits Samurah bin Jundub menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu sekali-kali mencegah kamu dan sahurmu, azan Bilal dan fajar yang memanjang, akan tetapi fajar yang melintang pada cakrawala””. (HR. Mulsim, Ahmad dan Tirmidzi sedang lafal hadits dari Ahmad dan Tirmidzi).
            Selanjutnya dalam hal batal puasa karena bersetubuh, Tarjih selanjutnya menyatakan: “Dan jangan pula mengumpuli istrimu: bila kamu mengumpulinya (bersetubuh), maka berkifaratlah dengan memerdekakan hamba-sahaya. Bila tidak dapat, maka berpuasalah dua bulan berturut-turut, bila tidak dapat juga maka berikanlah makan enampuluh orang miskin, tiap-tiap orang satu mud, dan puasalah sehari sebagai ganti puasa yang batal”, sebagaimana hadits Abu Hurairah berikut;
فَقَالَ رَجُلٌ إِذْجَاءَهُ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ عِنْدَ جُلُوْسٌ بَيْنَمَانَحْنُ :قَالَ أَبِىهُرَيّرَةَ لِحَدِيْثِ
فَقَالَ . وَاَنَاصَائِمٌ فِىرَمَضَانَ عَلَىامْرَأَتِى وَقَعْتُ :قَالَ ؟ مَالَكَ :قَالَ . ،هَلَكْتُ  اللَّهِ رَسُوْلَ يَا :
تَصُوْمَ أَنْ تَسْتَطِيْعُ فَهَلْ : لاَ،قَالَ قَالَ ؟ تُعْتِقُهَا تَجِدُرَقَبَةً هَلْ : عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ
فَبَيْنَمَانَحْنُ عِنْدَالنَّبِيِّ فَمَكَثَ :لاَ،قَالَ ؟ مِسْكِيْنًا سِتِّيْنَ تَجِدُأِطْعَمَ فَهَلْ : لاَ،قَالَ ؟ مُتَتَابِعَيْنِ شَخْرَيْنِ
: اَنَا،قَالَ :فَقَالَ ؟ السَّائِلُ أَيْنَ :قَالَالْمِكْتَلُ وَالْعَرَقُ- تَمْرٌ فِيْهِ بِعَرَقٍ اُتِىَالنَّبِىُّ عَلَىذَلِكَ
لاَبَتَيْهَا مَابَيْنَ فَوَاللَّهِ ؟ اللَّهِ رَسُوْلَ يَا أَعَلَىاَفْقَرَمِنِّى : الرَّجُلُ لَهُ فَقَالَ . بِهِ خُذْهَذَافَتَصَدَّقْ
حَتَّىبَدَتْ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ الّنَبِيُّ فَضَحِكَ . بَيْتِي اَهْلِ مِنْ أَفْقَرُ بَيْتٍ أَهْلُ -يُرِيْدُالْحَرَّتَيْنِ-
(الْبُخُارِيُّ رَوَاهُ) اَهْلَكَ أَطْعِمْهُ :قَالَ ثُمَّ أَنْيَابُهُ
Artinya: “Mengingat hadits Abu Hurairah, katanya: ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi saw. tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang lalu katanya: Hai Rasulullah saw.! Celakalah Aku!. Sahut beliau: Mengapa engkau? Katanya: Saya mengumpuli istriku dalam Ramadhan ini sedang saya berpuasa.
Maka sabda Rasulullah saw. : Adakah padamu budak sahaya yang dapat engkau merdekakan? Jawabnya: Tidak. Nabi berkata: Dapatkah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut? Jawabnya: tidak. Nabi berkata: dapatkah engkau memberi makan orang miskin? Jawabnya: Tidak!.
Berkata Abu Hurairah bahwa lelaki itu tetap diam di hadapan Nabi saw.maka tengah kami demikian itu, kebetulan ada yang memberi sekeranjang kurma takaran lalu Nabi bertanya: dimanakah penanya tadi? Orang itu menyahut: Sayalah. Maka sabda beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah.
Kata orang itu: apakah saya sedekahkan kepada orang yang lebih miskin dari saya hai Rasulullah saw.! demi Allah, tidak adalah diantara kedua benteng (kedua bukit hitam) kota Madinah ini, ada ahli rumah yang lebih miskin daripada ahli rumah saya. Maka tertawalah nabi saw. hingga nampak gigi tarinngya, kemudian bersabda: “Berikanlah makanan itu kepada ahlimu””. (HR. Bukhari).
Hadits Ali;
مَاجَهْ وَلاِبْنِ . مُدٌّ مِسْكِيْنٍ مِسْكِيْنًالِكُلِّ سِتِّيْنَ يُطْعِمُ :عَلِىٍّبلِفْظٍ عَنْ الدَّارَقُطْنِىِّ وَعِنْدَ
يَوْمًامَكاَنَهُ وَصُمْ : وَاَبُوْدَاوُدفِىرِوَايَةٍ
Artinya: “Hadits yang demikian pada Daraquthni dari Ali ra. dengan lafal: “Memberi makan 60 orang miskin bagi tiap-tiap orang satu mud. Dan pada Ibnu Majah dan Abu Dawud dalam riwayat lain menyebutkan: “Dan puasalah sehairi sebagai gantinya”.
  1. Qadla dan Penggantian Puasa
Qadla puasa ialah puasa yang dilakukan untuk mengganti puasa dalam bulan Ramadhan yang ditinggalkan. Berbeda dalam hal perbedaan pendapat berbagai kalangan umat mengenai dalam shalat, perbedaan qadla puasa tidak begitu rumit.
Mengenai qadla puasa, orang yang tidak puasa karena makan-minum dan bersetubuh harus mengganti pada hari yang lain, kecuali karena lupa. Tarjih dalam HPT menyatakan: “Bila kamu melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti yang tersebut diatas, maka gantilah pada hari lainnya, kecuali kalau kamu kelupaan”.
Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah dan riwayat Daraquthni berikut ini;
وَهُوَصَائِمٌ نَسِىَ مَنْ : عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) وَسَقَاهُ أَطْعَمَهُ فَاِنَّمَااللَّهُ صَوْمَهُ فَلْيُتِمَّ وَشَرِبَ فَأَكَلَ
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa lupa ia sedang berpuasa lalu makan dan minum, maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Tuhanlah yang memberi makan dan minum itu kepadanya””. (HR. Jama’ah dari ahli hadits).
إِلَيْهِ اللَّهُ سَاقَهُ هُوَرِزْقٌ فَاِنَّمَا نَاسِيًا نَاسِيًاأَوْشَرِبَ الصَّائِمُ إِذَاأَكَلَ :بِلَفْظِ الدَّارَقُطْنِىُّ رَوَاهُ وَلِمَا
(صَحِيْحٌ إِسْنَادُهُ :وَقَالَ) وَلاقَضَاءَعَلَيْهِ
Artinya: “Dan menurut yang diriwayatkan oleh Daraquthi dengan lafal “Apabila berpuasa lalu makan dan minum karena luupa, maka sesungguhnya itulah rizki yang diberikan Allah kepadanya dan tidaklah ia berkewajiban mengqadla (mengganti)””. (Kata Daraquthni hadits ini shahih).
            Qadla puasa untuk orang yang meninggal. Tarjih dalam HPT mengatakan; “apabila ada diantara orang yang dalam perwalianmu mati sedang berhutang puasa, maka puasalah untuknya”. Dasarnya ialah hadits Aisyah sebagai berikut:

عَنْهُ صَامَ صِيَامٌ وَعَلَيْهِ مَاتَ مَنْ :قَالَ   عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
نَذْرٍ وَعَلَيهَاصَوْمٌ أُمِّىمَاتَتْ إِنَّ ، اللَّهِ يَارَسُوَْلَ : امْرأَةًَ قَالَتْ أَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحََدِيْثِ . وَلِيُّهُ
:قَالَتْ ؟ عَنْهَا يُؤَدِّىذَلِكَ أَكاَنَ فَقَضَيْتِهِ دَيْنٌ عَلَىأُمِكِّ لَوْكاَنَ أَفَرَأَيْتِ :فَقَالَ ؟ عَنْهَا أَفَأَصُوْمُ
(الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) أُمِّكِ عَنْ صُوْمِى :فَقَالَ ، نَعَمْ
Artinya: “Menilik hadits Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa meninggal dunia padahal pa berhutang puasa, maka walinya berpuasa untuknya”. Dan lagi hadits Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan berkata: “Hai Rasulullah saw. sungguh ibuku telah meninggal dunia padahal ia berhutang puasa nadzar, apakah saya berpuasa menggantikannya?”. Jawabnya: “Bagaimana pendapatmu, seumpama ibumu berhutang lalu engkau membayarinya, adakah itu dapat melunasi hutanngya?” jawabnya: “Ya!” maka sabda beliau: “Puasalah untuk ibumu””. (HR. Jama’ah Ahli Hadits).
