Rabu, 01 Agustus 2012

Pendidikan Nilai dan Pengembangan Kepribadian Pertemuan 11 dan 12


NILAI KEAGAMAN DAN KEPRIBADIAN SEHAT DALAM KONTEKS TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

Perhatian masyarakat Indonesia – terutama pemerintah – terhadap pendidikan nilai dan kepribadian telah diwujudkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003. Secara khusus hal itu terungkap dalam pasal 3, yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berpijak pada UU Sisdiknas tersebut pendidikan nilai dan kepribadian bukan saja menjadi tanggung jawab masyarakat dan suku tertentu saja tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. Pendidikan nilai ini diperlukan sebagai upaya kongkrit untuk menjadi benteng dan penyaring kepribadian sehat masyarakat Indonesia dari perkembangan sain, teknologi, dan budaya lain dari luar Indonesia.
Setidaknya dalam mengembangkan pendidikan nilai keagamaan – dengan mengikut cara melihat pendidikan nilai ala Mulyana (2004: 146-176) – terdapat   beberapa hal yang harus dihadapi masyarakat Indonesia.

A.           Tantangan Pendidikan Nilai Keagamaan
Di antara tantangan pendidikan nilai keagamaan di Indonesia kurangnya penyadaran nilai, yang disebabkan oleh adanya pergeseran subtansi pendidikan di Indonesia. Pada mulanya makna pendidikan sarat dengan nilai-nilai moral. Namun demikian, nilai-nilai moral yang biasa diusung dalam pendidikan itu telah bergeser menuju pendidikan yang lebih bermakna pada pemindahan pengetahuan (transforming of knowledge) saja. Gejala ini bukan hanya terjadi pada pendidikan yang berorientasi pada ketrampilan (skill), tetapi juga pada wilayah yang notabene berorientasi pada keagamaan dan moralitas.
Perubahan subtansi pendidikan tersebut turut pula merubah oientasi kepribadian sehat masyarakat Indonesia. Akibatnya, peserta didik tidak lebih sebagai perpustakaan berjalan (working library) yang hanya mengumpulkan dan mengahafal pengetahuan. Peserta didik pun tidak kritis dan cenderung menjadi pasif terhadap apa yang disampaikan oleh pendidik. Akibat lainnya adalah proses pendidikan di Indonesia lebih banyak melahirkan orang-orang yang hanya peduli pada dirinya sendiri dan orang-orang yang sepaham.
Di antara penyebab terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di Indonesia, adalah; masih kukuhnya pengaruh behaviorisme yang mengacu pada pertimbangan atribut-atribut luar seperti perubahan tingkah laku perserta didik yang dapat diamati dan diukur; rendahnya kapasitas pendidik dalam menguasai metode pendidikan dan materi; godaan dan pengaruh perkembangan sains dan teknologi yang ditawarkan lebih menjajikan daripada ilmu lain; rendahnya sikap demokratis para pemimpin lembaga pendidikan. Akibatnya peserta didik cenderung dieksploitasi yang mengabaikan sisi kemanusiaan mereka.
Semakin kaburnya pemahaman masyarakat yang terlibat dalam dunia pendidikan terhadap tiga-pusat pendidikan yang pernah digagas oleh Ki Hajar Dewantara bahwa lingkungan pendidikan terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kenyataan ini di dukung oleh sebagian masyarakat yang menyerahkan dan mepercayakan sepenuhnya kecerdasan – emosi, intelektual, dan spirtual -- anak-anak  mereka pada guru dan lembaga pendidikan semata.
Benturan dan pergeseran nilai pun terus semakin rumit. Hal itu terermin dalam munculnya beragam konseptual yang dipahami secara sempit oleh sebagian masyarakat, dan perubahan perilaku keseharian yang meninggalkan nilai-nilai lokal yang jauh lebih baik. Benturan dan pergeseran itu semakin dirasakan oleh masyarakat yang ditunjukkan dalam terjadinya perbedaan radikal antara perilaku orang tua dengan generasi sesudahnya.

B. Landasan Kultural Pendidikan Nilai Keagamaan
Meskipun negara Indonesia bukanlah negara agama, tetapi mayoritas masyarakatnya menganut agama, seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Kong Hucu. Kalaulah mungkin secara kelembagaan mereka tidak menganut agama tertentu, sekurang-kurangnya mereka tetap percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Kenyataan ini menjadi modal yang sangat bagus sebagai upaya melahirkan model pendidikan nilai keagamaam secara lebih membumi dan bisa diterima banyak kalangan.  
Selain itu, sebenarnya, pendidikan nilai – keagamaan maupun moralitas – sudah diamanatkan secara formal dalam Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45), dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Secara hirakhis, mulai sila pertama hingga sila ke-lima, Pancasila senantiasa menganut amanat agar masyarakat Indonesia dalam hidupnya – sebagai  pribadi, sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara, maupun sebagai  bagian dari alam semesta – senantiasa berorientasi pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu pula dalam Undang-undang Dasar 1945. Landasan konstitusional tersebut, tepatnya dalam pembukaan maupun batang tubuhnya, secara tegas menyebutkan tentang nilai ketuhanan, kodrat kemanusiaan, maupun etis-filosofis sebagai manusia Indonesia. Secara jelas pula dalam GBHN tahun 1993 menawarkan konsep manusia Indonesia, yaitu; ketakwaan, budi pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Beberapa landasan tersebut di atas semakin diperkuat dengan diterbitkannya UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.

C. Status Pendidikan Nilai Keagamaan
Sebenarnya pendidikan nilai keagamaan sudah diselenggarakan secara sistematis oleh lembaga pendidikan maupun masyarakat. Lembaga pendidikan dari tingkat SD/MI hingga Perguruan Tinggi (PT) senantiasa mengajarkan nilai-nilai keagamaan kepada peserta didiknya. Namun demikian, pengaruh pendidikan nilai keagamaan tersebut belum sepenuhya bisa dirasakan pengaruh positifnya oleh masyarakatnya. Persoalannya, sebagian lembaga pendidikan tersebut menjadikan materi nilai keagamaan sebagai bagain dari mata pelajaran yang hanya ditransformasikan saja kepada peserta didik. Masyarakat pun juga telah menyediakan pendidikan keagamaan, tetapi pengaruhnya tidak begitu signifikan dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Kurang maksimalnya pengaruh pendidikan nilai keagamaan di lembaga  pendidikan maupun masyarakat, tampaknya menuntut adanya pengakuan serta dorongan dari seluruh masyarakat Indonesia untuk memperhatikan pentingnya pendidikan nilai keagamaan dalam keluarga. Tuntutan ini didasarkan pada kenyataan di masyarakat pada umumnya  bahwa keluarga merupakan institusi  pendidikan nilai yang memberi pengaruh sangat besar kepada kepribadian seseorang. Dengan memberi perhatian yang besar pada pendidikan nilai keagamaan dalam keluarga, setidaknya akan menjadi pendorong sekaligus jalan keluar terjadinya proses pendidikan nilai yang lebih bertanggung jawab dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

D. Pendidikan Nilai Keagamaan dan Inovasi Pendidikan
Pendidikan nilai keagamaan dalam keluarga sudah menjadi bagian yang integral dari masyarakat Indonesia dalam proses pembentukan kepribadian yang sehat. Pendidikan nilai keagamaan tidak hanya melibatkan keluarga tertentu saja, tetapi juga melibatkan seluruh masyarakat. Karena keberhasilan dalam pendidikan nilai dalam keluarga ini akan memberi dampak secara langsung pada kecerdasan emosinal, intelektual, spiritual pada peserta didik, dalam hal ini anak-anak. Dampak lain yang lebih besar adalah lahirnya masyarakat yang berkepribadian sehat. Oleh karena itu, inovasi dalam pendidikan nilai keagamaan harus terus menerus digali dengan harapan nilai keagamaan yang berbasis pada nilai kebudayaan Indonesia bisa menjadi benteng masyarakat dari perkembangan sain, teknologi, dan budaya lain yang tidak sesuai dengan buadaya Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sunda pada khususnya.  