  1. Pantangan dalam berpuasa
Selama seseorang menjalani puasa ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari atau tidak dikerjakan. Hal yang perlu dihindari itu ialah dusta, jahil, berkata kotor, berbantah, berkumur keras, memasukkan air ke hidung dan mencium istri. Sumber dalil yang dipakai Tarjih untuk itu sebagaimana dalam HPT ialah dua buah hadits dari Abu Hurairah, hadits Laqith bin Shaburah, hadits riwayat Daulabi dan Hadits Aisyah.
Hadits Abu Hurairah (1);
الزُّوْرِ قَوْلَ يَدَعْ لَمْ مَنْ :عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(لِأَبِىدَاوُدَ وَاللَّفْظِ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) وَشَرَابَهُ طَعَامَهُ يَدَعَ فِىاَنْ حَاجَةٌ لِلَّهِ فَلَيْسَ وَالْجَهْلَ بِهِ وَالْعَمَلَ
Artinya: “Menilik hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa tidak suka suka menghentikan perkataan dan perbuatan dusta dan perbuatan pandir, maka bagi Allah tiada gunanya ia meninggalkan makan dan minum””. (HR. Jama’ah Ahli hadits dann lafal haditsnya dari Abu Dawud).
            Hadits Abu Hurairah (2);
فَلاَيَرْقُثْ أَحَدِكُمْ صَوْمِ يَوْمُ إِذَاكاَنَ :قَالَ   عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ أَيضًا لِحَدِيْثِهِ
الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ اَلْحَدِيْثَ) إِنِّىامْرُؤٌصَائِمٌ :فَلْيقُلْ قَاتَلَهُ أَحَدٌاَوْ شَاتَمَهُ فَاِنْ ، يَوْمَئِدٍوَلاَيَصْخَبْ
(وَمُسْلِمٌ
Artinya: “Menilik hadits Abu Hurairah pula bahwa Nabi saw. bersabda: “pada hari puasa seorang dari padamu, maka janganlah berkata kotor pada hari itu dan jangan berkata gaduh. Dan apabila ada orang mengajak berbantah atau bermusuhan hendaklah ia berkata: “Saya sedang berpuasa . . .” dan seterusnya hadits””. (HR. Bukhari Muslim)
            Hadits Laqith bin Shaburah
الْوُضُوْءَ أَسْبِغِ :قَالَ . الْوُضُوْءِ عَنِ أَخْبِرْنِى ، اللَّهِ يَارَسُوْلَ :قُلْتُ :قَالَ صَبُرَةَ بْنِ لَقِيْطِ لِحَدِيْثِ
(التِّرْمِذِىُّ وَصَحَّحَهُ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) صَائِمًا تَكُوْنَ إِلاَّأَنْ الاِسْتِنْشَاقِ فِى وَبَالِغْ الأَصَابِعِ بَيْنَ وَخَلِّلْ
Artinya: “Menurut hadits Laqith bin Shaburah, katanya: “Hai Rasulullah saw., terangkanlah kepadaku perihal wudlu!” Sabda beliau: “Ratakanlah air wudlu dan sela-selailah jari-jarimu dan keraskanlah dalam menghisap air di hidung, kecuali kalau engkau sedang berpuasa”. (HR. Lima Ahli hadits dan dishahihkan oleh Tirmidzi).
            Hadits riwayat Daulabi;
وَالاِسْتِنْشَانِ فِىالْمَضْمَضَةِ فَبَالِغْ إِذَاتَوَضَّأْتَ :إِسْنَادَهَا الْقَطَّانِ ابْنُ وَصَحَّحَ الدَّوْلاَبِىِّ وَفِىرِوَايَةِ
صَائِمً تَكُنْ مَالَمْ
Artinya: “Dan menurut riwayat Daulabi yang sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Qaththan: “Bilamana kamu berwudlu, maka keraskanlah dalam berkumur dan menghisap air di hidung, selagi kamu tidak berpuasa””.
            Hadits Aisyah;
وَهُوَصَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَصَائِمٌ يُقَبِّلُ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَتْ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(اِلاَّالنَّسَائِىَّ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) لِاِرْبِهِ أَمْلَكَهُمْ كاَنَ وَلَكِنَّهُ
Artinya: “Mengingat hadits siti Aisyah, katanya: “Rasulullah saw. pernah mencium (saya) sedang beliau berpuasa dan bersentuhan sedang beliau berpuasa juga, akan tetapi beliau itu kuat menahan nafsunya””. (HR. Jama’ah ahli hadits selain Nasai)
  1. Sikat Gigi dan Mandi dalam Puasa
Seseorang yang berada dalam keadaan puasa diperbolehkan menggosok gigi, dan mandi karena kepanasan. Dalam hal ini Tarjih menyatakan: “Tidak mengapa kamu menggosok gigi dan mandi karena kepanasan”. Dasarnya ialah hadits Amir bin Rabi’ah dan hadits Abu Bakar Bin Abdurrahman berikut ini.
مَالاَأَحْصِى وَهُوَصَائِمٌ يَسْتَاكَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ رَاَيْتُ :قَالَ رَبِيْعَةَ عَامِرِبْنِ لِحَدِيْثِ
(التِّرْمِذِىُّ وَ وَاَبُوْدَاوُدَ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) أَوْأَعُدُّ
Artinya: “Menurut hadits Amir bin Rabi’ah katanya: “Saya melihat Rasulullah saw. menggosok gigi yang tak dapat kubilang atau kuhitung sedang beliau berpuasa” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi)
رَاَيْتُ :قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ أَصْحَابِ مِنْ رَجُلٍ عَنْ عَبْدِالرَّحْمَانِ اَبِىبَكْرِبْنِ لِحَدِيْثِ
(أَحْمَدُوَاَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) وَهُوَصَائِمٌ الْحَرِّ مِنَ رَأْسِهِ الْمَاءَعَلَى يَصُبُّ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ
Artinya: “Karena hadits dari Abu Bakar bin Abdurrahman dari seorang sahabat nabi saw. menuangkan air diatas kepalanya karena kepanasan, sedang beliau itu berpuasa”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
  1. Sahur dan Buka Puasa
a.                   Ta’hir makan sahur. Jika seseorang hendak melakukan puasa, dianjurkan untuk sahur pada beberapa saat menjelang fajar. Dasarnya ialah hadits Anas dan Hadits Zaid bin Tsabit di bawah ini.
رَوَاهُ) بَرَكَةً فِىالسَّحُوْرِ تَسَحَّرُوْافَاِنَّ : قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ أَنَسِ لِحَدِيْثِ
(الْجَمَاعَةُ
Artinya: “Menurut hadits Anas bahwa Nabi saw. bersabda: “Makan sahurlah kamu, karena dalam sahur itu berkah””. (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
فِىالصَّلاَةِ وَدُخُوْلِهِ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ تَسَحُّرِهِ بَيْنَ كاَنَ أَنَّهُ عِنْدَالشَّيْخَيْنِ ثَابِتٍ زَيْدِبْنِ لِحَدِيْثِ
عِنْدَالْبُخَارِىِّبِنَحْوِهِ أَنَسِ وَلِحَدِيْثِ . اَيَةً خَمْسِيْنَ ارَّجُلُ مَايَقْرَأُ قَدْرُ

Artinya: “Mengingat hadits Zaid Bin Tsabit dalam kitab Bukhari dan Muslim, bahwa antar sahur Nabi saw. dengan shalat subuhnya adalah sekedar membaca 50 ayat. Begitu juga hadits Anas dalam kitab Bukhari yang serupa dengan itu”.
b. Ta’jil (segera) buka puasa. Walaupun seseorang merasa masih terlalu kuat untuk meneruskan puasa ketika waktu berbuka puasa sudah tiba, Islam menmganjurkan untuk bersegera (ta’jil) berrbukan dengan makan kurma atau minum air. Tarjih menyatakan: “Bila terbenam matahari, maka cepat-cepatlah berbukan dengan makan kurma, dan bila tidak ada minumlah air”.