Tugas !
Petunjuk :
1.       Buatlah sebuah Laporan Penelitian yang berjudul “MODEL PENDIDIKAN NILAI KEAGAMAAN DISEKOLAH : Studi Kasus di .…..”. Kriteria model pendidikan nilai tersebut sesuai dengan kriteria model pembelajaran nilai sebagai mana diuraikan dalam BAB I.
2.       Sumber data berupa perkataan, tindakan, dokumen harian dari guru dan siswa disebuah sekolah terdekat dimana anda tinggal.
3.       Laporan Penelitian tersebut ditulis 1,5 spasi, huruf yang digunakan Times New Roman dengan ukuran 12 dengan jenis kertas A4. 
4.       Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi.
Adapun formatnya sebagai berikut :
Halaman muka
Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I.  Pendahuluan (2 halaman)
A.     Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan penelitian
D.     Manfaat dan kegunaan penelitian
E.      Metodologi Penelitian (metode penelitian yang digunakan, Lokasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data)
Bab II. Kajian Teori ( 4 halaman)
A.     Makna dan Kriteria Model Pendidikan Nilai Keagamaan
B.     Pendidikan Nilai Keagamaan di sekolah
Bab III.Analisis dan Penafsiran Data (6 halaman)
A.    Analisis sumber data Primer
1.       Tujuan (Aims)
2.       Langkah-langkah kegiatan (syntax)
3.       Sistem sosial (the social system)
4.       Prinsip-prinsip reaksi (Principles of reactions)
5.       Dukungan system ( Support System)
6.       Evaluasi (Evaluations)
B.     Analisis sumber  data Sekunder
1.      Tujuan (Aims)
2.      Langkah-langkah kegiatan (syntax)
3.      Sistem sosial (the social system)
4.      Prinsip-prinsip reaksi (Principles of reactions)
5.      Dukungan system ( Support System)
6.      Evaluasi (Evaluations)
Bab IV. Kesimpulan dan saran (2 halaman)
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka

Pengembangan Nilai dan Kepribadian Pertemuan 9 dan 10


Lanjutan Kebudayaan Sunda

C.   Kandungan Nilai-nilai Keagamaan Dalam Kebudayaan Sunda
Dari sumber nilai yang peneliti paparkan di atas terungkap bahwa bahasa Sunda sedikit banyak telah dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan Islam.   Terlepas dari adanya unsure budaya asli Sunda dan pengauh Hindu-Buddha di dalamnya, kandungan nilai keagamaan dalam budaya Sunda bisa dikelompokkan ke dalam empat ketegori, yaitu: aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah. Yang dimaksud dengan aqidah ialah keyakinan dasar, kepercayaan pokok. Aqidah merupakan pokok dari keimanan seseorang dalam menyembah Tuhan. Akhlak mengandung arti kelakuan, tabiat dan tingkah laku. Ibadah ialah amalan yang diniatkan untuk berbakti kepada Allah yang pelaksanaannya diatur oleh syariat. Adapun muamalat ialah hal-hal yang termasuk dalam urusan sosial (kemasyarakatan).
1.  Aqidah
Nilai aqidah  di antaranya memahami asal-usul, semua pasti mata, menghormati nenek moyang, dewata, Tuhan, dan meyakini bahwa semua persoalan baik buruk dari Tuhan.  Berikut ini pernyataan yang berisi kandungan nilai aqidah;
1)   Mulih kajati mulang ka asal (kembali kesejati pulang keasal).
2)   Kedhongana kuncinana, wong mati mangsa wurunga (di gedung yang dikunci pun orang yang mati mustakhil tidak jadi).
3)   Ini triwarga di lamba: Wisnu kangken prabu, Brahma kangken  rama, Isora kangken resi. Nya mana tritangtu pineguh ning bwana, triwarga hurip ning jagat (Ini tiga warga pada kehidupan luas; Wisnu diibaratkan prabu (raja), Brahma diibaratkan resi, Isora diibaratkan pendeta. Bila tritangtu peneguh dunia, maka triwarga yang menghidupkan jagat raya), maknanya Kepercayaan bahwa jagat raya dikuasai oleh Wisnu, Brahma dan Isora (Siwa).
4)   Sungut sambung lemek, suku sambung lempang, kaula panghulu agung, wawakil panatagama, nêda panaksen, angungna ka Gusti Allah nu maha wisesa, jêmbarna ka sakur nu hadir, batinna ka Nu Ngayuga, lahirna ka bumi-langit, ka bayu, ka kayu jeung ka watu, lamun  ênya Raden Yogaswara bêrêsih dirina, sing kêbêl teuleumna, ulah muncul sameneh Sang Batok Kohok titêrêb” (Mulut sambung bicara, kaki sambung langkah, aku penghulu agung, wakil panatagama, minta kesaksian, agungnya kepada Gusti Allah Yang Maha Kuasa, umumnya kepada semua yang hadir, batinnya kepada Sang Penjaga, lahirnya kepada bumi-langit, kepada angin, kepada kayu, kepada batu, kalau betul diri Raden Yogiswara bersih, semoga lama menyelam jangan muncul sebelum Dang Tempurung Bolong tenggelam.
5)   Untung becik untung ala, saking Allah; untung maupun rugi modalnya  dibawa dari kondrat.
6)   Lamun pati ma eta  atmana manggihkeun sorga rahayu, manggih rahina tanpa balik peteng, suka tanpa balik duka, sorga tanpa balik papa, enak tanpa balik lara, hayu tanpa balik hala, nohan tanpa balik wogan, mokta tanpa balik byakta, nis tanapa balik hana, hyang tanpa balik dewa. Ya ta sinangguh parama lenyep ngarana (Bila mati sukmanya akan menemukan kemuliaan dan keselamatan, terang tanpa gelap, suka tanpa duka, kemuliaan tanpa kehinaan, senang tanpa derita, selamat tanpa bencana, pasti tanpa kebetulan, bebas tanpa terikat(wujud), gaib tanpa kehaditan (bentuk), menjadi hyang, dan tidak akan menjadi dewa lagi. Itulah yang disebut parama lenyep (kedamaian utama)), maknanya Kepercayaan bahwa mereka yang menjalankan ajaran agama akan menerima kenikmatan yang luar biasa pada kehidupan akhirat.

2.  Ibadah
Nilai Sunda yang mencerminkan ibadah meliputi memohon ampunan dan kesucian kepada dewata dan Tuhan; menghormati, menjaga, dan membersihkan tempat-tempat suci; dan berbakti kepada orang tua, guru, pejabat pamongpraja, dewata dan hal-hal yang goib. Berikut ungkapan yang mengandung nilai-nilai ibadah;
1)   Bul ngukus mêndung ka manggung, ka manggung nêda papayung, ka dewata nêda,  ka puhaci nêda suci. Artinya: Mengepullah asap ke atas, ke atas minta perlindungan, kepada dewata mohon maaf, kepada pohaci mohon kesucian.
2)   Nêda panjang pangapura, rek ngusik-ngusik nu keur calik; ngoba-ngobah nu keur tapa. Artinya: Mohon maaf yang terus menerus, sebab akan mengusik yang sedang bersemayam, menggoda yang sedang bertapa.
3)   Ya ta janma bijil ti nirmala ning lêmah,pahonan, pabutê, pamujaan, imah maneuh, candi, prasada, lingga linggih, batu gangsa, lêmah biningba, ginawe wongwongan, saspuan. Sakitu, saukur lêmah kaopeksa, cai kusucikeun, kapawitrakeun. Nya keh janma rahayu, yanma rampes, ya janma krêta (Ada yang keluar dari kesucian tanah, tempat, tempat kurban, tempat keramat, tempat memuja, sanggar, candi, kuil, lingga suci, batu perunggu, tempat arca, patung-patung, (lalu orang) membersihkannya dengan sapu. Demikianlah, seluruh permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, dikeramatkan. Itu semua manusia yang selamat, orang baik-baik, orang sejahtera), maknanya orang harus selalu membersihkan dan memelihara tempat-tempat suci keagamaan.
4)   Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki, hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wong tani tani bakti di wado, wado bakti di di mantri, mantri bakti di nu nangganan, nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di hyang (anak berbakti kepada ayah, perempuan berbakti pada suami, hamba sahaya berbakti kepada majikan, siswa berbakti kepada guru, petani berbakti kepada wado (nama jabatan), wado berbakti kepada mantri (nama jabatan), mantri berbakti kepada nu nangganan (nama jabatan), nu nangganan berbakti kepada mangkubumi (nama jabatan), mangkubumi berbakti kepada ratu atau raja, ratu atau raja berakti kepada dewata, dewata berbakti kepada hyang), maknanya seseorang harus berbakti kepada orang yang mempunyai jabatan yang lebih tinggi dari dia, sedangkan ratu atau raja harus berbakti kepada zat yang ada di dunia supernatural.
5)   Bakti ka Batara! Sing para dewata kabeh baktika Barata Seda Niskala. Pahi manggihkeun si tuhu lawan pretyaksa (Berbaktilah kepada Barata! Maka para dewata pun berbakti pada Barata kekuatan yang Tunggal. Semua menentukan ketaatan dan kejelasan), maknanya Sebagai makhluk, kita harus menyembah Tuhan yang Maha Esa dengan penuh ketaatan, karena perintah-Nya benar adanya.
6)   Pun sapun ka luhur ka Sang Rumuhum ka Guruputra Yang Bayu ka handap ka Sang Barata ka Batara ka Nagaraja amit ampun ka nu kagungan lêmbur tabe kanu kagungan bale amit ka nu kagungan bumi bisingna numbuk kukubung bisingna nojo kosong bising ngarêmpak larangan nu calik jadi canoli nu aya di papajangan sarawuh di papajangan nêda ampun nya paralun nêda panjang pangampura jisim kuring rek ngembarkeun pangandika kangjêng Nabi Rasulullah saw. (Yus Rusyana, 1971: 24) Artinya: Mohon ampun ke atas kepada Sang Rumuhun ke bawah ke Sang Batara kepada Batara kepada Batari kepada Batara Nagaraja minta ampun kepada yang empunya kampung tabe kepada yang empunya balai minta izin kepada yang empunya rumah kalau-kalau mengena bilik kalau-kalau mengena ruang kosong yang duduk menjadi canoli yang ada di ruang berhiasan minta ampun minta panjang permaafan saya akan mengumumkan sabda Kangjeng Nabi Rasulullah saw. (Warnaen, dkk., 1987: 125).