            Dasar penyimpulan Tarjih tersebut ialah hadits Sahl bin Sa’ad, hadits Sulaiman bin Amir bin Adldlabbi berikut;


مَاعَجَّلُوْالْفِطْرَ بِخَيْرٍ النَّاسُ لاَيَزَالُ : قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلَّمَ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ سَعْدٍ بْنِ سَهْلِِِ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ)
Artinya: “Menilik hadits Sahl bin Sa’d bahwa Nabi saw. bersabda: “Orang akan tetap baik selagi mereka cepat-cepat berbuka””. (HR. Bukhari dan Muslim atau Mutafaq alaih)
أَحَدُكُمْ إِذَاأَفْطَرَ : قَالَ  عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ عَامِرٍالضَّبِىِّ بْنِ سُلَيْمَانَ لِحَدِيْثِ
خُزَيْمَةَ ابْنُ وَصَحَّحَهُ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) طَهُوْرٌ فَاِنَّهُ عَلَىمَاءٍ فَلْيُفْطِرْ يَجِدْ لَمْ فَإِنْ ، عَلَىتَمْرٍ فَلْيُفْطِرْ
(وَالْحَاكِمُ حِبَّانَ وَابْنُ
Artinya: “Menurut hadits Sulaiman bin Amir Adldlabbi bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bila seseorang daripadamu hendak berbuka, maka berbukalah dengan kurma, bila tidak ada berbukalah dengan air, karena air itu suci””. (HR. Lima ahli hadits serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim).
c.  Do’a Buka Puasa. Ketika berbuka dianjurkan untuk membaca do’a. Tarjih menyatakan; “dan berdoa’alah sesudah itu: “Dzahabadh dhama’u wabtallatil ‘uru-qu wa tsabatal ajru Insya Allah””. Artinya: “Semoga haus ini lenyap, urat-urat segar dan teatp berpahala, insya Allah!”.
            Dasarnya ialah hadits Ibnu Umar berikut;
الظَّمَأُ ذَهَبَ :قَالَ اِذَاأَفْطَرَ عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَ  عُمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) شَآءَاللَّهُ الاَجْرُاِنْ وَثَبَتَ الْعُرُوْقُ وَابْتَلَّتِ
Artinya: “Menurut hadits Ibnu Umar katanya: “Adalah Rasulullah saw. apabila berbuka puasa, berdo’a: “Dzahabadh dhaman’u wabtallatil ‘uru-qu wa tsabatal ajru Insya Allah””. (HR. Abu Dawud)
  1. Amalan Utama Puasa
            Selama bulan puasa banyak sekali amalan yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. Berbagai amalan yang disunnahkan itu sebagaimana yang dituntunkan Tarjih dalam HPT akan diuraikan di bawah ini.
صَدَقَةُ :قَالَ ؟ أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَيُّ : عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ سُئِلَ :قَالَ أَنَسٍ لِحَدِيْثِ
(التِّرْمِذِىُّ رَوَاهُ) رَمَضَانَ 
Artinya: “Menilik hadits Anas, katanya:  Rasulullah saw. ditanya: “Sedekah manakah yang terutama? Jawabnya: “Sedekah bulan Ramadhan”. (HR. Tirmidzi)
أَجْوَدَمَايَكُوْنُ وَكاَنَ أَجْوَدَالنَّاسِ عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ : قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَلَ الْقُرْأَنَ فَيُدَارِسُهُ رَمَضَانَ مِنْ لَيْلَةٍ فِىكُلِّ جَبْرِيْلُ يَلْقَهُ حِيْنَ فِىرَمَضَانَ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْمُرْسَلَةِ الرِّيْحِ مِنَ بِالْخَيْرِ أَجْوَدُ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ حِيْنَ عَلَيْهِ وَالسَلمَّ
Artinya: “Dan hadits Ibnu Abbas katanya: Adalah Rasulullah saw. orang yang paling murah hatinya, lebih-lebih pada waktu bulan Ramadhan, ketika dijumpai oleh Malaikat Jibril pada tiap-tiap malamnya, maka ia mengajaknya menderas al-Qur’an. maka Rasulullah saw. ketika berjumpa dennga Jibril itu adalah yang lebih pemurah akan hartanya (disedekahkannya) daripada angin yang ditiupkan”. (HR. Bukhari dan Muslim).
a.       Sedekah dan membaca al-Qur’an. banyak pendapat mengenai amalan apa saja yang diutamakan dikerjakan selama bulan puasa. Dalam hal ini Tarjih sebagaimana HPT menyatakan: “Bila sudah masuk bulan Ramadhan, amka perbanyaklah sedekah dan menderas al-Qur’an”. Dasarnya ialah hadits Anas dan hadits Ibnu Abbas berikut;
b.      Shalat Tarawih. Dalam HPT Tarjih menyatakan: “Dan sembahyanglah Tarawih (shalat malam) sebelas raka’at”. dasarnya ialah beberapa haidits di bawah ini.
Hadits Abu Hurairah;
يُرَغِّبُهُمْ : عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَ أَبِىهُرَيْرَةَ عَنْ لشَّيْخَانِ رَوَاهُ لِحَدِيْث
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَتُوُفِّىَ . ذَنْبِهِ مِنْ مَاتَقَدَّمَ مَاتَقَدَّمََ لَهُ وَاحْتِسَابًاغُفِرَ إِيْمَانًا رَمَضَانَ فِىقِيَامِ
عُمَرَ خِلاَفَةِ  وَصَدْرًامِنْ أَبِىبَكْرٍ فِىخِلافَةٍ عَلاَذَلِكَ الأَمْرُ كاَنَ ثُمَّ وَالاَمْرُعَلَىذَلِكَ  عَلَيْهِ وَالسَلمَّ
وَلاَفِىغَيْرِهِ فِىرَمَضَانَ يَزِيْدُ  عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ مَا :قَالَتْ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
يُصَلِّىثَلاَثًا ثُمَّ ، وَطُوْلِهِنَّ حُسْنِهِنَّ عَنْ فَلاَتَسْأَلْ يُصْلِّىأَرْبَعًا رَكْعَةً إِحْدَىعَشَرَةَ عَلَى
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ
Artinya: “Menilik hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, katanya: “Adakah Rasulullah saw. mengembirakan mereka berjaga (melakukan ibadah) pada maam bulan Ramadhan tetapi tidak mewajibkan, sebagaimana sabdanya: “Barangsiapa yang berjaga (melakukan ibadah) pada amlam bulan Ramadhan (tarawih) karena iman dan mengharapkan pahala, ia akan diampuni dosanya yang telah lalu”. Demikianlah tetap berlaku sepeninggal Rasulullah saw.. Begitu juga pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakara ra. dam pada permulaan pemerintahan Khalifah Umar ra. Dan menilik hadits Aisyah ra’ berkata: “Tidaklah Rasulullah saw. melebihi pada Ramadhan maupun selain Ramadhan, daripada sebelas raka’at yang dilakukan shalatnya itu empat raka’at jangan engkau tanyakan tentang betapa bagus dan lamanya, lalu dilakukannya empat raka’at pula, jangan engkau tanyakan betapa bagus dan lamanya, kemudian dilakukan tiga raka’at””. (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadits Ibnu Umar;
مَثْنَىمَثْنَى وَالنَّهَارِ اللَّيْلِ صَلاَةُ : عَلَيْهِ وَالسَلمَّ َ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(السُّنَنِ أَصْحَابُ أَخْرَجَهُ)
Artinya: “Dan lagi menilik hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Shalat amlam maupun siang itu dua-dua raka’at. (HR. Ashabus Sunan (Abu Dawud Nasai: Tirmidzi, Ibnu Majah, Daraqutni dan Darimi))””.
c.       I’tikaf. Tarjih menyatakan sebagaimana dalam buku HPT mengenai I’tikaf “serta beri’tikaflah pada sepuluh hari yang terakhir”. Dasarnya ialah hadits Ibnu Umar berikut;
الاَوَاخِرِمِنْ فِىالْعَشْرِ يَعْتَكِفُ  عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ: عُمَرَقَالَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفقٌ) رَمَضَانَ 
Artinya: “Mengingat hadits Ibnu Umar katanya: “Adalah Rasulullah saw. itu beri’tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan dari bulan Ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim)””
 
ZAKAT

  1. Perintah Zakat
Zakat merupakan salah satu ibadah yang secara langsung ditujukan kepada orang lain. Ragam zakat banyak sekali bahkan akhir-akhir ini muncul gagasan mengenai zakat gaji, bunga tabungan, bunga deposito dan berbagai hasil produksi jasa lainnya.