3.  Akhlak
Nilai akhlak orang Sunda di antaranya menjunjung tingga budi bahasa, tindak tanduk, menghormati orang tua, hormat pada orang lain, saling mencintai, menghindari perselisihan, mengutamakan keselamatan, menghormati guru, tidak boleh iri, meneladani orang yang berperilaku baik, sayang kepada kaum papa, dan menghormati alam semesta. Berikut ini ungkapan yang mengandung nilai-nilai akhlak menurut kebudayaan Sunda.
1)        Kudu hade gogog hade tagog (harus baik salak (anjing), baik laku), maknanya harus baik budi bahasa dan baik tingkah laku.
2)        Ulah nyieun pucuk ti girang (jangan membuat tunas dari hulu), maknanya jangan mencari-cari bibit permusuhan.
3)        Ulah nyolok mata buncelik (jangan mencolok mata yang melotot), maknanya jangan berbuat sesuatu dihadapan orang lain dengan maksud mempermalukan orang itu. Kudu silih asih silih asah jeung silih asuh (harus saling mengasihi saling mengasah dan saling mengasuh), maknanya diantara sesama hidup harus saling mengasihi, mengasah dan mengasuh.
4)        Ulah pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian (jangan berlomba mau duduk di tempat yang yang paling tinggi, mau bertepian mandi paling hulu), maknanya janganlah saling mengatasi di dalam mencari keuntungan sehingga tidak mengindahkan keselamatan bersama. Jangan berebutan kekuasaan atau jabatan.
5)        Kudu bisa miheupekeun maneh (harus dapat menitipkan diri), maknanya harus bertingkah laku baik, agar dapat hidup bersama orang lain dengan selamat.
6)        Guru rare, guru kaki, guru kakang, guru tua (Berguru kepada anak-anak, kepada kakek-kakek, kepada kakak, dan kepada pak tua), maknanya harus berguru kepada orang-orang yang ada di dalam keluarga, dan tak perlu melihat tingkatan usianya.
7)        Mulah hiri mulah dengki deung deungeun sakahulunan (Jangan iri dan jangan culas kepada kawan seperhambaan), maknanya seseorang jangan mempunyai sifat iri dan culas terhadap kawan sendiri.
8)        Ulah mo pake na sabda atong teuang guru basa, bakti suksila di pada janma, di kula kadang baraya (Jangan sampai tidak menggunakan tutur kata yang hormat, hati-hatilah berbahasa, sopan-santunlah kepada setiap orang dan kepada sanak saudara), maknanya seseorang harus berlaku sopan dalam bertutur kata kepada setiap orang.
9)        Jaga urang deuuk, ulah salah hareup, maka rampes di sila (berhati-hatilah kita duduk, jangan salah menghadap, harus baik sikap waktu duduk bersila), maknanya kesopanan harus dijaga, bila kita berkesempatan menghadap orang-orang terhormat.
10)    Aya ma na janma rampes ruana, rampes tingkahna, rampes twahna, turut saageungna, kena itu sinangguh janma utama ngaranna. Aya ma janma goreng ruanaa,ireug tingkahna, rampes twahna, itu ma mulah diturut tingkahna dara sok jeueung rwana, turut ma twahna. Aya janma goreng rwana, ireug tingkahna, goreng twahna, itu ma carut ning bumi, silih dirina urang sabuwana, ngaran calang ning janma (Bila ada orang yang baik perangainya, baik tingkahnya, baik pula perbuatannya, tirulah keseluruhannya, karena dia adalah orang yang disebut manusia utama. Bila ada orang yang buruk perangainya, salah tingkahnya, baik perbuatannya, dia jangan ditiru tingkahnya, tapi cepat-cepat lihat perangainya dan tiru perbuatannya. Bila ada orang yang buruk perangainya, salah tingkahnya, buruk perbuatannya, adalah kotoran dunia.
11)    Sing tangginas nyaring manah ulah kajongjonan ngeunah masing leukeun ngolah tanah tancab-tuncêb anu ngeunah. Montong loba nu dicêkêl ngan kudu têmên jeung wêkêl pingeusaneun boga bêkêl sumawon tambah patikêl. Naon bae bibilintik ngarah sautak-saeutik mibit hayam mibit itik keur meuli poleng jeung bati. (Mesti tangkas berhati nyalang jangan terus keenakan harus tekun mengolah tanah menanam apa yang enak dimakan. Tak usah banyak yang dipegang asal bersungguh-sungguh sebagai jalan agar memiliki bekal apalagi ditambah pandai berdagang. Kerja apapun usahakanlah dengan tekun mencari berdikit-dikit membibitkan ayam dan itik untuk membeli poleng dan batik).
12)    Tabeat linuhung, nya eta nyaah ka nu masakat, artinya tabiat yang luhur ialah sayang kepada orang yang papa.”

4.  Muamalat
Nilai muamalat orang Sunda di antaranya hidup hemat, menjunjung kebersamaan, menjaga mutu hasil pekerjaan, memanfaatkan potensi yang ada, tekun mengolah sawah, ladang, berdagang dan beternak unggas, menjaga kebersihan tempat tinggal, kota dan tempat ibadah, dan menjujung tinggi adat istiadat setempat dan peraturan yang berlaku. Berikut ungkapan yang mengandung nilai muamalat;
1)        Meber-meber totopong heureut (membentangkan ikat kepala yang sempit), maknanya mengatur uang (rezki) yang sedikit untuk keperluan yang banyak, sulit sekali, tetapi sering harus dilakukan.
2)        Ngeduk cikur kudu mihatur, nyohel jahe kudu micarek, ngagegel kudu bewara (mengeduk kencur harus minta izin, mencongkel jahe harus bicara, menggoyang pohon yang berbuah harus memberi tahu), maknanya segala kegiatan harus dilandasi persetujuan bersama.
3)        Lamun anggeus di karma ning akarma, di twah ring atwah, anggeus pahi kilikan, ni gopel nu rapes, nu hala nu hayu (Bila kita selesai mengerjakan tugas, melakukan perbuatan, semua harus kita periksa kembali, mana yang buruk dan mana yang baik, mana yang mungkin mencelakakan kita dan mana pula yang menyelamatkan), maknanya kita harus mawas diri setelah kita selesai melakukan sesuatu.
4)        Manur hiber ku jangjangna jalma hirup ku akalna (burung terbang dengan sayapnya manusia hidup dengan akalnya), artinya setiap makhluk masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.
5)        Jaga rang ngajadikeun gaga sawah, tihap ulah sangsara, jaga rang nyieun kebonan tihap mullah ngundeur ka huma beet salih, ka huma lêga sakalih, hamo beunang urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulih tihap nukeur, pakarang mullah tihap nginjeun, simbut cawêt mulah kasaratan, hakan inum ulah kakurangan  (Bila kita berladang atau bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan memetik sayuran di ladang kecil atau lading luas milik orang, memilihara ternah sekedar angan hanya membeli atau menukar dengan barang (barter), memiliki perkakas sekedar jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun jangan kekurangan), maknanya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk kemewahan, tetapi sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari.
6)        Lamun urang ka dayeuh, ulah ngising di pinggir jalan, di sisi imah di tuntung caangna, bisi kaambeu ku menak ku gusti. Sunguni tungku nu rongah-rongah, bisii kasumpah kapadakeun…ngising mah tujuh lengkah ti jalan, boa mo nêmu picarekeun sakalih, ja urang nyaho di ulah pamali (bila kita datang ke kota, jangan buang berak di pinggir jalan, di samping rumah, di tempat yang terang, kalau-kalau tercium oleh bangsawan dan raja. Timbuni dan tutuplah bagian yang berlubang itu, agar tidak kena serapah akhirnya…buang berak harus tujuh langkah dari (pinggir) jalan, buang air kecil harus tiga langkah, agar tidak mendapat marah dari semuanya, karena kita tahu pada larangan dan pantangan), maknanya kita harus tahu dan menjalankan aturan dalam hal memelihara kebersihan lingkungan. 
7)        Ya ta janma bijil ti nirmala ning lêmah,pahonan, pabutê, pamujaan, imah maneuh, candi, prasada, lingga linggih, batu gangsa, lêmah biningba, ginawe wongwongan, saspuan. Sakitu, saukur lêmah kaopeksa, cai kusucikeun, kapawitrakeun. Nya keh janma rahayu, yanma rampes, ya janma krêta (Ada yang keluar dari kesucian tanah, tempat, tempat kurban, tempat keramat, tempat memuja, sanggar, candi, kuil, lingga suci, batu perunggu, tempat arca, patung-patung, (lalu orang) membersihkannya dengan sapu. Demikianlah, seluruh permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, dikeramatkan. Itu semua manusia yang selamat, orang baik-baik, orang sejahtera), maknanya orang harus selalu membersihkan dan memelihara tempat-tempat suci keagamaan.
8)        Sing tangginas nyaring manah ulah kajongjonan ngeunah masing leukeun ngolah tanah tancab-tuncêb anu ngeunah. Montong loba nu dicêkêl ngan kudu têmên jeung wêkêl pingeusaneun boga bêkêl sumawon tambah patikêl. Naon bae bibilintik ngarah sautak-saeutik mibit hayam mibit itik keur meuli poleng jeung bati. (Mesti  tangkas berhati nyalang jangan terus keenakan harus tekun mengolah tanah menanam apa yang enak dimakan. Tak usah banyak yang dipegang asal bersungguh-sungguh sebagai jalan agar memiliki bekal apalagi ditambah pandai berdagang. Kerja apapun usahakanlah dengan tekun mencari berdikit-dikit membibitkan ayam dan itik untuk membeli poleng dan batik).
9)        kudu pindah cai pindah tampian, maksudnya agar selamat harus pandai menyesuaikan diri dengan adat di desa perantauan.
10)    indung hukum bapa drigama. Maksud dari pernyataan tersebut adalah ada hukum yang mengatur seperti seorang ibu yang mengasuh dan ada drigama sebagai aturan negara yang mendidik seperti seorang bapak.

D. Nilai-nilai Keagamaan Budaya Sunda Yang Mendukung Kepada Kepribadian Sehat
Dari kajian terhadap masyarakat dari berbagai umur, status sosial dan latar belakang kebudayaan para ahli kepribadian telah mengidentifikasi sejumlah karakteristik orang yang memiliki kepribadian sehat. Tidak semua orang memiliki karakteristik tersebut. Di antara mereka ada yang memiliki sebagian besar karakteristik itu, sedangkan yang lain hanya memiliki bagian kecil.
Nilai-nilai keagamaan budaya sunda yang mendukung kepada kepribadian sehat dapat dikategorikan kepada 12 (dua belas) kelompok , kategori tersebut merupakan karakteristik kepribadian sehat menurut Elizabeth B. Hurlock,sebagaiberikut :
a. Penilaian diri secara realistic
1)      Nulain kudu dilainkeun, nu enya kudu dieunyakeun, nu ulah kudu diulahkeun (yang bukan harus dikatakan bukan, yang sungguh harus dikatakan sungguh, yang jangan harus dikatakan jangan), maknanya segala sesuatu harus berdasarkan kenyataan. Senantiasa hidup dalam kejujuran demi kepentingan bersama.
2)      Mending waleh manan leweh (lebih baik berterus terang daripada menagis), maknanya lebih baik berterus terang dari pada terus menanggung kedukaan.
3)      Mas ma ngaranya sabda tuhu (Emas namanya, seseorang yang jujur dalam berkata), maknanya orang harus jujur dalam berkata, karena jujur itu perbuatan yang mulia).
4)      Ulah papadon los kakolong (jangan berpesan lalu pergi kekolong), maknanya jangan berjanji jika tidak bisa menepatinya.
5)      Ulah lali ka purwadaksina (jangan lupa kepada asal-usul), maknanya jangan berubah adat kebiasaan karena kaya atau pangkat, harus sederhana jangan sombong dan angkuh.
6)      Jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan (berhati-hatilah, kita tidur hanya untuk menghilangkan kantuk, minum tuak (air nira) hanya untuk menghilangkan haus, makan untuk menghilangkan lapar, jangan kita berlebihan), maknanya Kebutuhan primer hidup kita harus kita penuhi, tetapi jangan berlebihan.
7)      Lamun aya nu meda urang, aku sapameda sakalih, nya mana kadyangga ning galah cedek tinunggalan teka. Upamana uranng kudil, eta kangken cai pamandyan, upamana urang kurit, kagken datang nu ngaminyakan, upamana urang hanaang, kangken datang nu mawa aroteun, upamana urang handeueul, kangken datang nu mrere sapaheun (bila ada orang yang mengkritik kita, terimalah semua kritik itu, dengan demikian semua penohok tetapi sampai (pada tujuannya). Ibarat kita sedang dekil, datanglah orang yang memberi minyak, Ibarat sedang lapar, datanglah orang yang memberi nasi, Ibarat sedang haus, datanglah orang yang memberi minuman, Ibarat mulut kita sedang kering, datanglah orang yang memberi sirih pinang), maknanya kita mesti mau mendengar kritikan orang lain, karena kritikan itu berguna bagi kita sendiri.

b.    Mampu menilai situasi secara realistik
1)      Mending kendor ngagembol tinimang gancang pincang (lebih banyak lambat tetapi dengan banyak hasilnya daripada cepat tetapi pincang), maknanya lebih baik lambat dengan banyak hasilnya daripada cepat dengan sedikit hasilnya.


c. Penilaian prestasi secara realistic

1)      Mun teu ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, un teu ngarah moal ngarih (kalau tidak rajin bekerja tidak akan mengunyah, kalau tidak berfikir dan mencari rezeki tidak akan mengaduk nasi), maknanya untuk beroleh rezeki kita harus mencarinya dengan menggunakan segala daya yang ada pada diri kita.
2)      Sagala pagewean oge aya kaheseanana, tapi kumaha da jelema mah wajibna digawe the pikeun nyiar kahirupanana, kapan aya paribahasa: lamun teu ngakal moal ngakeul, hartina lamun teu daek barang gawe moal dahar (Pekerjaan apapun ada kesukarannya, tetapi orang kan harus bekerja untuk mencari nafkah buat hidupnya. Bukanlah ada peribahasa yang mengatakan: kalau tidak ngakal (usaha menggunakan akal), tiada akan ngakel (mencungkil dan mengipasi nasi), artinya kalau tak mau bekerja tak akan makan.
3)      Lamun makasuka rasa urang, kangken pare beurat sangga, boa makahuripna urang reya, ya katemu wit ning suka lawan enak, salang nu ngupat, ala panyaraman (Bila berbahagia perasaan kita, bagaikan padi berat berisi, pasti menghidupkan kita semua, yakni menemukan sumber kesukaan dan kenikmatan, tahan umpatan dan mengambil manfaat dari larangan-larangan), maknanya kita akan berbahagia, bila kita tahan menerima celaan dan mendengar nasehat orang lain.
4)      Jaga rang ngajadikeun gaga sawah, tihap ulah sangsara, jaga rang nyieun kebonana tihap mulah ngundeur ka huma beet saalih, ka huma lega sakalih, hamo beunang urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulah tihap mukeur, pakarang mulah tihap nginjeum, simbut cawet mulah kasaratan, hakan inum ulah kakurangan (Bila kita berladang atau bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan memetik sayuran diladang kecil atau ladang luas milik orang, memelihara ternak sekedar angan hanya membeli atau menukar dengan barang (barter), memiliki perkakas sekedar jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun jangan kekurangan), maknanya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk kemewahan, tetapi sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari.
5)      Upama urang mandi, cai pitemu urang hengan tan na cai dwa piliheunana: nu keruh  deungeun nu herang. Kitu keh twah janma, dwa nu kapaknakeun:nu goce deungeun nu rampes, mana na kapahala ku twah nu mahala inya: mana na kapahayu ku twah nu mahayu inya. Nya mana janma hala ku twahna, mana hayu ku twahna (Bila kita mandi, air yang kita temukan hanya dua macam yang harus kita pilih: air keruh dan air bening. Demikian pula manusia, dua maknanya: yang buruk dan yang baik, orang yang susah karena kelakuan yang membuat susah, orang yang bahagia karena perbuatan yang membuat bahagia bagi dirinya. Manusia itu susah karena tingkahnya dan bahagia karena tingkahnya), maknanya Di dunia ini ada dua orang kelompok manusia, yakni, manusia yang berbuat jahat dan yang berbuat baik. Akibatnya pun dua macam: sengsara dan bahagia.