Berikut ini akan dikemukakan tuntunan zakat menurut Tarjih sebagaimana dalam HPT, uraian mengenai masalah ini akan dinukilkan kembali secara bebas di bawah ini.
Beberapa ayat dan hadits yang memberitakan mengenai perintah dan pelaksanaan zakat antara lain adalah sebagaimana kutipan berikut;
Surat al-Ahzab ayat 36;
Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
            Surat al-Bayyinah ayat 5;
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
            Surat al-Mu’minun ayat 1-4;
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat. ” (QS. Al-Mu’minun: 1-4)
            Surat Ar-Rum ayat 39;
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum: 39)

            Surat Al-Baqarah ayat 267;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)
            Hadits Ibnu Umar dalam Shahih Bukhari;
اِلاَّاللَّهُ لاَاِلَهَ أَنْ شَهَادَةِ :عَلَىخَمْسٍ بُنِىَالاِسْلاَمُ : عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ
عَنِ) رَمَضَانَ وَصَوْمِ ، وَالْحَجِّ ، وَإِيْتَاءِالزَّكاَةِ ، الصَّلاَةِ وَإِقَامِ ، اللَّهِ مُحَمَّدًارَسُوْلُ وَاَنَّ
(الْبُخَارِىِّ صَحِيْحِ فِى عُمَرَنَصٌ ابْنِ
Artinya: “Bersabda Rasulullah: “Agama Islam itu didirikan diatas perkara: 1. Mengucapkan persaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa NBI Muhammad itu adalah utusan Allah, 2. Mendirikan shalat, 3. Memberikan zakat, 4. Berhaji dan 5. Berpuasa Ramadhan””. (HR. Ibnu Umar dalam kitab Sahih Bukhari)
a.                  Zakat Fithrah. Zakat, dibedakan antara zakat fithrah dan zakat mal atau zakat harta; (termasuk) didalamnya zakat tanaman, hewan-ternak, emas dalam hal zakat fitrah ini, Tarjih dalam HPT menyatakan; “Apabila terbenam matahari pada akhir Ramadhan, sedang kamu berkepalang rizki, maka keluarkanlah zakat fitrah sebanyak satui sha atau 2,5 kg dari bahan makananmu sebelum shalat ‘Id untuk membersihkan puasamu dan untuk makanan orang-orang miskin”.
            Dasar kesimpulan diatas ialah hadits Ibnu Umar, surat at-Thalaq ayat 7, hadits Abu Sa’id Khudri dan hadits Ibnu Abbas sebagaimana kutipan berikut ini.
            Hadits Ibnu Umar;
عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَرَضَ :وَغَيْرِهِمَاقَالَ فِىالصَّحِحَيْنِ عُمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
وَالذَّكَرِوَالاُنْثَى عَلَىالْعَبْدِوَالْحُرِّ شَعِيْرٍ مِنْ تَمْرٍأَوْصَاعًا صَاعًا رَمَضَانَ الْفِطْرِمِنْ زَكاَةَ
اِلاَالصَّلاَةِ النَّاسِ خُرُوْجِ قَبْلَ تُؤَدَّى وَاَمَرَبِهَاأَنْ ، الْمُسْلِمِيْنَ وَالْكَبِيْرِمِنَ وَالصَّغِيْرِ
Artinya: “Menilik hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat Fitrah sesudah Ramadhan sebanyak sat sha’ kurma atau gandum, atas budak, orang merdeka, laki-laki, wanita baik kecil maupun besar dari golongan Islam. Dan beliau menyuruh membagikannya sebelum orang-orang pergi shalat ‘id”.
            Surat at-Thalaq ayat 7;
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Thalaq: 7)
            Hadits Abu Sa’id Khudri;
أَوْصَاعًا طَعَامٍ مِنْ  الْفِطْرِ زَكاَةَالْفِطْرِصَاعًا كُنَّانُخْرِجُ :يَقُوْلُ الْخُدْرِىِ اَبِىسَعِيْدٍ وَلِحَدِيْثِ
(الْبُخَارِىِّ رَوَاهُ) زَبِيْبٍ مِنْ أَوْصَاعًا أَقِطٍ مِنْ أَوْصَاعًا تَمْرٍ مِنْ أَوْصَاعًا شَعِيْرٍ مِنْ
Artinya: “Dan menilik hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Khudri, berkata: “Adalah kita mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ daripada makanan pokok atau satu sha’ daripada gandum atau satu sha’ daripada kurma atau satu sha’ daripada kismis””. (HR. Bukhari).
            Hadits Ibnu Abbas;
الْفِطْرِطُهْرَةً زَكاَةَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَرَضَ :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
وَمَنْ ، مَقْبُوْلَةٌ فَهِىَزَكاَةٌ الصَّلاَةِ أَدَّهَاقَبْلَ مَنْ ، لِلْمَسَكِيْنِ وَطُعْمَةً اللَّغْوِوَالرَّفَثِ مِنَ لِلصَّائِمِ
:وَقَالَ وَالْحَاكِمُ مَاجَهْ أَبُوْدَاوُدَوَابْنُ رَوَاهُ) الصَّدَقَاتِ مِنَ فَهِىَصَدَقَةٌ بَعْدَالصَّلاَةِ أَدَّهَا
(مَجْرُوْحٌ فِيْهِمْ لَيْسَ هَدَالْحَدِيْثِ رُوَاةُ : الدَّارَقُطْنِىُّ وَقَالَ ، الْبُخَارِىِّ عَلَىشَرْطِ صَحِيْحٌ
Artinya: “Dan menilik hadits dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan busuk serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Maka siapa yang melakukannya sebelum shalat Ied, itulah zakat yang diterima (maqbul), sedang yang melakukannya sesudah shalat yaitu sekedar sedekah.”” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Hakim dengan peringatan hadits ini shahih menurut syarat Bukhari. Dan Daraquthni berkata bahwa diantara perawi hadits ini tidak seorangpun yang tercela).
b. Zakat tanaman. Tarjih menyatakan: “Apabila hasil tanamanmu telah sampai nisab, yaitu 5 wasaq (sekitar 7,5 Kuintal), maka keluarkanlah zakatnya, yaitu sepersepuluhnya (10%), kecuali tanaman yang diairi dengan sarana pengairan, maka zakatnya dikenakan seperduapuluhnya (5%).
            Ketentuan demikian didasarkan pada hadits Abu Sa’id Khudri dan Hadits riwayat Bukhari, Ahmad dan Ahli Sunnah sebagai dalam HPT tersebut dalam kutipan berikut ini.
لَيْسَ : قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ الْخُدْرِىِّأَنَّ أَبِىسَعِيْدٍ حَدِيْثِ مِنْ مُسْلِمٌ لِمَارَوَاهُ
(اَلْحَدِيْثَ) أَوْسُقٍ خَمْسَةَ حَتَّىيَبْلُغَ وَلاَتَمْرٍصَدَقَةٌ فِىحَبٍّ
Artinya: “Menilik hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Sa’id Khudri, bahwa nabi saw. bersabda: “Tidaklah dikenakan zakat atas biji kurma, sehingga sampai 5 wasaq . . . seterusnya hadits””.