d.   Menerima Kenyataan
1)   Dihin pinasti anyar pinanggih (sejak dahulu ditentukan baru sekarang dijumpai), maknanya segala hal yang dialami sekarang sesungguhnya sudah ditentukan dahulu. Agar orang percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Tuhan.
2)   Wijaya jana janma kawisesa ku dewata pun (Keunggulan manusia terkuasai oleh dewata), maknanya Sepandai-pandai orang tidak akan melampaui kekuasaan Tuhan.
3)   Ulah ninggalkeun hayam dudutaneun (jangan meninggalkan ayam yang sudah disembelih tetapi bulunya belum dibului), maknanya jangan meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
4)   Henteu gedag bulu salambar (Tidak bergetar bulu selembar), maknanya Tidak bergetar sedikitpun menghadapi musuh.
5)   Ulah ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan pribadi.

e. Menerima Tanggung Jawab
1)   Kudu tunggul kajukut, tanggah kasadapan (harus menunduk kerumput, menengadah kesedapan), maknanya Selalu memikirkan kewajiban dan tidak memikirkan hal lainnya.
2)   Jaga rang ceta ma, mullah luhya, mullah kuciwa (berhati-hatilah bila melakukan sesuatu, jangan mengeluh jangan kecewa), maknanya seseorang jangan mempunyai sifat suka mengeluh dan putus asa.
3)   Taraje nanggeuh dulang tinande (tangga bersandar dulangpun siap menadah), maknanya siap sedia menjalankan kewajiban.
4)   Geura mageuhan cangcut tali wanda (segera mengencangkan cawat dan tali pengikat tubuh), maknanya segeralah siap untuk berjuang, agar dari sekarang mempersiapkan diri untuk melaksanakan tugas.
5)   Lamun teungteuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya di tindih ukir, ditapa diluhur gunung (Bila benar-benar menjalankan perbuatan selaku hamba, hal itu lebih memadai dibandingkan dengan usia setinggi bukit atau bertapa dipuncak gunung), maknanya besar sekali pahalanya bila seseorang menjalankan kewajiban selaku hamba atau pengabdi.
6)   Kudu tunggul kajukut, tanggah kasadapan (harus menunduk kerumput, menengadah kesedapan), maknanya Selalu memikirkan kewajiban dan tidak memikirkan hal lainnya.
7)   Ulah leunggeuh cau beuleum (jangan memulai kenduri pisang bakar), maknanya jangan memulai sesuatu yang baru jika sesuatu yang lama belum terpenuhi.
8)   Ulah ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan pribadi.
9)   Ulah gasik nampi gancang narima (jangan cepat-cepat menerima), maknanya jangan terburu-buru menerima sesuatu, hendaknya dipikirkan dulu baik dan buruknya.

f. Otonom (mandiri)
1)   Manuk hibeur kujangjangna jalma hirup ku akalna (Burung terbang dengan sayapnya manusia hidup dengan akalnya), maknanya setiap makhluk masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.
2)   Mun teu ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, un teu ngarah moal ngarih (kalau tidak rajin bekerja tidak akan mengunyah, kalau tidak berfikir dan mencari rezeki tidak akan mengaduk nasi), maknanya untuk beroleh rezeki kita harus mencarinya dengan menggunakan segala daya yang ada pada diri kita.
3)   Neuteuk leukeur meulah jantung, geus lain-lainna deui, cas kayas paris jingga. Kalimat itu disampaikan kepada anak dan suaminya agar tetap teguh dan melupakan kesedihan karena ditinggal mati.
4)   Jawadah tutung biritna sacarana-sacarana (Juadah hangus sebelah bawah, masing-masing dengan caranya), maknanya setiap bangsa memiliki cara dan kebiasaan masing-masing, agar orang saling menghormati cara dan kebiasaan itu meskipun berbeda.
5)   Jaga rang ceta ma, mullah luhya, mullah kuciwa (berhati-hatilah bila melakukan sesuatu, jangan mengeluh jangan kecewa), maknanya seseorang jangan mempunyai sifat suka mengeluh dan putus asa.
6)   kudu percaya kana keyakinan hate sorangan, sanajan cek batur salah, tapi lamun cek kayakinan hate sorangan bênêr, asal cukup ihtiar, ulah rek galideur, sabab saksi nomor hiji nu bakal nyalahkeun jeung ngabênêrkeun kalakuan maneh teh nya eta: hate. Sanajan kalakuan goreng beunang disimbuta ku omongan bohong, tapi hate mah moal beunang dipaling. Lamun nyieun kasalahan moal pinanggih jeung kasugêmaan, salilana bêrêwit dina ati, tangyina jadi panyakit, anu bakal ngaruksak kana badan jeung pikiran (Mantri Jero). Artinya:…harus percaya pada keyakinan hati nurani sendiri, biarpun kata orang lain salah, tapi jika menurut keyakinan sendiri benar, asal cukup ikhtiar, jangan goyah, sebab saksi nomor satu yang akan menyalahkan dan membenarkan kelakuanmu itu ialah hati. Biarpun kelakuan busuk dapat diselimuti dengan omongan bohong, tapi hati tak dapat ditipu. Berbuat kesalahan tak akan pernah menemukan kebahagiaan, selamanya makan hati, tentu jadi penyakit yang akan merusak badan dan pikiran.
7)   Maka nguni nyeueung nu meunang pudyan, meunang parekan,nyeueung nu dineneh ku tohaan, teka dek nyetnyot tineung urang (Demikian pula menyaksikan orang yang mendapat pujian, mendapat selir (hadiah dari raja), melihat orang yang dikasihi raja,(jangan)lalu goyah kesetiaan kita), maknanya seseorang jangan sampai goyah kesetiaannya kepada atasan, walaupun atasan tidak menaruh perhatian kepada pekerjaannya, padahal yang lain diperhatikan. 

g. Kemampuan mengendalikan emosi
1)        Maka nguni nyeueung nu meunang pudyan, meunang parekan,nyeueung nu dineneh ku tohaan, teka dek nyetnyot tineung urang (Demikian pula menyaksikan orang yang mendapat pujian, mendapat selir (hadiah dari raja), melihat orang yang dikasihi raja, (jangan)lalu goyah kesetiaan kita), maknanya seseorang jangan sampai goyah kesetiaannya kepada atasan, walaupun atasan tidak menaruh perhatian kepada pekerjaannya, padahal yang lain diperhatikan.   
2)        Jaga rang dipiguhakeun (berhati-hatilah bila berbicara, seperti diberi tahu rahasia), maknanya seseorang harus dapat menjaga rahasia orang lain.
3)        Ka bojo sing ngalap manah, sakadar nu matak geunah, ulah nu matak tugenah, ku hukum moal kamanah, pameget kukuhan sara, ulah arek lalawora, kkumaha tuturan sara, ambrih lulus nya salira, Ulah dek silih benduan, tiktikan jeung timburuan, bisi kagok kalakuan, tangtu cacad jeung batur salembur, mun bojo kaluluputan, wurukan bae ingitan, supaya kasalametan, ulah mawa nafsu setan (Kepada istri haruslah pandai mengambil hati, sekedar yang mengakibatkan kesenangan, jangan mengakibatkan tak nyaman, oleh hukkumpun tak akan disetujui, Pria hendaknya teguh pada agama jangan gegabah dan lalai, (berbuatlah) sebagaimana ajaran agama agar selamatlah badan Janganlah saling mamarahi curiga dalam penggunaan harta dan cemburuan jika demikian akan serba sulitlah kelakuan tentulah terjadi cela dengan sesama tetangga. Apabila istri berbuat kehilafan nasihati saja dan ingatkan agar supaya beroleh keselamatan janganlah membawa nafsu setan.
4)        Nyaur kudu diukur, nyaba kudu diungang (berkata harus diukur, bersabda harus ditimbang), maknanya segala perkataan harus dipertimbangkan sebelum diucapkan. Senantiasa mengendalikan diri dalam berkata-kata.
5)        Ulah nyieun pucuk ti girang (jangan membuat tunas dari hulu), maknanya jangan mencari-cari bibit permusuhan.
6)        Ulah nyolok mata buncelik (jangan mencolok mata yang melotot), maknanya jangan berbuat sesuatu dihadapan orang lain dengan maksud mempermalukan orang itu.
7)        Ulah ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan pribadi.
8)        Ulah gasik nampi gancang narima (jangan cepat-cepat menerima), maknanya jangan terburu-buru menerima sesuatu, hendaknya dipikirkan dulu baik dan buruknya.
9)        Ulah murageun duwegan tiluhur (jangan menjatuhkan kelapa muda dari atas), maknanya jangan menghambur-hamburkan rezeki hasil jerih panyah.
10)    Ulah beunghar memeh boga (jangan berlagak kaya sebelum memiliki apa-apa), maknanya jangan berlaku dan berbuat seperti orang kaya, padahal diri sendiri belum mempunyai kekayaan. Agar selalu mengukur penghasilan dengan keperluan atau keinginan.
11)    Ceuli ulah barang denge, moma nu sieup didenge (telinga jangan sembarangan mendengar bila bukan sesuatu yang pantas didengar), maknanya seseorang harus menjaga diri agar tidak mendengar sesuatu yang dapat berakibat tidak baik.
12)    Mata ulah barang deuleu, moma nu sieun dideuleu (mata jangan sembarangan melihat, bila bukan sesuatu yang pantas dilihat), maknanya seseorang harus menjaga diri agar tidak melihat sesuatu yang dapat berakibat tidak baik.
13)    Kulit ulah dipake gulanggasehan ku panas ku tiis (kulit jangan digunakan untuk berguling-guling dalam keresahan dalam cuaca panas dan dingin), maknanya seseorang harus menjaga diri agar kulitnya tidak menderita karena terkenai panas dan dingin.
14)    Letah ulah salah nu dirasakeun (Lidah jangan sembarangan mengecap sesuatu), maknanya seseorang harus menjaga diri agar lidahnya tidak digunakan untuk mengecap sesuatu yang pantang dimakan.
15)    Irung ulah salah ambeu (hidung jangan sembarangan mencium sesuatu), maknanya seseorang harus menjaga diri agar hidungnya tidak digunakan untuk mencium sesuatu yang membahayakan.
16)    Sungut ulah barang carek (mulut jangan sembarang bertutur), maknanya seseorang harus menjaga diri agar mulutnya tidak digunakan untuk berbicara tidak baik.
17)    Leungeun ulah barang cokot (tangan jangan sembarang ambil), maknanya seseorang harus menjaga diri agar tangannya tidak digunakan untuk mengambil barang yang bukan miliknya.
18)    Maka takut maka jarot, maka atong, maka teuang ditingkah dipitwahan, diulah pisabdaan (takutlah tapi beranilah, hormatlah dan hati-hati dalam tingkah perbuatan serta dalam berucap), maknanya seseorang harus hormat dan hati-hati dalam berbuat dan berucap.
19)    Palarang ditapa dina luhur gajah hunur singa, deukeut maha bancana(dilarang bertapa diatas gajah atau pundak singa, karena berbahaya), maknanya mengerjakan sesuatu yang terpuji pun harus tetap hati-hati kalau-kalau ada bahaya mengancam
20)    Kajeueung semu mo suka ku tohaan urang, ulah, pamali bisi urug beunang ditapa, hilang beunang cakal bakal,bisi batri hese, kapangguh ku sang hyang jagat sangsara (tampak air muka tidka senang oleh raja kita, jangan tabu, kalau-kalau mati batal hasil bertapa, lenyap jasa nenek moyang, jangan-jangan musnah hasil jerih payah kita, dan ditimpa kesengsaraan), maknanya seseorang tidak boleh memperlihatkan ketidaksukaan kepada raja.
21)    Ulah nyieun pucuk ti girang ( jangan membuat tunas dari hulu), maknanya jangan mencari-cari bibit permusuhan.
22)    Ulah nyolok mata buncelik (jangan mencolok mata yang melotot), maknanya jangan berbuat sesuatu dihadapan orang lain dengan maksud mempermalukan orang itu.
23)     Neuteuk leukeur meulah jantung, geus lain-lainna deui, cas kayas paris jingga.” Kalimat itu disampaikan kepada anak dan suaminya agar tetap teguh dan melupakan kesedihan karena ditinggal mati.

h. Berorientasi pada tujuan
1)   Mun teu ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, un teu ngarah moal ngarih (kalau tidak rajin bekerja tidak akan mengunyah, kalau tidak berfikir dan mencari rezeki tidak akan mengaduk nasi), maknanya untuk beroleh rezeki kita harus mencarinya dengan menggunakan segala daya yang ada pada diri kita.
2)   Ulah ngeok memeh dipacok (jangan mengeok sebelum dipatuk), maknanya kalau menghadapi pekerjaan, janganlah sebelum apa-apa sedah merasa berat.
3)   Kudu tunggul kajukut, tanggah kasadapan (harus menunduk kerumput, menengadah kesedapan), maknanya Selalu memikirkan kewajiban dan tidak memikirkan hal lainnya.
4)   Ulah leunggeuh cau beuleum (jangan memulai kenduri pisang bakar), maknanya jangan memulai sesuatu yang baru jika sesuatu yang lama belum terpenuhi.
5)   Ulah mereubutkeun balong tanpa eusi ( jangan merebutkan tulang tanpa isi), maknanya jangan memperebutkan perkara yang tanpa ada gunanya.
6)   Mending kendor ngagembol tinimang gancang pincang (lebih banyak lambat tetapi dengan banyak hasilnya daripada cepat tetapi pincang), maknanya lebih baik lambat dengan banyak hasilnya daripada cepat dengan sedikit hasilnya.
7)   Ulah ninggalkeun hayam dudutaneun (jangan meninggalkan ayam yang sudah disembelih tetapi bulunya belum dibului), maknanya jangan meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
8)   Sagala pagewean oge aya kaheseanana, tapi kumaha da jelema mah wajibna digawe the pikeun nyiar kahirupanana, kapan aya paribahasa :lamun teu ngakal moal ngakeul, hartina lamun teu daek barang gawe moal dahar (Pekerjaan aapun ada kesukarannya, tetapi orang kan harus bekerja untuk mencari nafkah buat hidupnya. Bukanlah ada peribahasa yang mengatakan: kalau tidak ngakal(usaha menggunakan akal), tiada akan ngakel (mencungkil dan mengipasi nasi), artinya kalua tak mau bekerja tak akan makan.

i. Berorientasi Keluar
1)   Hambur bacot murah congcot (boros bicara pemurah (jangan memberikan) nasi), maknanya cerewet tetapi suka memberikan nasi.
2)   Mulah surah di tineung urang (jangan culas dalam kesetiaan kita), maknanya seseorang jangan berlaku culas melainkan harus setia.
3)   Ulah ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan pribadi.
4)   Kudu paheuyeuk-heuyeuk leungeun (harus saling berpegang tangan), maknanya saling tolong menolong.
5)   Kudu bisa mihapekeun maneh (harus dapat menitipkan diri), maknanya harus bertingkahlaku baik, agar dapat hidup bersama orang lain dengan selamat.
6)   Titip diri sangsang badan (menitipkan diri menyangkutkan badan), maknanya harus bisa menitipkan diri yaitu prilaku hendaknya disesuaikan dengan lingkungan.
7)   Ulah pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian (jangan berlomba mau duduk di tempat yang yang paling tinggi, mau bertepian mandi paling hulu), maknanya janganlah saling mengatasi di dalam mencari keuntungan sehingga tidak mengindahkan keselamatan bersama. Jangan berebutan kekuasaan atau jabatan.
8)   Ngeduk cikur kudu mihatur, nyohel jahe kudu micarek, ngagegel kudu bewara (mengeduk kencur harus minta izin, mencongkel jahe harus bicara, menggoyang pohon yang berbuah harus memberi tahu), maknanyasegala kegiatan harus dilandasi persetujuan bersama.
9)   Lamun urang ka dayeuh, ulah ngising di pinggir jalan, di sisi imah di tuntung caangna, bisi kaambeu ku menak ku gusti. Sunguni tungku nu rongah-rongah, bisii kasumpah kapadakeun…ngising mah tujuh lengkah ti jalan, boa mo nêmu picarekeun sakalih, ja urang nyaho di ulah pamali (bila kita datang ke kota, jangan buang berak di pinggir jalan, di samping rumah, di tempat yang terang, kalau-kalau tercium oleh bangsawan dan raja. Timbuni dan tutuplah bagian yang berlubang itu, agar tidak kena serapah akhirnya…buang berak harus tujuh langkah dari (pinggir) jalan, buang air kecil harus tiga langkah, agar tidak mendapat marah dari semuanya, karena kita tahu pada larangan dan pantangan), maknanya kita harus tahu dan menjalankan aturan dalam hal memelihara kebersihan lingkungan.   