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ اَنَّ عُمَرَ ابْنِ حَدِيْثِ مِنْ السُّنَنِ وَاَحْمَدُوَاَهْلُ الْبُخَارِىُّ لِمَاأَخْرَجَهُ
سُقِىَبِالنَّضْحِ وَفِيْمَا ، عَثَرِيًّاالْعُشّرُ أَوْكاَنَ وَالْعُيُوْنُ السَّمَاءُ فِيْمَاسَقَتِ : قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ
الْعُشُرِ نِصْفُ
Artinya: “Menilik hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad serta ahli sunah dari Ibnu Umar menerangkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Pada tanaman yang tersiram hujan dari langit dan dari mata air atau yang digenangi air selokan, dikenakan zakatnya sepersepuluhnya, sedagn bagi tanaman yang disiram dengan sarana pengairan, seperduapuluhnya””.
c. Zakat hewan, Tarjih dalam HPT menyatakan: “Apabila kamu mempunyai hewan ternak, yakni unta, kambing atau sapi jumlahnya sampai kepada nisabnya, yaitu: 5 ekor unta, 40 ekor kambing, atau 30 ekor sapi, sedagn telah setahun menjadi kepunyaanmu”.
            Dalil yang dijadikan sumber pengambilan rumusan demikian ialah hadits Abu Dawud riwayat Thabarani berikut;
طَعْمَ فَقَدْطَعِمَ فَعَلَهُنَّ مَنْ ثَلاَثٌ : عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ قَالَ فِىسُنَنِهِ أَبُوْدَاوُدَ لِمَاذَكَرَهُ
رَافِدَةً بِهَانَفْسُهُ طَيِّبَةً مَالِهِ وَأَعْطَىزَكاَةَ ، اِلاَّاللَّهُ لاَإِلَهَ وَاَنَّهُ وَحْدَهُ عَبْدَاللَّهَ مَنْ : الاِيْمَانِ
وَسَطِ مِنْ وَلَكِنْ اللَّئِيْمَةَ وَلاَالشَّرَطَ وَلاَالْمَرِيْضَةَ وَلاَالدَّرِنَةَ وَلاَيُعْطِىْالْهَرِمَةَ عَامٍ كُلَّ عَلَيْهِ
(بِاِسْنَادٍجَيِّدٍ الطَّبَرَانِىُّ اَخْرَجَهُ) شَرَّهُ يَأْمُرُكُمْ وَلَمْ خَيْرَهُ يَسْأَلْكُمْ لَمْ اللَّهَ فَاِنَّ ، أَمْوَالِكُمْ
Artinya: “Menilik hadts yang diterangkan oleh Abu Dawud dalam kitab sunnahnya bahwa Nabi saw. Bersabda: “Ada tiga perkara, siapa yang melakukannya tentulah mengenyam rasa iman, yaitu: 1. Orang yang hanya beribadah kepada Allah – yang memang tiada Tuhan melainkan Allah, 2. memberikan zakat harta bendanya dengan ikhlas serta berusaha memberikannya pada tipa tahun, dan 3. tidak memberikan hewan yang sangat tua, korengan, berpenyakit atau tidak mengeluarkan air susu; akan tetapi dalam mengeluarkan zakatnya itu – memberikan yang cukupan dari kekayaanmu; karena sesungguhnya Allah tidak meminta yang terbaik daripadanya dan tidak menyuruh yang terburuk””. (HR. Thabrani dengan sanad yang baik).
            Mengenai nisab zakat untuk harta yang tradisional seperti diatas memang tidak banyak terdapat perbedaan yang tajam diantara para ulama. Namun demikian untuk mennetukan zakat bagi harta milik sejalan dengan perkembangan sistem produksi dan tata laksana keperdataan modern, timbul berbagai perbedaan pendapat. Demikian pula mengenai bagaimana mengelola zakat sesuai dengan perkembangan tata kehidupan masyarakat.
            Dalam hal ini masalah-masalah tersebut, Tarjih belum banyak memberikan tuntunan. Dalam Muktamar Tarjih tahun 1989 di Malang misalnya muncul persoalan mengenai zakat profesi, namun masalah ini belum dibahas oleh Tarjih.
1)      Zakat Unta. Selanjutnya, jika hewan-hewan tersebut diatas seperti unta mencapai nisabnya (ambang batas kena bayar zakat), besar zakatnya adalah sebagaimana keterangan Tarjih dalam HPT berikut ini.
(a)    5 sampai 24 ekor unta, tiap 5 ekor dikenakan zakat seekor kambing.
(b)   25 sampai 35 ekor unta, dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 2 tahun.
(c)    36 sampai 45 ekor unta, dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 3 tahun.
(d)   46 sampai 60 ekor unta, dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 4 tahun.
(e)    61 sampai 75 ekor unta, dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 5  tahun.
(f)    76 sampai 90 ekor unta, dikenakan zakatnya dua ekor anak unta betina umur 3 tahun.
(g)   91 sampai120 ekor unta, dikenakan zakatnya dua ekor anak unta betina umur 4 tahun.
(h)   Lebih dari 120 ekor unta, maka tiap-tiap 40 ekor dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 3 tahun dan tiap-tiap 50 ekor dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 4 tahun.
2)      Zakat kambing. Sebagaimana hewan unta dan hewan lainnya, jika kepemilikan kambing telah sampai nisab atau ambang batasnya maka harus dikeluarkan zakatnya. Adapun rincian besarnya zakat kambing sebagaimana tuntunan Islam yang ditetapkan Tarjih dalam HPT ialah sebagaimana uraian di bawah ini.
Zakat kambing mulai 40 ekor sampai 120 ekor, dikenakan zakatnya seekor kambing; mulai 121 sampai dengan 200 ekor. Dikenakan zakatnya 2 ekor kambing; mulai 201 sampai dengan 300 ekor, dikenakan zakatnya 3 ekor kambing; maka tiap 100 ekor dikenakan zakatnya seekor kambing.
Landasan penetapan besarnya zakat unta dan kambing diatas ialah hadits Tsamanah bin Abdullah bin Anas berikut;
لَهُ كَتَبَ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ أَبَابَكْرٍ  أَنَّ أَنَسًاحَدَّثَهُ  أَنَّ ، أَنَسٍ بْنِ عَبْدِاللَّهِ بْنِ ثَمَامَةَ عَنْ
الَّتِىْ الصَّدَقَةِ ففَرِيْضَةُ هَدِهِ ، الرَّحِيْمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ : إِلَىالْبَحْرَيْنِ لَمَّاوَجَّهَهُ هَذَالْكِتَابَ
سُئِلَهَا فَمَنْ بِهَاوَرَسُوْلُهُ وَالَّتِىْأَمَرَاللَّهُ عَلَىالْمُسْلِمِيْنَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ
وَعِشْرِيْنَ فِىاَرْبَعٍ ، فَلاَيُعْطِ فَوْقَهَا سُئِلَ وَمَنْ ، فَلْيُعْطِهَا وَجْهِهَا عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ فَرَضَ
اِلَىخَمْسٍ خَمْسًاوَعِشْرِيْنَ بَلَغَتْ فَإِذَا . شَاةٌ خَمْسٍ كُلِّ مِنْ الْغَنَمِ فَمَادُوْنَهَامِنَ الإِبِلِ مِنَ
لَبُوْنٍ فَفِيْهَابِنْتُ وَاَرْبَعِيْنَ إِلَىخَمْسٍ وَثَلاَثِيْنَ سِتًّا فَاِذَابَلَغَتْ أُنْثَى مَخَاضٍ فَفِيْهَابِنْتُ وَثَلاَثِيْنَ
وَسِتِّيْنَ وَاحِدَةً فَاِذَابَلَغَتْ . الْجَمَلِ طَرُوْقَةُ فَفِيْهَاحِقَّةٌ إِلَىسِتِّيْنَ سِتًّاوَاَرْبَعِيْنَ فَاِذَابَلَغَتْ أُنْثَى
،  لَبُوْنٍ فَفِيْهَابِنْتَا اِلَىتِسْعِيْنَ يَعْنِىسِتًّاوَسَبْعِيْنَ فَإِذَابَلَغَتْ ، فَفِيْهَاجَذَعَةٌ وَسَبْعِيْنَ اِلَىخَمْسٍ
فَاِذَازَادَتْ ، طَرُوْقَتَاالْجَمَلِ فَفِيْهَاحِقَّتَانِ وَمِاعَةٍ اِلَىعِشْرِيْنَ إِحْدَىوَتِسْعِيْنَ فَإِذَابَلَغَتْ
مَعَهُ يَكُنْ لَمْ وَمَنْ . حِقَّةٌ خَمْسِيْنَ وَفِىكُلِّ لَبُوْنٍ بِنْتُ أَرْبَعِيْنَ فَفِىكُلِّ وَمِاعَةٍ عَلَىعِسْرِيْنَ
فَفِيْهَاشَاةٌ الإِبِلِ خَمْسًامِنَ فَإِذَابَلَغَتْ . يَشَاءَرَبُّهَا اِلاَّأَنْ فِيْهَاصَدَقَةٌ فَلَيْسَ الإِبِلِ مِنَ إِلاَّاَرْبَعٍ
فَاِذَازَادَتْ ، شَاةٌ وَمِاعَةٍ إِلَىعِشْرِيْنَ أَرْبَعِيْنَ إِذَاكاَنَتْ فِىسَئِمَتِهَا الْغَنَمِ وَفِىصَدَقَةِ .
، فَفِيْهَاثَلاَثٌ ثَلاَثِمِاعَةٍ إِلَى عَلَىمِاعَتَيْنِ فَاِذَازَادَتْ ، شَاتَانِ إِلَىمَائِتَيْنِ مِاعَةٍ وَ عَلَىعِشْرِيْنَ
أَرْبَعِيْنَ مِنْ نَاقِصَةً الرَّجُلِ سَائِمَةُ فَإِذَاكاَنَتْ . شَاةٌ مِاعَةٍ فَفِىكُلِّى ثَلاَثِمِاعَةٍ عَلَى فَاِذَازَادَتْ
(اَلْحَدِيْثَ) يَشَاءَرَبُّهَا إِلاَّاَنْ صَدَقَةٌ فِيْهَا فَلَيْسَ وَاحِدَةً شَاةً
            Khusus terjemahan hadits ini penukilannya diatur sehingga mencerminkan ambang-ambang batas tertentu jumlah kepemilikan kambing dengan besarnya zakat yang dikeluarkan dengan masing-masing nomor diberi kode.
            Berdasarkan pertimbangan demikian maka nukilan terjemahan hadits diatas sebagaimana berikut;
Artinya: “Menilik hadits Tsanamah bin Abdullah bin Anas yang meriwayatkan bahwa Anas berceritera kepadanya, tentang Abu Bakar pernah mengirim surat kepadanya, ketika ia diutus ke negeri Bahrain, seperti berikut: “Bismillahirrahmanirrahim . . . Inilah kewajiban sedekah (zakat) yang telah diwajibkan oleh Rasulullah saw. kepada semua orang Islam dan yang telah diperintahkan oleh Allah kepada utusannya, bahwa barangsiapa diantara orang Islam yang diminta sebagaimana mestinya, wajiblah ia memberikannya dan siapa yang diminta lebih dari itu janganlah ia memberikannya”.
            (Tentang zakat unta, ketentuannya adalah sebagai berikut ini);
(a)    Pada 24 ekor unta atau kurang daripada itu, setiap 5 ekor unta dikenakan zakat seekor kambing.
(b)   Jika unta itu genap 25 atau 35 ekor, maka dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 2  tahun.
(c)    Jika unta itu genap 26 hingga 45 ekor, maka dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 3  tahun.
(d)   Jika unta itu genap 49 hingga 60 ekor, maka dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 4 tahun yang telah sampai masanya dikawinkan.
(e)    Jika genap 61 hingga 75 ekor, seekor anak unta betina umur 5 tahun.
(f)    Jika genap 76 hingga 90 ekor, maka dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun.
(g)   Jika 91 sampai 120 ekor, dikenakan zakat  2 ekor anak unta umur 4 tahun yang telah sampai masanya dikawinkan.
(h)   Dan jika lebih dari 120 ekor, maka pada tiap 40 ekor dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 4 tahun.
(i)     Dan siapa yang tidak mempunyai unta selain 4 ekor maka tidaklah dikenakan zakat, kecuali atas kerelaan yang punya sendiri.
(j)     Dan jika ia mempunyai 5 ekor, maka dikenakan zakat seekor kambing.
Tentang zakat kambing, ketentuan nisabnya adalah berikut ini;
(a)    Tentang kambing gembala, jika ada 40 sampai 120 ekor, dikenakan zakat seekor kambing.
(b)   Jika kambing itu lebih dari 120 sampai 200 ekor, dikenakan zakat 2 ekor kambing.
(c)    Jika lebih dari 200 sampai 300, maka tiap-tiap 100 dikenakan zaat seekor kambing.
(d)   Kalau kambing gembala itu kurang dari 40 meskipun seekor, tidak dikenakan zakat, kecuali dari kehendak yang punya sendiri . . .” seterusnya hadits.
3)      Zakat sapi. Mengenai besaran nisab kepemilikan sapi, Tarjih dalam HPT menyatakan; “Zakat sapi, tiap-tiap 30 ekor, dikenakan zakat seekor anak sapi (jantan atau betina) umur satu tahun”; dan tiap-tiap 40 ekor, dikenakan zakatnya seekor anak sapi umur 2 tahun”. Dasar ketentuan demikian itu ialah hadits Muadz bin Jabal berikut;
كُلِّ مِنْ يَأْخُدَ أَنْ فَأَمَرَهُ إِلَىالْيَمَنِ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ لَمَّابَعَثَهُ جَبَلٍ مُعَاذِبْنِ لِحَدِيْثِ
وَالتِّرْمِذِيُّ وَأَبُوْدَاوُدَ مَاجَهْ ابْنُ رَوَاهُ) مُسِنَّةً أَرْبَعِيْنَ كُلِّ وَمِنْ ، تَبِيْعًااَوْتَبِيْعَةِ بَقَرَةً ثَلاَثِيْنَ
(يُخْرِجَهُ وَلَمْ الشَّيْخَيْنِ عَلَىشَرْطِ صَحِيْحٌ :وَقَالَ وَالْحَاكِمُ وَالنَّسَائِيُّ وَحَسَّنَهُ
Artinya: “Menilik hadits Muadz bin Jabal ketika ia diutus oleh Nabi saw. ke negeri Yaman, bahwa ia disuruh memungut dari tiap-tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur 1 tahun (jantan atau betina), dan tiap-tiap 40 ekor, seekor anak sapi yang berumur 2 tahun. (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Tirmidzi dengan sanad Hasan dan menerangkannya menurut persyaratan Bukhari dan Muslim meskipun keduanya tidak meriwayatkan dalam shahihnya)”.
4)      Zakat emas dan perak. Selanjutnya dalam hal ketentuan zakat emas dan perak, Tarjih menyatakan; “Apabila barang perakmu sampai pada nisabnya, ialah seberat 200 dirham (5 awaq = 672 gr.) demikian pula barang emasmu seharga nisab perak”, dengan ketentuan; “telah menjadi milikmu genap 1 tahun”. Adapun besarnya zakat yang dikeluarkan ialah sepersepuluh atau 2,5%.
Sumber dalil ketentuan demikian di samping hadits Abu Dawud mengenai zakat hewan yang telah dikutip, ialah hadits Jabir, hadits Umar dan Ibnu Syu’aib, surat at-Taubah ayat 35 dan hadits Asma’ binti Yazid.
Hadits Jabir;
خَمْسٍ فِيْمَادُوْنَ لَيْسَ :قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ جَابِرٍأَنَّ حَدِيْثِ مِنْ مُسْلِمٌ لِمَارَوَاهُ
صَدَقَةٌ الْوَرِقِ مِنَ أَوَاقٍ
Artinya: “Menilik hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Kurang adri 5 awaq perak tidak dikenakan zakat””.