j. Penerimaan Sosial
1)   Maka nguni lamun hareupeun sang dewaratu pun,maka satya di kahuluan, maka lokat dasa kalesa, boa ruat mala mari papa, kapanggih ning kasorgaan (Demikianlah, bila berhadapan dengan raja, setialah sebagai hamba, bersihkanlah pintu yang sepuluh, pasti hilang segala kehinaan dan menemukan kesempurnaan), maknanya Seseorang harus setia pada raja, membersihkan pintu indira yang sepuluh macam agar hilang kehinaannya dan sampai kepada kesempurnaan.
2)   Mulah siwok cante(jangan teriming-iming oleh makanan dan minuman), maknanya seseorang jangan hanya melihat makanan dan minuman saja, artinya jangan mementingkan perut semata.
3)   Kudu bisa miheupekeun maneh (harus dapat menitipkan diri), maknanya harus bertingkah laku baik, agar dapat hidup bersama orang lain dengan selamat.
4)   Nangis seibarat hujan, nyiram binih-kaprawiran. Malah mandar eta bibit kautaman, nu dipêlak dina lêmah anu pinuh ka eurih-jukut-kapeurih melentung jadi petetan serta mulus hirup-hirip, jadi tangkal pangubah kadang warga. Artinya: menangis seibarat hujan yang menyiram benih keperwiraan. Agar benih keutamaan, yang ditahan dalam tanah yang penuh dengan ilalang-rumput-kesedihan, tumbuh bertunas dan hidup mulus jauh dari hama penyakit, menjadi pohon tempat kaum keluarga berlindung.
5)   …ibarat tangkal, diarah iuhna, pangauban kuring leutik, penyalindungan nu kapanasan. Artinya:…ibarat pohon, berguna karena keteduhannya, tempat bernaung si kecil, tempat berteduh yang kepanasan.      

k. Mempunyai Falsafah Hidup
1)   Eling tan pangling, rinasuk jaja tumeheng pati (ingat tidak akan kesamaran, masuk kedalam dada sampai mati), maknanya kenyakinan yang sangat teguh yang dipegang sampai mati.
2)   Wijaya jana janma kawisesa ku dewata pun (Keunggulan manusia terkuasai oleh dewata), maknanya Sepandai-pandai orang tidak akan melampaui kekuasaan Tuhan.
3)   Janma wong, janma siwong, wastu siwong (Janma wong ialah orang dalam jasadnya saja, janma siwong ialah orang baik tetapi belum medapat didikan, wastu siwong ialah orang terdidik sehingga faham akan ajaran yang luhur), maknanya orang mesti mendapat didikan agar memahami ilmu yang berguna bagi dirinya.
4)   Dihin pinasti anyar pinanggih (sejak dahulu ditentukan baru sekarang dijumpai), maknanya segala hal yang dialami sekarang sesungguhnya sudah ditentukan dahulu. Agar orang percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Tuhan.
5)   Kitu urang janma ini, hangger turun ti niskala, henteu ketemu cara dewata, ja ireug tingkahna, hanteu bisa nurut twah nu nyaho (Begitulah manusia, mereka datang dari ketiadaan. Mereka tidak akan menguasai ilmu dewata, karena kesalahan perilakunya, tidak dapat mengikuti perilaku orng yang saleh), maknanya Selama manusia banyak melakukan dosa, maka jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan tidak akan terlihat olehnya.
6)   Geulis nitis ngajadi, jalma lenglang ti pangpangna, geulis datang ka ngalahir (cantik sebagai mana asalnya, orang ramping dari mulanya, cantik hingga keperwujudannya).
7)   Ulah kawas cai dina daun taleus (jangan seperti air pada daun talas), maknanya pelajaran itu harus berbekas dalam prilaku, jangan lewat begitu saja.
8)   Mulih kajati mulang ka asal (kembali kesejati pulang keasal), maknanya meninggal, berasal dari Tuhan kembali ke Tuhan.
9)   Pahi ngawakan ngaran di maneh, pahi mireunngeuh rua di maneh, hengan lamunna mo karas ma, kadyangga ning wilut tumemu wilutnya, bener tumemu benernya,kitu keh eta, ku twah ning janma mana kreta, kutwah ning janma mana na layu (sang Dewata yang lima, semua bertumpu pada namamu atau pribadimu, semua melihat pertumbuhan (prilakumu); apabila tidak terasa, bagai lekukan bertemu dengan lekukan; lurus bertemu dengan lurusnya; begitulah dengan perbuatan manusia menjadi sejahtera, dengan perbuatannya pula manusia merana), maknanya kepercayaan atau anggapan bahwa para dewa selalu dekat dengan manusia, hanya mungkin manusia tidak merasakannya. Para Dewa  itu selalu memperhatikan prilaku semua manusia di dunia. Manusia berbuat untuk dirinya; bila perbuatanya baik, maka akan baik pula hasilnya, dan sebaliknya.
10)  Manuk hibeur kujangjangna jalma hirup ku akalna ( Burung terbang denngan sayapnya manusia hidup dengan akalnya), maknanya setiap makhluk masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.
11)  Karma ma ngaranya pibudieun, tingkah paripolah saka jalan ngaranya (perbuatan itu berarti sesuatu yang melahirkan budi, prilaku yang menjadi asal mula), maknanya perbuatan dan prilaku seseorang merupakan awal terjadinya kebaikan.
12)  Leutik ringkang gede bugang (Kecil langkah besar bangkai), maknanya manusia itu meskipun kecil badannya, kalau meninggal dalam perjalanan, besar urusannya, berbeda dengan binatang.
13)  Nimu luang tina burung (Mendapat pengalaman dari perangkap), maknanya: mendapat pengalaman atau pengetahuan pada waktu mendapat kecelakaan. Agar orang tidak berputus asa atau kecewa jika ditimpa kemalangan atau kecelakaan, sebab dalam dalam kemalangan atau musibah itu ada hikmah yang dapat kita petik.
14)  Eling tan pangling, rinasuk jaja tumeheng pati (ingat tidak akan kesamaran, masuk kedalam dada sampai mati), maknanya kenyakinan yang sangat teguh yang dipegang sampai mati.
15)  Kedhongana kuncinana, wong mati mangsa wurunga (di gedung yang dikunci pun orang yang mati mustakhil tidak jadi), maknanya walau bagaimanapun, setiap orang tidak akan luput dari kematian.
16)  Guru rare, guru kaki, guru kakang, guru tua (Berguru kepada anak-anak, kepada kakek-kakek, kepada kakak, dan kepada pak tua), maknanya harus berguru kepada orang-orang yang ada di dalam keluarga, dan tak perlu melihat tingkatan usianya.
17)  indung hukum bapa drigama. Maksud dari pernyataan tersebut adalah ada hukum yang mengatur seperti seorang ibu yang mengasuh dan ada drigama sebagai aturan negara yang mendidik seperti seorang bapak.
18)  untung becik untung ala, saking Allah; untung maupun rugi modalnya  dibawa dari kondrat.
19)  kudu percaya kana keyakinan hate sorangan, sanajan cek batur salah, tapi lamun cek kayakinan hate sorangan bênêr, asal cukup ihtiar, ulah rek galideur, sabab saksi nomor hiji nu bakal nyalahkeun jeung ngabênêrkeun kalakuan maneh teh nya eta: hate. Sanajan kalakuan goreng beunang disimbuta ku omongan bohong, tapi hate mah moal beunang dipaling. Lamun nyieun kasalahan moal pinanggih jeung kasugêmaan, salilana bêrêwit dina ati, tangyina jadi panyakit, anu bakal ngaruksak kana badan jeung pikiran (Mantri Jero). Artinya:…harus percaya pada keyakinan hati nurani sendiri, biarpun kata orang lain salah, tapi jika menurut keyakinan sendiri benar, asal cukup ikhtiar, jangan goyah, sebab saksi nomor satu yang akan menyalahkan dan membenarkan kelakuanmu itu ialah hati. Biarpun kelakuan busuk dapat diselimuti dengan omongan bohong, tapi hati tak dapat ditipu. Berbuat kesalahan tak akan pernah menemukan kebahagiaan, selamanya makan hati, tentu jadi penyakit yang akan merusak badan dan pikiran (Mantri Jero) (Warnaen, dkk., 1987: 148)     
20)  …ulah rek ngalalaworakeun kuno têtêkon katatakrama, sebab turunan mah teu beunang dibunian. Lir ibarat emat, sanajan geus rimeuk oge, ari dikosok mah tangtu herang deui, wantuning moal obah sifat kaemasanana mah. Kitu heula, digosokeun kana batu pangujian, jadi salilana moal kabobodo. Di jelema oge nya kitu: lamun rek niten hiji jelema turunan luhur-lainna, diuji heula, nya eta ditilik tindak-rengkakna, tata bahasana jeung ngomongna, sebab ieu sarat-sarat nu tilu rupa hese diturutnana, lamun dina dirina hênteu nyampak darahna.” Artinya…jangan mengabaikan aturan tatakrama, sebab darah keturunan tak dapat disembunyikan. Ibarat emas, meskipun sudah kusam tapi kalau digosok akan bercahaya kembali, karena tiada ‘kan pernah berubah sifat keemasannya. Begitu pula kalau mau tahu tulen tidaknya emas, bukankah harus diuji pula, digosokkan pada batu penguji, jadi selamanya tidak akan terperdaya. Demikina pula ihwal manusia; kalau mau meneliti apakah seseorang berasal dari keluarga mulia atau bukan, harus diuji lebih dulu, yaitu diamati gerak-geriknya, tata cara berbahasa, dan tutur katanya, sebab ketiga macam syarat ini sulit ditiru, kalau pada diri orang itu tidak ada darah keturunannya.

l. Kebahagiaan
1)        Kudu silih asih silih asah jeung silih asuh (harus saling mengasihi saling mengasah dan saling mengasuh), maknanya diantara sesama hidup harus salilng mengasihi, mengasah dan mengasuh.
2)        Kudu bisa miheupekeun maneh (harus dapat menitipkan diri), maknanya harus bertingkah laku baik, agar dapat hidup bersama orang lain dengan selamat.
3)        Jaga rang ngajadikeun gaga sawah, tihap ulah sangsara, jaga rang nyieun kebonan tihap mullah ngundeur ka huma beet salih, ka huma lêga sakalih, hamo beunang urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulih tihap nukeur, pakarang mullah tihap nginjeun, simbut cawêt mulah kasaratan, hakan inum ulah kakurangan  (Bila kita berladang atau bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan memetik sayuran di lading kecil atau lading luas milik orang, memilihara ternah sekedar angan hanya membeli atau menukar dengan barang (barter), memiliki perkakas sekedar jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun jangan kekurangan), maknanya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk kemewahan, tetapi sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari.
4)        Maka nguni lamun hareupeun sang dewaratu pun,maka satya di kahuluan, maka lokat dasa kalesa, boa ruat mala mari papa, kapanggih ning kasorgaan (Demikianlah, bila berhadapan dengan raja, setialah sebagai hamba, bersihkanlah pintu yang sepuluh, pasti hilang segala kehinaan dan menemukan kesempurnaan), maknanya Seseorang harus setia pada raja, membersihkan pintu indira yang sepuluh macam agar hilang kehinaannya dan sampai kepada kesempurnaan.
5)        Lamun teungteuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya di tindih ukir, ditapa diluhur gunung (Bila benar-benar menjalankan perbuatan selaku hamba, hal itu lebih memadai dibandingkan dengan usia setinggi bukit atau bertapa dipuncak gunung), maknanya besar sekali pahalanya bila seseorang menjalankan kewajiban selaku hamba atau pengabdi.
6)        Nu kangken bijil ti nirmala ning lemah ma ngaranna inget di sanghyang siksa, mikukuh talatah ambu bapa aki lawan buyut, nyaho di siksaan mahapandita, mageuhkeun ujar ning kreta (yang didibaratkan keluar dari kesucian tanah ialah mereka yang ingat akan (ajaran) Sanghyang siksa, menaati pesan ibu, bapak, kakek dan buyut, tahu akan ajaran mahapendeta, mengukuhkan kata-kata kesentosaan), maknanya orang harus selalu mentaati ajaran-ajaran yang telah ada sejak zaman dahulu, yakni ajaran kesentosaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
7)        Karma ma ngaranya pibudieun, tingkah paripolah saka jalan ngaranya (Perbuatan itu berarti sesuatu yang menimbulkan budi, prilaku yang menjadi asal mulanya), maknanya perbuatan dan prilaku seseorang merupakan awal terjadinya kebaikan.
8)        Sagala pagewean oge aya kaheseanana, tapi kumaha da jelema mah wajibna digawe the pikeun nyiar kahirupanana, kapan aya paribahasa :lamun teu ngakal moal ngakeul, hartina lamun teu daek barang gawe moal dahar (Pekerjaan aapun ada kesukarannya, tetapi orang kan harus bekerja untuk mencari nafkah buat hidupnya. Bukanlah ada peribahasa yang mengatakan :kalau tidak ngakal(usaha menggunakan akal), tiada akan ngakel (mencungkil dan mengipasi nasi), artinya kalua tak mau bekerja tak akan makan.
9)        Lamun pati ma eta  atmana manggihkeun sorga rahayu, manggih rahina tanpa balik peteng, suka tanpa balik duka, sorga tanpa balik papa, enak tanpa balik lara, hayu tanpa balik hala, nohan tanpa balik wogan, mokta tanpa balik byakta, nis tanapa balik hana, hyang tanpa balik dewa. Ya ta sinangguh parama lenyep ngarana (Bila mati sukmanya akan menemukan kemuliaan dan keselamatan, terang tanpa gelap, suka tanpa duka, kemuliaan tanpa kehinaan, senang tanpa derita, selamat tanpa bencana, pasti tanpa kebetulan, bebas tanpa terikat (wujud), gaib tanpa kehaditan (bentuk), menjadi hyang, dan tidak akan menjadi dewa lagi. Itulah yang disebut parama lenyep(kedamaian utama)), maknanya Kepercayaan bahwa mereka yang menjalankan ajaran agama akan menerima kenikmatan yang luar biasa pada kehidupan akhirat.
10)    Ngadeudeul ku congo rambut (menunjang dengan ujung rambut), maknanya memberi sumbangan kecil tetapi disertai kerelaan.
11)    Asa mobok manggih gorowong (seperti membuat luabang menemukan ruang terbuka), maknanya orang yang sedang mencari jalan, lalu mendapat pertolongan sehingga merasa senang.
12)    Karma ma ngaranya pibudieun, tingkah paripolah saka jalan ngaranya (perbuatan itu berarti sesuatu yang melahirkan budi, prilaku yang menjadi asal mula), maknanya perbuatan dan prilaku seseorang merupakan awal terjadinya kebaikan.


TUGAS !
Petunjuk  :
1.       Buatlah sebuah laporan penelitian yang berjudul “NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA DALAM PERSPEKTIF AJARAN ISLAM : Suatu Studi Kritis”. Nilai-nilai budaya sunda tersebut mengacu kepada nilai-nilai budaya sunda yang telah dijelaskan dimuka.
2.       Kritik Islam terhadap nilai budaya tersebut mengacu kepada al-Qur’an dan al-Hadist serta pendapat para ulama yang ada di sekitar anda. Responden sebanyak lima (5) orang.    
3.       Laporan Penelitian tersebut ditulis 1,5 spasi, huruf yang digunakan Times New Roman dengan ukuran 12 dengan jenis kertas A4.
Adapun formatnya sebagai berikut :
Halaman muka
Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I.  Pendahuluan (2 halaman)
A.     Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan penelitian
D.     Manfaat dan kegunaan penelitian
E.      Metodologi Penelitian (metode penelitian yang digunakan, Lokasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data)
Bab II. Kajian Teori ( 4 halaman)
A.     Nilai-nilai budaya sunda
B.     Nilai-nilai ajaran Islam
Bab III.Analisis dan Penafsiran Data (6 halaman)
A.     Analisis sumber data Primer
1.       Nilai-nilai budaya sunda yang relevan dengan ajaran Islam
2.       Nilai-nilai budaya sunda yang bertentangan dengan ajaran Islam
B.     Analisisn sumber data sekunder
1.       Nilai-nilai budaya sunda yang relevan dengan ajaran Islam
2.       Nilai-nilai budaya sunda yang bertentangan dengan ajaran Islam
Bab IV. Kesimpulan dan saran (2 halaman)
  1. Kesimpulan
  2. Saran
Daftar Pustaka