            Hadits Umar dan Ibnu Syu’aib;
رَسُوْلَ أَتَتْ امْرَأَةً أَنَّ ، عَنْهُمْ رَضِىَاللَّهُ جِدِّهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ شُعَيْبٍ عَمْروبْنِ لِحَدِيْثِ
فَقَالَ ، ذَهَبٍ مِنْ غَلِيْظَتَانِ مَسَكَتَانِ ابْنَتِهَا لَهَاوَفِىيَدِ وَمَعَهَاابْنَةٌ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
سِوَارَيْنِ الْقِيَامَةِ بِهِمَايَوْمَ اللَّهُ يُسَوِّرَكَ أَنْ أَيَسُرُّكِ :قَالَ . لاَ :قَالَتْ ؟ هَذَا زَكاَةَ أَتُعْطِيْنَ :لَهَا
عَزَّوَجَلَّ هُمَالِلَّهِ :وَقَالَتْ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ إِلَىالنَّبِىِّ فَخَلَعَتْهُمَافَأَلْقَتْهُمَا :قَالَ ؟ نَارٍ مِنْ
(السُّنَنِ ابْنُ رَوَاهُ) وَلِرَسُوْلِهِ
Artinya: “Menilik riwayat dari Amr dan Ibnu Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwsanya seorang perempuan datang kepada Nabi saw. bersama-sama anaknya perempuan yang memakai dua gelang emas yang berat. Bertanya Nabi saw.: “Telah kamu keluarkan zakat barang ini?”. hari kiamat dihiasi dua gelang dari api, oleh Allah?” maka orang perempuan itu melepas dan menyerahkan kedua benda tersebut kepada Nabi seraya katanya: “Kedua benda ini untuk Allah dan utusannya”. (HR. Ashhabus Sunan)
            Surat At-Taubah ayat 34;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)
            Hadits Asma’ bin Yazid;
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَلَى أَنَاوَخَالَتِى دَخَلْتُ : عَنْهَاقَالَتْ يَزِيْدَرَضِىَاللَّهُ أَسْمَاءَبِنْتِ وَعَنْ
:فَقَالَ . لاَ :فَقُلْنَا : قَالَتْ ؟ زَكَاتَهَا أَتُعْطِيَانِ :لَنَا فَقَالَ ذَهَبٍ مِنْ عَلَيْنَاأَسْوِرَةٌ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ
(أَحْمَدُبِإِسْنَادٍحَسَنٍ) ؟أَدِّيَازَكاَتَهَا نَارٍ مِنْ أَسْوِرَةً يُسَوِّرَكُمَاللَّهُ أَنْ أَمَاتَخَافَانِ
Artinya: “Dari Asma binti Yazid ra. berkata: “Saya bersama-sama bibiku menghadap Nabi saw., sedang kami memakai gelang emas, maka beliau saw. menegor: “”Apakah kau sudah mengeluarkan zakatnya?”. Asma berkata: “Kami menjawab: “belum”.
            Maka Nabi saw. bersabda: “Apakah kamu tidak takut digelangi oleh Allah dengan gelang dari api?. “Berikanlah zakatnya”. (HR. Ahmad dengan sanad yang baik)

  1. Penerima zakat
Perbedaan mengenai masalah zakat banyak terjadi dalam hal penerima zakat fitrah, dan kriteria untuk memasukkan seseorang atau sekelompok orang ke dalam kelompok penerima zakat. Demikian pula mengenai boleh tidaknya zakat hanya diberikan kepada beberapa kelompok dari seluruh kelompok penerima zakat.
Mengenai masalah diatas Tarjih tidak secara langsung mencari penyelesaian. Tarjih sebagaimana dalam HPT menyatakan; “Segerakanlah pengeluaran zakat hartamu kepada delapan golongan yang berhak menerimanya, sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah surat at-Taubah ayat 60”.
Dasarnya ialah hadits dari Uqbah bin Kharits dan surat at-Taubah ayat 60 berikut;
عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ صَلَّىبِنَا  :قَالَ الْحَارِثِ بْنِ عُقْبَةَ  عَنْ الْبُخَارِىُّ لِمَارَوَاهُ
خَلَفْتُ كُنْتُ :فَقَالَ ، لَهُ اَوَقِيْلَ ، فَقُلْتُ خَرَجَ أَنْ يَلْبَثْ فَلَمْ الْبَيْتَ دَخَلَ ثُمَّ الْعَصْرَفَأَسْرَعَ
فَقَسَمْتُهُ أُبَيِّتَهُ أَنْ فَكَرِهْتُ الصَّدَقَةِ مِنَ تِبْرًا فِىالْبَيْتِ
Artinya: “Menilik riwayat Bukhari daripada Uqbah bin Kharits, ia menceritakan: “Sekali peristiwa Nabi saw. pernah shalat Ashar bersama-sama kami, setelah selesai dengan cepat lalu masuk ke rumah dan sebentar kemudian beliau kembali. Saya bertanya (ada orang bertanya) kepada beliau; maka jawab beliau: “Aku tinggalkan di rumah emas bagian zakat, dan tidak senang aku kalau barang itu sampai menginap di rumah, maka barang itu aku bagi-bagikan”.
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” (QS. At-Taubah: 60)
a.       Penerima zakat fitrah. Berbeda dengna zakat mal, dalam hal yang berhak menerima zakat fitrah, Tarjih menyatakan: “Adapun zakat fitrah, bagikanlah kepada orang-orang fakir dan miskin. Zakat itu boleh kamu keluarkan sebelum waktunya”. Dasarnya ialah hadits Abu Sa’id al-Khudri yang telah dibahas dalam pendahuluan bab zakat serta hadits Ali ra. berikut;
عَبْدِ بْنَ الْعَبَّاسَ أَنَّ ، عَنْهُ عَلِىٍّرَضِىَاللَّهُ وَلِحَدِيْثِ . لِلْمَساَكِينِ وَطُعْمَةً الْمُتَقَدِّمِ لِلْحَدِيْثِ
لَهُ فَرَخَّصَ تَحُلَّ أَنْ قَبْلَ الصَّدَقَةِ فِىتَعْجِيْلِ : عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ سَأَلَ الْمُطَّلِبِ
(اِلاَّالنَّسَائِىَّ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ)
Artinya: “Mengingat hadits yang tersebut pada halaman 158 atas: “Untuk memberi makan kepada orang-orang miskin”. Dan menilik hadits Ali ra. bahwasanya Abbas bin Abdul Muthallib pernah bertanya kepada Nabi saw. tentang mengeluarkan zakat sebelum waktunya. Maka Nabi saw. telah mengizinkan”. (HR. Lima Imam (Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad kecuali Nasai)).
b.       Utamakan orang-orang sekitar. Tarjih menyatakan: “Utamakanlah pemberian zakat itu kepada orang-orang di negerimu”. Dasarnya ialah hadits Bukhari Muslim berikut;
:لَهُ قَالَ اِلَىالْيَمَنِ لَمَّابَعَثَهُ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ مُعَاذٍ عَنْ الشَّيْخَانِ لِمَاأَخْرَجَهُ
فُقَرَائِهِمْ وَضَعْهَافِى أَغْنِيَائِهِمْ خُذْهَامِنْ
Artinya: “Menilik riwayat dari Bukhari dan Muslim dari Mu’adz tatkala diutus oleh Nabi saw. berpesan: “Pungutlah zakat dari orang-orang kaya mereka dan berikanlah kepada orang-orang fakir mereka”.
c.       Utamakan kerabat. Selanjutnya Tarjih dalam HPT menyatakan; “ . . . dan sebaiknyakamu berikan kepada kerabatmu”. Penegasan demikian didasarkan hadits Salman bin Amir dan hadits Bukhari Muslim;
عَلَىالْمَسَاكِيْنِ الصَّدَقَةُ :قَالَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَامِرٍعَنِ بْنِ سَلْمَانَ لِحَدِيْثِ
(وَالتِّرْمِذِىُّ مَاجَهْ ابْنُ رَوَاهُ) وَصِلَةٌ صَدَقَةٌ وَهِىَعَلَىذِالرَّحِيْمِ صَدَقَةٌ
Artinya: “Menilik hadits Salman bin Amir bahwa Nabi saw. bersabda: “Sedekah kepada orang miskin itulah suatu amal tetapi sedekah kepada sanak kerabat itu terhitung sebagai sedekah dan sebagai pengekal kerabat””. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
الْأَنْصَارِعَنْ مِنَ وَامْرَأَةٌ مَسْعُوْدٍ ابْنِ امْرَأَةُ زَيْنَبُ سَأَلَتْهُ حِيْنَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ وَلِقَوْلِهِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَأَجْرُالصَّدَقَةِ أَجْرُالْقَرَابَةِ :اَجْرَانِ لَهُمَا :أَجْوَاجِهَاعَنْهَا عَلَى إِجْزَاءِالصَّدَقَةِ
Artinya: “Dan menilik sabda Nabi saw. ketika ditanya oleh Zainab istri Ibnu Mas’ud dan seorang wanita dari sahabat Anshar, apakah diperkenankan sedekah kepada suaminya; bahwa yang demikian itu berpahala dua, pahala kerabat  dan pahala sedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
d.      Keturunan Nabi dilarang menerima zakat. Zakat yang telah dikeluarkan diatas, tidak boleh diberikan kepada seluruh generasi keturunan Nabi Muhammad saw. dan budak-budaknya. Tarjih dalam hal ini menyatakan; “Dan jangan diberikan kepada keluarga Bani Hasyim (Kerabat Nabi dan turunannya) dan jangan pula kepada budak-budak mereka”.
                Dasar yang dipakai sebagai pijakan kesimpulan Tarjih tersebut adalah hadits Rafi’ Maula berikut;
بَنِىمَحْزُوْمٍ رَجُلاًمِنْ بَعَثَ أَنَّهُ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَوْلَى أَبِىرَافِعٍ لِحَدِيْثِ
اللَّهِ حَتَّىآتِىَرَسُوْلَ ، لاَ :مِنْهَا تُصِيْبُ اِصْحَبْنِىكَيْمَا : لِأَبِىرَافِعٍ فَقَالَ عَلَىالصَّدَقَةِ
مَوَالِىَالْقَوْمِ لَنَاوَإِنَّ لاَتَحِلُّ الصَّدَقَةَ اِنَّ :فَقَالَ فَسَأَلَهُ وَانْطَلَقَ ، فَأَسْئَلُهُ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ
(التِّرْمِذِىُّ وَصَحَّحَهُ مَاجَهْ إِلاَابْنَ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) اَنْفُسِهِمْ مِنْ
Artinya: “Menilik hadits Abu Rafi’ yaitu budak Rasulullah saw. bahwasanya Rasulullah saw. mengutus seseorang laki-laki dari Bani Makhzum untuk memungut zakat. Maka berkata orang itu kepada Abu Rafi’: “Kawanilah saya agar engkau dapat sebagian daripadanya”. Maka Abu Rafi’ berkata: “Tidak, biarlah aku menghadap Rasulullah saw. dahulu untuk bertanya”. Kemudian ia pergi bertanya, jawab Rasulullah saw.: “Sesungguhnya zakat itu tidak dihalalkan bagi kami dan sesungguhnya budak suatu kaum itu terhitung sebagai mereka.” (HR. Lima Imam kecuali Ibnu Majah, dan telah dishahihkan oleh Tirmidzi).

e.       Beberapa masalah zakat. Berikut ini akan dikemukakan penjelasan Tarjih dalam HPT mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan zakat. Naskah penjelasan tersebut akan dimuat lengkap, kecuali sistematikanya disesuaikan dengan topik yang diberi penjelasan.
         Zakat dan pajak. Apakah membayar pajak telah mencakup kewajiban mengeluarkan zakat? Bagi Tarjih; “zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Sebab itu membayar satu dari dua itu, tidaklah mengugurkan yang lain”.
          Masih mengenai masalah ini Tarjih menyatakan: “Zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Karena zakat adalah kewajiban yang diwajibkan oleh Allah, yang ditentukan kadarnyadan ditentukan pula siapa yang berhak menerimanya. Sedang pajak adalah suatu kewajiban yang ditentukan oleh negara”.
         Distribusi zakat. Selanjutnya, Tarjih menjelaskan bahwa “Hasil pengumpulan zakat harus dibagikan kepada yang berhak menerima di daerah pemungutannya. Jika dipandang perlu dapat dipindah ke daerah lain”.
         Tarjih menjelaskan bahwa hasil pengumpulan zakat, jika dipandang perlu dapat dipindahkan ke daerah lain. Hal ini karena adanya aneka pemikiran tentang prosedur pembagian zakat di zaman salaf (zaman sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in).
         Ada yang mempergunakan hadits:
اِلَىفُقَرَائِهِمْ وَتُرَدُّ أَغْنِيَائِهِمْ تُؤْخَذُمِنْ
         Sebagai dalil tidak diperbolehkannya zakat dibagi ke lain daerah daripada tempat pemungutannya, dengan alasan bahwa “dlamir him” diartikan ahlul-balad.
         Di samping itu ada yang mempergunakannya justru sebagai dalil untuk diperbolehkannya dibagi ke lain daerah daripada tempat pemungutannya, dengan alasan “him” diartikan al-Muslimun. Oleh karena itu asal dibagikan kepada kaum muslimin, dimanapun mereka berada tidak ada halangannya. Hal ini diperkuat dengan hadits riwayat an-Nasai dari Abdullah bin Hilal ats-Saqafi.
مِنَ أَوْشَاةِ فِىعِنَاقٍ بَعْدَكَ اُقْتَلُ كِدْتُ :فَقَالَ عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ إِلَىالنَّبِىِّ رَجُلٌ جَاءَ
مَاأَخَذْتُهَا الْمُهَاجِرِيْنَ فُقَرَاءَ تُعْطَى لَوْلاَأَنَّهَا : عَلَيْهِ وَالسَلمََّ صَلَّىاللَّهُ فَقَالَ . الصَّدَقَةِ
Artinya: “Ada orang datang kepada Nabi lalu berkata: “Aku hampir terbunuh setelah engkau suruh, karena unta dan kambing sedekah”. Bersabda Nabi saw.: “Andaikata bukan untuk diberikan kepada kamu Muhajirin yang fakir niscaya aku tidak akan pungut””.
         Demikian pula menurut hadits riwayat al-Bukhari (Ta’liq) dari Mu’adz:
الصَّدقَةِ مَكاَنَ مِنْكُمْ أَخُذُهُ وَلَبِيْسٍ خَمِيْصٍ بِكُلِّ أُؤْتُوْنِى : الْيَمَنِ لاَِهْلِ قَالَ أَنَّهُ مُعَادٍ عَنْ
وَالاَنْصَارِبِالْمَدِيْنَةِ الْمُهَاجِرِيْنَ وَأَنْفَعُ بِكُمْ أَرْفَقُ فَإِنَّهُ
Artinya: “Bahwa Muadz berkata kepada penduduk Yaman: “Berilah kepadaku kain dan pakaian sebagai ganti zakat yang aku pungut, karena lebih menyenangkan padamu dan berguna bagi kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah””.
         Zakat untuk modal. Mengenai zakat untuk modal usaha dengan tujuan agar hakikat tercapai, Tarjih menyatakan bahwa “zakat untuk dimodalkan tidak dibenarkan, kecuali dengan izin mustahiqqin (yang berhak menerima).
         Selanjutnya Tarjih menjelaskan bahwa masalah memodalkan zakat semula difahami dalam gambaran pengumpulan dana zakat oleh lembaga untuk diperkembangkan melalui usaha bersama, dan keuntungannya diterimakan (mungkin dalam jumlah berganda) dalama waktu kemudian kepada yang berhak menerimanya melalui orang-orang tertentu. hal yang demikian dianggapnya suatu cara yang lebih bermanfaat dan maslahat daripada cara-cara selama masa lampau.
         Muktamar Tarjih hanya dapat mempertimbangkan dari segi akad serah terima dalm bidang mu’amalat yang dalam hal ini tidak difahami syarat-syarat akadnya yang sah yang harus ada pada pemindahan hak milik dari orang pertama kepada orang kedua. Unsur kerelaan harus dirintis jelas-jelas dalam proses yang dimaksudkan. Inilah yang dimaksudkan oleh keputusan Muktamar Tarjih.
         Organisasi sebagai ‘amil. Demikian pula Tarjih memandang bahwa; “Muhammadiyah sebagai amil zakat tidak ada halangannya”. Dalam hal ini,, Tarjih menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak amil ialah hak pengurusannya, sehingga suatu badan atau organisasi tidak ada halangannya menjadi amil zakat.
         Standar Nasib. Sesuai dengan perkembangan pola kehidupan terutama berkaitan dengan perubahan alat dan pola produksi, Tarjih menyatakan bahwa “Yang menjadi standard zakat adalah emas murni (24 karat) dengan berat 85 gram”.
         Hasil perhitungan tersebut didasarkan oleh hasil penelitian terakhir yang menyatakan bahwa 1 mitsqal emas sama dengan 4,25 gram; pada zaman Nabi saw. nilai 200 dirham perak sama nilainya dengan 20 mitsqal emas. Tarjih selanjutnya menyatakan bahwa ukuran berat diatas dalam perhitungan sekarang telah dipakai standar emas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar