Lanjutan Kebudayaan Sunda
C.
Kandungan Nilai-nilai Keagamaan Dalam Kebudayaan Sunda
Dari sumber nilai yang
peneliti paparkan di atas terungkap bahwa bahasa Sunda sedikit banyak telah
dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan Islam.
Terlepas dari adanya unsure budaya asli Sunda dan pengauh Hindu-Buddha
di dalamnya, kandungan nilai keagamaan dalam budaya Sunda bisa dikelompokkan ke dalam empat ketegori, yaitu: aqidah, akhlak, ibadah
dan muamalah. Yang dimaksud dengan aqidah
ialah keyakinan dasar, kepercayaan pokok. Aqidah merupakan pokok dari
keimanan seseorang dalam menyembah Tuhan. Akhlak mengandung arti
kelakuan, tabiat dan tingkah laku. Ibadah ialah amalan yang diniatkan
untuk berbakti kepada Allah yang pelaksanaannya diatur oleh syariat. Adapun muamalat
ialah hal-hal yang termasuk dalam urusan sosial (kemasyarakatan).
1. Aqidah
Nilai aqidah
di antaranya memahami asal-usul, semua pasti mata, menghormati nenek
moyang, dewata, Tuhan, dan meyakini bahwa semua persoalan baik buruk dari
Tuhan. Berikut ini pernyataan yang
berisi kandungan nilai aqidah;
1)
Mulih
kajati mulang ka asal (kembali kesejati pulang
keasal).
2)
Kedhongana
kuncinana, wong mati mangsa wurunga (di gedung yang
dikunci pun orang yang mati mustakhil tidak jadi).
3)
Ini
triwarga di lamba: Wisnu kangken prabu, Brahma kangken rama, Isora kangken resi. Nya mana tritangtu
pineguh ning bwana, triwarga hurip ning jagat (Ini
tiga warga pada kehidupan luas; Wisnu diibaratkan prabu (raja), Brahma diibaratkan resi, Isora diibaratkan
pendeta. Bila tritangtu peneguh dunia, maka triwarga yang menghidupkan
jagat raya), maknanya Kepercayaan bahwa jagat raya dikuasai oleh Wisnu, Brahma
dan Isora (Siwa).
4)
Sungut
sambung lemek, suku sambung lempang, kaula panghulu agung, wawakil panatagama,
nêda panaksen, angungna ka Gusti Allah nu maha wisesa, jêmbarna ka sakur nu
hadir, batinna ka Nu Ngayuga, lahirna ka bumi-langit, ka bayu, ka kayu jeung ka
watu, lamun ênya Raden Yogaswara bêrêsih
dirina, sing kêbêl teuleumna, ulah muncul sameneh Sang Batok Kohok titêrêb” (Mulut sambung bicara, kaki sambung langkah, aku penghulu agung,
wakil panatagama, minta kesaksian, agungnya kepada Gusti Allah Yang Maha Kuasa,
umumnya kepada semua yang hadir, batinnya kepada Sang Penjaga, lahirnya kepada
bumi-langit, kepada angin, kepada kayu,
kepada batu, kalau betul diri Raden Yogiswara bersih, semoga lama menyelam jangan muncul sebelum Dang Tempurung
Bolong tenggelam.
5)
Untung
becik untung ala, saking Allah; untung maupun rugi modalnya dibawa dari kondrat.
6)
Lamun
pati ma eta atmana manggihkeun sorga
rahayu, manggih rahina tanpa balik peteng,
suka tanpa balik duka, sorga tanpa balik papa, enak tanpa balik lara,
hayu tanpa balik hala, nohan tanpa balik wogan, mokta tanpa balik byakta, nis
tanapa balik hana, hyang tanpa balik dewa.
Ya ta sinangguh parama lenyep ngarana (Bila mati sukmanya akan
menemukan kemuliaan dan keselamatan, terang tanpa gelap, suka tanpa duka, kemuliaan tanpa kehinaan, senang tanpa
derita, selamat tanpa bencana, pasti tanpa kebetulan, bebas tanpa terikat(wujud),
gaib tanpa kehaditan (bentuk), menjadi hyang, dan tidak akan menjadi dewa lagi.
Itulah yang disebut parama lenyep (kedamaian
utama)), maknanya Kepercayaan bahwa mereka yang menjalankan ajaran agama akan menerima kenikmatan yang luar
biasa pada kehidupan akhirat.
2. Ibadah
Nilai Sunda yang mencerminkan ibadah meliputi
memohon ampunan dan kesucian kepada dewata
dan Tuhan; menghormati, menjaga, dan membersihkan tempat-tempat suci;
dan berbakti kepada orang tua, guru, pejabat pamongpraja, dewata dan hal-hal
yang goib. Berikut ungkapan yang mengandung nilai-nilai ibadah;
1)
Bul
ngukus mêndung ka manggung, ka manggung nêda papayung, ka dewata nêda, ka puhaci nêda suci. Artinya: Mengepullah asap ke atas, ke atas minta perlindungan,
kepada dewata mohon maaf, kepada pohaci mohon kesucian.
2)
Nêda
panjang pangapura, rek ngusik-ngusik nu keur calik; ngoba-ngobah nu keur tapa. Artinya: Mohon maaf yang terus menerus, sebab akan mengusik yang
sedang bersemayam, menggoda yang sedang bertapa.
3)
Ya ta
janma bijil ti nirmala ning lêmah,pahonan, pabutê, pamujaan, imah maneuh,
candi, prasada, lingga linggih, batu gangsa, lêmah biningba, ginawe wongwongan,
saspuan. Sakitu, saukur lêmah kaopeksa, cai kusucikeun, kapawitrakeun. Nya keh
janma rahayu, yanma rampes, ya janma krêta (Ada
yang keluar dari kesucian tanah, tempat, tempat kurban, tempat keramat, tempat
memuja, sanggar, candi, kuil, lingga suci, batu perunggu, tempat arca,
patung-patung, (lalu orang) membersihkannya dengan sapu. Demikianlah, seluruh
permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, dikeramatkan. Itu semua manusia
yang selamat, orang baik-baik, orang sejahtera), maknanya orang harus selalu
membersihkan dan memelihara tempat-tempat suci keagamaan.
4)
Anak
bakti di bapa, ewe bakti di laki, hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di
guru, wong tani tani bakti di wado, wado bakti di di mantri, mantri bakti di nu
nangganan, nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu
bakti di dewata, dewata bakti di hyang (anak
berbakti kepada ayah, perempuan berbakti pada suami, hamba sahaya berbakti
kepada majikan, siswa berbakti kepada guru, petani berbakti kepada wado
(nama jabatan), wado berbakti kepada mantri (nama jabatan),
mantri berbakti kepada nu nangganan (nama jabatan), nu nangganan berbakti
kepada mangkubumi (nama jabatan), mangkubumi berbakti kepada ratu atau raja,
ratu atau raja berakti kepada dewata, dewata berbakti kepada hyang), maknanya
seseorang harus berbakti kepada orang yang mempunyai jabatan yang lebih tinggi
dari dia, sedangkan ratu atau raja harus berbakti kepada zat yang ada di dunia
supernatural.
5)
Bakti
ka Batara! Sing para dewata kabeh baktika Barata Seda Niskala. Pahi manggihkeun
si tuhu lawan pretyaksa (Berbaktilah kepada Barata!
Maka para dewata pun berbakti pada Barata kekuatan yang Tunggal. Semua
menentukan ketaatan dan kejelasan), maknanya Sebagai makhluk, kita harus
menyembah Tuhan yang Maha Esa dengan penuh ketaatan, karena perintah-Nya benar
adanya.
6)
Pun
sapun ka luhur ka Sang Rumuhum ka Guruputra Yang Bayu ka handap ka Sang Barata
ka Batara ka Nagaraja amit ampun ka nu kagungan lêmbur tabe kanu kagungan bale
amit ka nu kagungan bumi bisingna numbuk kukubung bisingna nojo kosong bising
ngarêmpak larangan nu calik jadi canoli nu aya di papajangan sarawuh di
papajangan nêda ampun nya paralun nêda panjang pangampura jisim kuring rek
ngembarkeun pangandika kangjêng Nabi Rasulullah saw. (Yus Rusyana, 1971: 24) Artinya: Mohon ampun ke atas kepada Sang
Rumuhun ke bawah ke Sang Batara kepada Batara kepada Batari kepada Batara
Nagaraja minta ampun kepada yang empunya kampung tabe kepada yang empunya balai
minta izin kepada yang empunya rumah kalau-kalau mengena bilik kalau-kalau
mengena ruang kosong yang duduk menjadi canoli yang ada di ruang berhiasan
minta ampun minta panjang permaafan saya akan mengumumkan sabda Kangjeng Nabi
Rasulullah saw. (Warnaen, dkk., 1987: 125).
3. Akhlak
Nilai akhlak orang Sunda di antaranya menjunjung
tingga budi bahasa, tindak tanduk, menghormati orang tua, hormat pada orang
lain, saling mencintai, menghindari
perselisihan, mengutamakan keselamatan, menghormati guru, tidak boleh
iri, meneladani orang yang berperilaku baik, sayang kepada kaum papa, dan
menghormati alam semesta. Berikut ini ungkapan yang mengandung nilai-nilai
akhlak menurut kebudayaan Sunda.
1)
Kudu
hade gogog hade tagog (harus baik salak (anjing),
baik laku), maknanya harus baik budi bahasa dan baik tingkah laku.
2)
Ulah
nyieun pucuk ti girang (jangan membuat tunas dari
hulu), maknanya jangan mencari-cari bibit permusuhan.
3)
Ulah
nyolok mata buncelik (jangan mencolok mata yang
melotot), maknanya jangan berbuat sesuatu dihadapan orang lain dengan maksud
mempermalukan orang itu. Kudu silih asih silih asah jeung silih asuh
(harus saling mengasihi saling mengasah dan saling mengasuh), maknanya diantara
sesama hidup harus saling mengasihi, mengasah dan mengasuh.
4)
Ulah
pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian (jangan
berlomba mau duduk di tempat yang yang paling tinggi, mau bertepian mandi
paling hulu), maknanya janganlah saling mengatasi di dalam mencari keuntungan
sehingga tidak mengindahkan keselamatan bersama. Jangan berebutan kekuasaan
atau jabatan.
5)
Kudu
bisa miheupekeun maneh (harus dapat menitipkan
diri), maknanya harus bertingkah laku baik, agar dapat hidup bersama orang lain
dengan selamat.
6)
Guru
rare, guru kaki, guru kakang, guru tua (Berguru
kepada anak-anak, kepada kakek-kakek, kepada kakak, dan kepada pak tua),
maknanya harus berguru kepada orang-orang yang ada di dalam keluarga, dan tak
perlu melihat tingkatan usianya.
7)
Mulah
hiri mulah dengki deung deungeun sakahulunan
(Jangan iri dan jangan culas kepada kawan seperhambaan), maknanya seseorang
jangan mempunyai sifat iri dan culas terhadap kawan sendiri.
8)
Ulah
mo pake na sabda atong teuang guru basa, bakti suksila di pada janma, di kula
kadang baraya (Jangan sampai tidak menggunakan
tutur kata yang hormat, hati-hatilah berbahasa, sopan-santunlah kepada setiap
orang dan kepada sanak saudara), maknanya seseorang harus berlaku sopan dalam
bertutur kata kepada setiap orang.
9)
Jaga
urang deuuk, ulah salah hareup, maka rampes di sila (berhati-hatilah kita duduk, jangan salah menghadap, harus baik
sikap waktu duduk bersila), maknanya kesopanan harus dijaga, bila kita
berkesempatan menghadap orang-orang terhormat.
10)
Aya
ma na janma rampes ruana, rampes tingkahna, rampes twahna, turut saageungna,
kena itu sinangguh janma utama ngaranna. Aya ma janma goreng ruanaa,ireug
tingkahna, rampes twahna, itu ma mulah diturut tingkahna dara sok jeueung
rwana, turut ma twahna. Aya janma goreng rwana, ireug tingkahna, goreng twahna,
itu ma carut ning bumi, silih dirina urang sabuwana, ngaran calang ning janma (Bila ada orang yang baik perangainya, baik tingkahnya, baik pula
perbuatannya, tirulah keseluruhannya, karena dia adalah orang yang disebut
manusia utama. Bila ada orang yang buruk perangainya, salah tingkahnya, baik
perbuatannya, dia jangan ditiru tingkahnya, tapi cepat-cepat lihat perangainya
dan tiru perbuatannya. Bila ada orang yang buruk perangainya, salah tingkahnya,
buruk perbuatannya, adalah kotoran dunia.
11)
Sing
tangginas nyaring manah ulah kajongjonan ngeunah masing leukeun ngolah tanah
tancab-tuncêb anu ngeunah. Montong loba nu dicêkêl ngan kudu têmên jeung wêkêl
pingeusaneun boga bêkêl sumawon tambah patikêl. Naon bae bibilintik ngarah
sautak-saeutik mibit hayam mibit itik keur meuli poleng jeung bati. (Mesti tangkas berhati nyalang jangan terus keenakan harus tekun
mengolah tanah menanam apa yang enak dimakan. Tak usah banyak yang dipegang
asal bersungguh-sungguh sebagai jalan agar memiliki bekal apalagi ditambah
pandai berdagang. Kerja apapun usahakanlah dengan tekun mencari berdikit-dikit
membibitkan ayam dan itik untuk membeli poleng dan batik).
12)
Tabeat
linuhung, nya eta nyaah ka nu masakat, artinya
tabiat yang luhur ialah sayang kepada orang yang papa.”
4. Muamalat
Nilai muamalat orang Sunda di antaranya hidup
hemat, menjunjung kebersamaan, menjaga mutu hasil pekerjaan, memanfaatkan
potensi yang ada, tekun mengolah sawah, ladang, berdagang dan beternak unggas,
menjaga kebersihan tempat tinggal, kota dan tempat ibadah, dan menjujung tinggi
adat istiadat setempat dan peraturan yang berlaku. Berikut ungkapan yang
mengandung nilai muamalat;
1)
Meber-meber
totopong heureut (membentangkan ikat kepala yang
sempit), maknanya mengatur uang (rezki) yang sedikit untuk keperluan yang
banyak, sulit sekali, tetapi sering harus dilakukan.
2)
Ngeduk
cikur kudu mihatur, nyohel jahe kudu micarek, ngagegel kudu bewara (mengeduk kencur harus minta izin, mencongkel jahe harus bicara,
menggoyang pohon yang berbuah harus memberi tahu), maknanya segala kegiatan
harus dilandasi persetujuan bersama.
3)
Lamun
anggeus di karma ning akarma, di twah ring atwah, anggeus pahi kilikan, ni
gopel nu rapes, nu hala nu hayu (Bila kita selesai
mengerjakan tugas, melakukan perbuatan, semua harus kita periksa kembali, mana
yang buruk dan mana yang baik, mana yang mungkin mencelakakan kita dan mana
pula yang menyelamatkan), maknanya kita harus mawas diri setelah kita selesai
melakukan sesuatu.
4)
Manur
hiber ku jangjangna jalma hirup ku akalna (burung
terbang dengan sayapnya manusia hidup dengan akalnya), artinya setiap makhluk
masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.
5)
Jaga
rang ngajadikeun gaga sawah, tihap ulah sangsara, jaga rang nyieun kebonan
tihap mullah ngundeur ka huma beet salih, ka huma lêga sakalih, hamo beunang
urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulih tihap nukeur, pakarang mullah
tihap nginjeun, simbut cawêt mulah kasaratan, hakan inum ulah kakurangan (Bila kita berladang atau
bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan memetik sayuran di
ladang kecil atau lading luas milik orang, memilihara ternah sekedar angan
hanya membeli atau menukar dengan barang (barter), memiliki perkakas sekedar
jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun
jangan kekurangan), maknanya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk
kemewahan, tetapi sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari.
6)
Lamun
urang ka dayeuh, ulah ngising di pinggir jalan, di sisi imah di tuntung
caangna, bisi kaambeu ku menak ku gusti. Sunguni
tungku nu rongah-rongah, bisii kasumpah kapadakeun…ngising mah tujuh lengkah ti
jalan, boa mo nêmu picarekeun sakalih, ja urang nyaho di ulah pamali (bila kita
datang ke kota, jangan buang berak di pinggir jalan, di samping rumah, di
tempat yang terang, kalau-kalau tercium oleh bangsawan dan raja. Timbuni dan
tutuplah bagian yang berlubang itu, agar tidak kena serapah akhirnya…buang
berak harus tujuh langkah dari (pinggir) jalan, buang air kecil harus tiga
langkah, agar tidak mendapat marah dari semuanya, karena kita tahu pada
larangan dan pantangan), maknanya kita harus tahu dan menjalankan aturan dalam
hal memelihara kebersihan lingkungan.
7)
Ya ta
janma bijil ti nirmala ning lêmah,pahonan, pabutê, pamujaan, imah maneuh,
candi, prasada, lingga linggih, batu gangsa, lêmah biningba, ginawe wongwongan,
saspuan. Sakitu, saukur lêmah kaopeksa, cai kusucikeun, kapawitrakeun. Nya keh
janma rahayu, yanma rampes, ya janma krêta (Ada
yang keluar dari kesucian tanah, tempat, tempat kurban, tempat keramat, tempat
memuja, sanggar, candi, kuil, lingga suci, batu perunggu, tempat arca,
patung-patung, (lalu orang) membersihkannya dengan sapu. Demikianlah, seluruh
permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, dikeramatkan. Itu semua manusia
yang selamat, orang baik-baik, orang sejahtera), maknanya orang harus selalu
membersihkan dan memelihara tempat-tempat suci keagamaan.
8)
Sing
tangginas nyaring manah ulah kajongjonan ngeunah masing leukeun ngolah tanah
tancab-tuncêb anu ngeunah. Montong loba nu dicêkêl ngan kudu têmên jeung wêkêl
pingeusaneun boga bêkêl sumawon tambah patikêl. Naon bae bibilintik ngarah
sautak-saeutik mibit hayam mibit itik keur meuli poleng jeung bati. (Mesti tangkas berhati
nyalang jangan terus keenakan harus tekun mengolah tanah menanam apa yang enak
dimakan. Tak usah banyak yang dipegang asal bersungguh-sungguh sebagai jalan
agar memiliki bekal apalagi ditambah pandai berdagang. Kerja apapun usahakanlah
dengan tekun mencari berdikit-dikit membibitkan ayam dan itik untuk membeli
poleng dan batik).
9)
kudu
pindah cai pindah tampian, maksudnya agar selamat
harus pandai menyesuaikan diri dengan adat di desa perantauan.
10)
indung
hukum bapa drigama. Maksud dari pernyataan tersebut
adalah ada hukum yang mengatur seperti seorang ibu yang mengasuh dan ada
drigama sebagai aturan negara yang mendidik seperti seorang bapak.
D. Nilai-nilai Keagamaan Budaya Sunda Yang
Mendukung Kepada Kepribadian Sehat
Dari kajian terhadap masyarakat dari berbagai umur,
status sosial dan latar belakang kebudayaan
para ahli kepribadian telah mengidentifikasi sejumlah karakteristik orang yang memiliki kepribadian
sehat. Tidak semua orang memiliki karakteristik tersebut. Di antara
mereka ada yang memiliki sebagian besar karakteristik itu, sedangkan yang lain
hanya memiliki bagian kecil.
Nilai-nilai keagamaan budaya sunda yang mendukung
kepada kepribadian sehat dapat dikategorikan kepada 12 (dua belas) kelompok ,
kategori tersebut merupakan karakteristik kepribadian sehat menurut Elizabeth
B. Hurlock,sebagaiberikut :
a. Penilaian diri secara realistic
1)
Nulain
kudu dilainkeun, nu enya kudu dieunyakeun, nu ulah kudu diulahkeun (yang bukan harus dikatakan bukan, yang sungguh harus dikatakan
sungguh, yang jangan harus dikatakan jangan), maknanya segala sesuatu harus
berdasarkan kenyataan. Senantiasa hidup dalam kejujuran demi kepentingan
bersama.
2)
Mending
waleh manan leweh (lebih baik berterus terang
daripada menagis), maknanya lebih baik berterus terang dari pada terus
menanggung kedukaan.
3)
Mas ma
ngaranya sabda tuhu (Emas namanya, seseorang yang
jujur dalam berkata), maknanya orang harus jujur dalam berkata, karena jujur
itu perbuatan yang mulia).
4)
Ulah
papadon los kakolong (jangan berpesan lalu pergi
kekolong), maknanya jangan berjanji jika tidak bisa menepatinya.
5)
Ulah
lali ka purwadaksina (jangan lupa kepada
asal-usul), maknanya jangan berubah adat kebiasaan karena kaya atau pangkat,
harus sederhana jangan sombong dan angkuh.
6)
Jaga
rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah
urang kajongjonan (berhati-hatilah, kita tidur
hanya untuk menghilangkan kantuk, minum tuak (air nira) hanya untuk
menghilangkan haus, makan untuk menghilangkan lapar, jangan kita berlebihan),
maknanya Kebutuhan primer hidup kita harus kita penuhi, tetapi jangan
berlebihan.
7)
Lamun
aya nu meda urang, aku sapameda sakalih, nya mana kadyangga ning galah cedek
tinunggalan teka. Upamana uranng kudil, eta kangken cai pamandyan, upamana
urang kurit, kagken datang nu ngaminyakan, upamana urang hanaang, kangken
datang nu mawa aroteun, upamana urang handeueul, kangken datang nu mrere
sapaheun (bila ada orang yang mengkritik kita,
terimalah semua kritik itu, dengan demikian semua penohok tetapi sampai (pada
tujuannya). Ibarat kita sedang dekil, datanglah orang yang memberi minyak,
Ibarat sedang lapar, datanglah orang yang memberi nasi, Ibarat sedang haus,
datanglah orang yang memberi minuman, Ibarat mulut kita sedang kering,
datanglah orang yang memberi sirih pinang), maknanya kita mesti mau mendengar
kritikan orang lain, karena kritikan itu berguna bagi kita sendiri.
b.
Mampu
menilai situasi secara realistik
1)
Mending
kendor ngagembol tinimang gancang pincang (lebih
banyak lambat tetapi dengan banyak hasilnya daripada cepat tetapi pincang),
maknanya lebih baik lambat dengan banyak hasilnya daripada cepat dengan sedikit
hasilnya.
c. Penilaian prestasi secara realistic
1)
Mun teu
ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul,
un teu ngarah moal ngarih (kalau tidak rajin bekerja tidak akan mengunyah,
kalau tidak berfikir dan mencari rezeki tidak akan mengaduk nasi), maknanya
untuk beroleh rezeki kita harus mencarinya dengan menggunakan segala daya yang
ada pada diri kita.
2) Sagala pagewean oge aya kaheseanana, tapi
kumaha da jelema mah wajibna digawe the pikeun nyiar kahirupanana, kapan aya
paribahasa: lamun teu ngakal moal ngakeul, hartina lamun teu daek barang gawe
moal dahar (Pekerjaan apapun ada kesukarannya,
tetapi orang kan harus bekerja untuk mencari nafkah buat hidupnya. Bukanlah ada
peribahasa yang mengatakan: kalau tidak ngakal (usaha menggunakan akal), tiada
akan ngakel (mencungkil dan mengipasi nasi), artinya kalau tak mau bekerja tak
akan makan.
3)
Lamun
makasuka rasa urang, kangken pare beurat sangga, boa makahuripna urang reya, ya
katemu wit ning suka lawan enak, salang nu ngupat, ala panyaraman (Bila berbahagia perasaan kita, bagaikan padi berat berisi, pasti
menghidupkan kita semua, yakni menemukan sumber kesukaan dan kenikmatan, tahan
umpatan dan mengambil manfaat dari larangan-larangan), maknanya kita akan
berbahagia, bila kita tahan menerima celaan dan mendengar nasehat orang lain.
4)
Jaga
rang ngajadikeun gaga sawah, tihap ulah sangsara, jaga rang nyieun kebonana
tihap mulah ngundeur ka huma beet saalih, ka huma lega sakalih, hamo beunang
urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulah tihap mukeur, pakarang mulah
tihap nginjeum, simbut cawet mulah kasaratan, hakan inum ulah kakurangan (Bila kita berladang atau bersawah, sekedar jangan sengsara,
berkebun sekedar jangan memetik sayuran diladang kecil atau ladang luas milik
orang, memelihara ternak sekedar angan hanya membeli atau menukar dengan barang
(barter), memiliki perkakas sekedar jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan
kekurangan, makan dan minum pun jangan kekurangan), maknanya kita berusaha
memiliki sesuatu bukan untuk kemewahan, tetapi sekedar untuk mencukupi
keperluan kita sehari-hari.
5)
Upama
urang mandi, cai pitemu urang hengan tan na cai dwa piliheunana: nu keruh deungeun nu herang. Kitu keh twah janma, dwa
nu kapaknakeun:nu goce deungeun nu rampes, mana na kapahala ku twah nu mahala
inya: mana na kapahayu ku twah nu mahayu inya. Nya mana janma hala ku twahna,
mana hayu ku twahna (Bila kita mandi, air yang kita
temukan hanya dua macam yang harus kita pilih: air keruh dan air bening.
Demikian pula manusia, dua maknanya: yang buruk dan yang baik, orang yang susah
karena kelakuan yang membuat susah, orang yang bahagia karena perbuatan yang
membuat bahagia bagi dirinya. Manusia itu susah karena tingkahnya dan bahagia
karena tingkahnya), maknanya Di dunia ini ada dua orang kelompok manusia,
yakni, manusia yang berbuat jahat dan yang berbuat baik. Akibatnya pun dua
macam: sengsara dan bahagia.
d.
Menerima
Kenyataan
1)
Dihin
pinasti anyar pinanggih (sejak dahulu ditentukan
baru sekarang dijumpai), maknanya segala hal yang dialami sekarang sesungguhnya
sudah ditentukan dahulu. Agar orang percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi
adalah kehendak Tuhan.
2)
Wijaya
jana janma kawisesa ku dewata pun (Keunggulan
manusia terkuasai oleh dewata), maknanya Sepandai-pandai orang tidak akan
melampaui kekuasaan Tuhan.
3) Ulah ninggalkeun hayam dudutaneun (jangan meninggalkan ayam yang sudah disembelih tetapi bulunya belum
dibului), maknanya jangan meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
4) Henteu gedag bulu salambar (Tidak bergetar bulu selembar), maknanya Tidak bergetar sedikitpun
menghadapi musuh.
5) Ulah ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju sesempit badan), maknanya jangan
mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan pribadi.
e. Menerima Tanggung Jawab
1) Kudu tunggul kajukut, tanggah kasadapan (harus menunduk kerumput, menengadah kesedapan), maknanya Selalu
memikirkan kewajiban dan tidak memikirkan hal lainnya.
2)
Jaga
rang ceta ma, mullah luhya, mullah kuciwa
(berhati-hatilah bila melakukan sesuatu, jangan mengeluh jangan kecewa),
maknanya seseorang jangan mempunyai sifat suka mengeluh dan putus asa.
3) Taraje nanggeuh dulang tinande (tangga bersandar dulangpun siap menadah), maknanya siap sedia
menjalankan kewajiban.
4) Geura mageuhan cangcut tali wanda (segera mengencangkan cawat dan tali pengikat tubuh), maknanya
segeralah siap untuk berjuang, agar dari sekarang mempersiapkan diri untuk
melaksanakan tugas.
5)
Lamun
teungteuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya di tindih
ukir, ditapa diluhur gunung (Bila benar-benar
menjalankan perbuatan selaku hamba, hal itu lebih memadai dibandingkan dengan
usia setinggi bukit atau bertapa dipuncak gunung), maknanya besar sekali
pahalanya bila seseorang menjalankan kewajiban selaku hamba atau pengabdi.
6)
Kudu
tunggul kajukut, tanggah kasadapan (harus menunduk
kerumput, menengadah kesedapan), maknanya Selalu memikirkan kewajiban dan tidak
memikirkan hal lainnya.
7)
Ulah
leunggeuh cau beuleum (jangan memulai kenduri
pisang bakar), maknanya jangan memulai sesuatu yang baru jika sesuatu yang lama
belum terpenuhi.
8)
Ulah
ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju
sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan
pribadi.
9) Ulah gasik nampi gancang narima (jangan cepat-cepat menerima), maknanya jangan terburu-buru
menerima sesuatu, hendaknya dipikirkan dulu baik dan buruknya.
f. Otonom (mandiri)
1)
Manuk
hibeur kujangjangna jalma hirup ku akalna (Burung
terbang dengan sayapnya manusia hidup dengan akalnya), maknanya setiap makhluk
masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.
2)
Mun teu
ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul,
un teu ngarah moal ngarih (kalau tidak rajin bekerja tidak akan mengunyah,
kalau tidak berfikir dan mencari rezeki tidak akan mengaduk nasi), maknanya
untuk beroleh rezeki kita harus mencarinya dengan menggunakan segala daya yang
ada pada diri kita.
3)
Neuteuk
leukeur meulah jantung, geus lain-lainna deui, cas kayas paris jingga. Kalimat itu disampaikan kepada anak dan suaminya agar tetap teguh
dan melupakan kesedihan karena ditinggal mati.
4)
Jawadah
tutung biritna sacarana-sacarana (Juadah hangus
sebelah bawah, masing-masing dengan caranya), maknanya setiap bangsa memiliki
cara dan kebiasaan masing-masing, agar orang saling menghormati cara dan
kebiasaan itu meskipun berbeda.
5) Jaga rang ceta ma, mullah luhya, mullah
kuciwa (berhati-hatilah bila melakukan sesuatu,
jangan mengeluh jangan kecewa), maknanya seseorang jangan mempunyai sifat suka
mengeluh dan putus asa.
6)
…kudu
percaya kana keyakinan hate sorangan, sanajan cek batur salah, tapi lamun cek
kayakinan hate sorangan bênêr, asal cukup ihtiar, ulah rek galideur, sabab
saksi nomor hiji nu bakal nyalahkeun jeung ngabênêrkeun kalakuan maneh teh nya
eta: hate. Sanajan kalakuan goreng beunang disimbuta ku omongan bohong, tapi
hate mah moal beunang dipaling. Lamun nyieun kasalahan moal pinanggih
jeung kasugêmaan, salilana bêrêwit dina ati, tangyina jadi panyakit, anu bakal
ngaruksak kana badan jeung pikiran (Mantri Jero). Artinya:…harus percaya
pada keyakinan hati nurani sendiri, biarpun kata orang lain salah, tapi jika
menurut keyakinan sendiri benar, asal cukup ikhtiar, jangan goyah, sebab saksi
nomor satu yang akan menyalahkan dan membenarkan kelakuanmu itu ialah hati.
Biarpun kelakuan busuk dapat diselimuti dengan omongan bohong, tapi hati tak
dapat ditipu. Berbuat kesalahan tak akan pernah menemukan kebahagiaan,
selamanya makan hati, tentu jadi penyakit yang akan merusak badan dan pikiran.
7)
Maka
nguni nyeueung nu meunang pudyan, meunang parekan,nyeueung nu dineneh ku
tohaan, teka dek nyetnyot tineung urang (Demikian
pula menyaksikan orang yang mendapat pujian, mendapat selir (hadiah dari raja),
melihat orang yang dikasihi raja,(jangan)lalu goyah kesetiaan kita), maknanya
seseorang jangan sampai goyah kesetiaannya kepada atasan, walaupun atasan tidak
menaruh perhatian kepada pekerjaannya, padahal yang lain diperhatikan.
g. Kemampuan mengendalikan emosi
1)
Maka
nguni nyeueung nu meunang pudyan, meunang parekan,nyeueung nu dineneh ku
tohaan, teka dek nyetnyot tineung urang (Demikian
pula menyaksikan orang yang mendapat pujian, mendapat selir (hadiah dari raja),
melihat orang yang dikasihi raja, (jangan)lalu goyah kesetiaan kita), maknanya
seseorang jangan sampai goyah kesetiaannya kepada atasan, walaupun atasan tidak
menaruh perhatian kepada pekerjaannya, padahal yang lain diperhatikan.
2)
Jaga
rang dipiguhakeun (berhati-hatilah bila berbicara,
seperti diberi tahu rahasia), maknanya seseorang harus dapat menjaga rahasia
orang lain.
3)
Ka bojo
sing ngalap manah, sakadar nu matak geunah, ulah nu matak tugenah, ku hukum
moal kamanah, pameget kukuhan sara, ulah arek lalawora, kkumaha tuturan sara,
ambrih lulus nya salira, Ulah dek silih benduan, tiktikan jeung timburuan, bisi
kagok kalakuan, tangtu cacad jeung batur salembur, mun bojo kaluluputan,
wurukan bae ingitan, supaya kasalametan, ulah mawa nafsu setan (Kepada istri haruslah pandai mengambil hati, sekedar yang
mengakibatkan kesenangan, jangan mengakibatkan tak nyaman, oleh hukkumpun tak
akan disetujui, Pria hendaknya teguh pada agama jangan gegabah dan lalai,
(berbuatlah) sebagaimana ajaran agama agar selamatlah badan Janganlah saling
mamarahi curiga dalam penggunaan harta dan cemburuan jika demikian akan serba
sulitlah kelakuan tentulah terjadi cela dengan sesama tetangga. Apabila istri
berbuat kehilafan nasihati saja dan ingatkan agar supaya beroleh keselamatan
janganlah membawa nafsu setan.
4)
Nyaur
kudu diukur, nyaba kudu diungang (berkata harus
diukur, bersabda harus ditimbang), maknanya segala perkataan harus
dipertimbangkan sebelum diucapkan. Senantiasa mengendalikan diri dalam
berkata-kata.
5)
Ulah
nyieun pucuk ti girang (jangan membuat tunas dari
hulu), maknanya jangan mencari-cari bibit permusuhan.
6)
Ulah
nyolok mata buncelik (jangan mencolok mata yang
melotot), maknanya jangan berbuat sesuatu dihadapan orang lain dengan maksud
mempermalukan orang itu.
7)
Ulah
ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju
sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan
pribadi.
8)
Ulah
gasik nampi gancang narima (jangan cepat-cepat
menerima), maknanya jangan terburu-buru menerima sesuatu, hendaknya dipikirkan
dulu baik dan buruknya.
9)
Ulah
murageun duwegan tiluhur (jangan menjatuhkan kelapa
muda dari atas), maknanya jangan menghambur-hamburkan rezeki hasil jerih
panyah.
10)
Ulah
beunghar memeh boga (jangan berlagak kaya sebelum
memiliki apa-apa), maknanya jangan berlaku dan berbuat seperti orang kaya,
padahal diri sendiri belum mempunyai kekayaan. Agar selalu mengukur penghasilan
dengan keperluan atau keinginan.
11)
Ceuli
ulah barang denge, moma nu sieup didenge (telinga
jangan sembarangan mendengar bila bukan sesuatu yang pantas didengar), maknanya
seseorang harus menjaga diri agar tidak mendengar sesuatu yang dapat berakibat
tidak baik.
12)
Mata
ulah barang deuleu, moma nu sieun dideuleu (mata
jangan sembarangan melihat, bila bukan sesuatu yang pantas dilihat), maknanya
seseorang harus menjaga diri agar tidak melihat sesuatu yang dapat
berakibat tidak baik.
13)
Kulit
ulah dipake gulanggasehan ku panas ku tiis (kulit
jangan digunakan untuk berguling-guling dalam keresahan dalam cuaca panas dan
dingin), maknanya seseorang harus menjaga diri agar kulitnya tidak
menderita karena terkenai panas dan dingin.
14)
Letah
ulah salah nu dirasakeun (Lidah jangan sembarangan
mengecap sesuatu), maknanya seseorang harus menjaga diri agar lidahnya
tidak digunakan untuk mengecap sesuatu yang pantang dimakan.
15)
Irung ulah
salah ambeu (hidung jangan sembarangan mencium
sesuatu), maknanya seseorang harus menjaga diri agar hidungnya tidak
digunakan untuk mencium sesuatu yang membahayakan.
16)
Sungut
ulah barang carek (mulut jangan sembarang
bertutur), maknanya seseorang harus menjaga diri agar mulutnya tidak
digunakan untuk berbicara tidak baik.
17)
Leungeun
ulah barang cokot (tangan jangan sembarang ambil),
maknanya seseorang harus menjaga diri agar tangannya tidak digunakan
untuk mengambil barang yang bukan miliknya.
18)
Maka
takut maka jarot, maka atong, maka teuang ditingkah dipitwahan, diulah
pisabdaan (takutlah tapi beranilah, hormatlah dan
hati-hati dalam tingkah perbuatan serta dalam berucap), maknanya seseorang
harus hormat dan hati-hati dalam berbuat dan berucap.
19)
Palarang
ditapa dina luhur gajah hunur singa, deukeut maha bancana(dilarang bertapa diatas gajah atau pundak singa, karena berbahaya),
maknanya mengerjakan sesuatu yang terpuji pun harus tetap hati-hati kalau-kalau
ada bahaya mengancam
20)
Kajeueung
semu mo suka ku tohaan urang, ulah, pamali bisi urug beunang ditapa, hilang
beunang cakal bakal,bisi batri hese, kapangguh ku sang hyang jagat sangsara (tampak air muka tidka senang oleh raja kita, jangan tabu,
kalau-kalau mati batal hasil bertapa, lenyap jasa nenek moyang, jangan-jangan
musnah hasil jerih payah kita, dan ditimpa kesengsaraan), maknanya seseorang
tidak boleh memperlihatkan ketidaksukaan kepada raja.
21)
Ulah
nyieun pucuk ti girang ( jangan membuat tunas dari
hulu), maknanya jangan mencari-cari bibit permusuhan.
22)
Ulah
nyolok mata buncelik (jangan mencolok mata yang
melotot), maknanya jangan berbuat sesuatu dihadapan orang lain dengan maksud
mempermalukan orang itu.
23)
“Neuteuk leukeur meulah jantung, geus
lain-lainna deui, cas kayas paris jingga.” Kalimat itu disampaikan kepada
anak dan suaminya agar tetap teguh dan melupakan kesedihan karena ditinggal
mati.
h. Berorientasi pada tujuan
1)
Mun teu
ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, un teu ngarah moal ngarih (kalau tidak rajin bekerja tidak akan mengunyah, kalau tidak
berfikir dan mencari rezeki tidak akan mengaduk nasi), maknanya untuk beroleh
rezeki kita harus mencarinya dengan menggunakan segala daya yang ada pada diri
kita.
2)
Ulah
ngeok memeh dipacok (jangan mengeok sebelum
dipatuk), maknanya kalau menghadapi pekerjaan, janganlah sebelum apa-apa sedah
merasa berat.
3)
Kudu
tunggul kajukut, tanggah kasadapan (harus menunduk
kerumput, menengadah kesedapan), maknanya Selalu memikirkan kewajiban dan tidak
memikirkan hal lainnya.
4)
Ulah
leunggeuh cau beuleum (jangan memulai kenduri
pisang bakar), maknanya jangan memulai sesuatu yang baru jika sesuatu yang lama
belum terpenuhi.
5) Ulah mereubutkeun balong tanpa eusi ( jangan merebutkan tulang tanpa isi), maknanya jangan
memperebutkan perkara yang tanpa ada gunanya.
6) Mending kendor ngagembol tinimang gancang
pincang (lebih banyak lambat tetapi dengan banyak
hasilnya daripada cepat tetapi pincang), maknanya lebih baik lambat dengan
banyak hasilnya daripada cepat dengan sedikit hasilnya.
7)
Ulah
ninggalkeun hayam dudutaneun (jangan meninggalkan
ayam yang sudah disembelih tetapi bulunya belum dibului), maknanya jangan
meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
8)
Sagala
pagewean oge aya kaheseanana, tapi kumaha da jelema mah wajibna digawe the
pikeun nyiar kahirupanana, kapan aya paribahasa :lamun teu ngakal moal ngakeul,
hartina lamun teu daek barang gawe moal dahar (Pekerjaan
aapun ada kesukarannya, tetapi orang kan harus bekerja untuk mencari nafkah
buat hidupnya. Bukanlah ada peribahasa yang mengatakan: kalau tidak
ngakal(usaha menggunakan akal), tiada akan ngakel (mencungkil dan mengipasi
nasi), artinya kalua tak mau bekerja tak akan makan.
i. Berorientasi Keluar
1)
Hambur
bacot murah congcot (boros bicara pemurah (jangan
memberikan) nasi), maknanya cerewet tetapi suka memberikan nasi.
2)
Mulah
surah di tineung urang (jangan culas dalam
kesetiaan kita), maknanya seseorang jangan berlaku culas melainkan harus setia.
3)
Ulah
ngukur baju saseureug awak (jangan mengukur baju
sesempit badan), maknanya jangan mempertimbangkan sesuatu dari segi kepentingan
pribadi.
4)
Kudu
paheuyeuk-heuyeuk leungeun (harus saling berpegang
tangan), maknanya saling tolong menolong.
5)
Kudu
bisa mihapekeun maneh (harus dapat menitipkan
diri), maknanya harus bertingkahlaku baik, agar dapat hidup bersama orang lain
dengan selamat.
6)
Titip
diri sangsang badan (menitipkan diri menyangkutkan
badan), maknanya harus bisa menitipkan diri yaitu prilaku hendaknya disesuaikan
dengan lingkungan.
7)
Ulah
pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian (jangan
berlomba mau duduk di tempat yang yang paling tinggi, mau bertepian mandi
paling hulu), maknanya janganlah saling mengatasi di dalam mencari keuntungan
sehingga tidak mengindahkan keselamatan bersama. Jangan berebutan kekuasaan
atau jabatan.
8) Ngeduk cikur kudu mihatur, nyohel jahe kudu
micarek, ngagegel kudu bewara (mengeduk kencur
harus minta izin, mencongkel jahe harus bicara, menggoyang pohon yang berbuah
harus memberi tahu), maknanyasegala kegiatan harus dilandasi persetujuan bersama.
9) Lamun urang ka dayeuh, ulah ngising di
pinggir jalan, di sisi imah di tuntung caangna, bisi kaambeu ku menak ku gusti. Sunguni tungku nu rongah-rongah, bisii kasumpah
kapadakeun…ngising mah tujuh lengkah ti jalan, boa mo nêmu picarekeun sakalih,
ja urang nyaho di ulah pamali (bila kita datang ke kota, jangan buang berak
di pinggir jalan, di samping rumah, di tempat yang terang, kalau-kalau tercium
oleh bangsawan dan raja. Timbuni dan tutuplah bagian yang berlubang itu, agar
tidak kena serapah akhirnya…buang berak harus tujuh langkah dari (pinggir)
jalan, buang air kecil harus tiga langkah, agar tidak mendapat marah dari
semuanya, karena kita tahu pada larangan dan pantangan), maknanya kita harus
tahu dan menjalankan aturan dalam hal memelihara kebersihan lingkungan.
j. Penerimaan Sosial
1)
Maka
nguni lamun hareupeun sang dewaratu pun,maka satya di kahuluan, maka lokat dasa
kalesa, boa ruat mala mari papa, kapanggih ning kasorgaan (Demikianlah, bila berhadapan dengan raja, setialah sebagai hamba,
bersihkanlah pintu yang sepuluh, pasti hilang segala kehinaan dan menemukan
kesempurnaan), maknanya Seseorang harus setia pada raja, membersihkan pintu
indira yang sepuluh macam agar hilang kehinaannya dan sampai kepada
kesempurnaan.
2)
Mulah
siwok cante(jangan teriming-iming oleh makanan dan
minuman), maknanya seseorang jangan hanya melihat makanan dan minuman saja,
artinya jangan mementingkan perut semata.
3)
Kudu
bisa miheupekeun maneh (harus dapat menitipkan
diri), maknanya harus bertingkah laku baik, agar dapat hidup bersama orang lain
dengan selamat.
4)
Nangis
seibarat hujan, nyiram binih-kaprawiran. Malah mandar eta bibit kautaman, nu
dipêlak dina lêmah anu pinuh ka eurih-jukut-kapeurih melentung jadi petetan
serta mulus hirup-hirip, jadi tangkal pangubah kadang warga. Artinya: menangis seibarat hujan yang menyiram benih keperwiraan.
Agar benih keutamaan, yang ditahan dalam tanah yang penuh dengan
ilalang-rumput-kesedihan, tumbuh bertunas dan hidup mulus jauh dari hama
penyakit, menjadi pohon tempat kaum keluarga berlindung.
5)
…ibarat
tangkal, diarah iuhna, pangauban kuring leutik, penyalindungan nu kapanasan. Artinya:…ibarat pohon, berguna karena keteduhannya, tempat
bernaung si kecil, tempat berteduh yang kepanasan.
k. Mempunyai Falsafah Hidup
1)
Eling
tan pangling, rinasuk jaja tumeheng pati (ingat
tidak akan kesamaran, masuk kedalam dada sampai mati), maknanya kenyakinan yang
sangat teguh yang dipegang sampai mati.
2)
Wijaya
jana janma kawisesa ku dewata pun (Keunggulan
manusia terkuasai oleh dewata), maknanya Sepandai-pandai orang tidak akan
melampaui kekuasaan Tuhan.
3)
Janma
wong, janma siwong, wastu siwong (Janma wong ialah
orang dalam jasadnya saja, janma siwong ialah orang baik tetapi belum medapat
didikan, wastu siwong ialah orang terdidik sehingga faham akan ajaran yang
luhur), maknanya orang mesti mendapat didikan agar memahami ilmu yang berguna
bagi dirinya.
4)
Dihin
pinasti anyar pinanggih (sejak dahulu ditentukan
baru sekarang dijumpai), maknanya segala hal yang dialami sekarang sesungguhnya
sudah ditentukan dahulu. Agar orang percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi
adalah kehendak Tuhan.
5)
Kitu
urang janma ini, hangger turun ti niskala, henteu ketemu cara dewata, ja ireug
tingkahna, hanteu bisa nurut twah nu nyaho
(Begitulah manusia, mereka datang dari ketiadaan. Mereka tidak akan menguasai
ilmu dewata, karena kesalahan perilakunya, tidak dapat mengikuti perilaku orng
yang saleh), maknanya Selama manusia banyak melakukan dosa, maka jalan yang
ditunjukkan oleh Tuhan tidak akan terlihat olehnya.
6)
Geulis
nitis ngajadi, jalma lenglang ti pangpangna, geulis datang ka ngalahir (cantik sebagai mana asalnya, orang ramping dari mulanya, cantik
hingga keperwujudannya).
7)
Ulah
kawas cai dina daun taleus (jangan seperti air pada
daun talas), maknanya pelajaran itu harus berbekas dalam prilaku, jangan lewat
begitu saja.
8)
Mulih
kajati mulang ka asal (kembali kesejati pulang
keasal), maknanya meninggal, berasal dari Tuhan kembali ke Tuhan.
9)
Pahi
ngawakan ngaran di maneh, pahi mireunngeuh rua di maneh, hengan lamunna mo
karas ma, kadyangga ning wilut tumemu wilutnya, bener tumemu benernya,kitu keh
eta, ku twah ning janma mana kreta, kutwah ning janma mana na layu (sang Dewata yang lima, semua bertumpu pada namamu atau pribadimu,
semua melihat pertumbuhan (prilakumu); apabila tidak terasa, bagai lekukan
bertemu dengan lekukan; lurus bertemu dengan lurusnya; begitulah dengan
perbuatan manusia menjadi sejahtera, dengan perbuatannya pula manusia merana),
maknanya kepercayaan atau anggapan bahwa para dewa selalu dekat dengan manusia,
hanya mungkin manusia tidak merasakannya. Para Dewa itu selalu memperhatikan prilaku semua
manusia di dunia. Manusia berbuat untuk dirinya; bila perbuatanya baik, maka
akan baik pula hasilnya, dan sebaliknya.
10)
Manuk
hibeur kujangjangna jalma hirup ku akalna ( Burung
terbang denngan sayapnya manusia hidup dengan akalnya), maknanya setiap makhluk
masing-masing telah diberi cara atau alat untuk melangsungkan kehidupannya.
11)
Karma
ma ngaranya pibudieun, tingkah paripolah saka jalan ngaranya (perbuatan itu berarti sesuatu yang melahirkan budi, prilaku yang
menjadi asal mula), maknanya perbuatan dan prilaku seseorang merupakan awal
terjadinya kebaikan.
12)
Leutik
ringkang gede bugang (Kecil langkah besar bangkai),
maknanya manusia itu meskipun kecil badannya, kalau meninggal dalam perjalanan,
besar urusannya, berbeda dengan binatang.
13)
Nimu
luang tina burung (Mendapat pengalaman dari
perangkap), maknanya: mendapat pengalaman atau pengetahuan pada waktu mendapat
kecelakaan. Agar orang tidak berputus asa atau kecewa jika ditimpa kemalangan
atau kecelakaan, sebab dalam dalam kemalangan atau musibah itu ada hikmah yang
dapat kita petik.
14)
Eling
tan pangling, rinasuk jaja tumeheng pati (ingat
tidak akan kesamaran, masuk kedalam dada sampai mati), maknanya kenyakinan yang
sangat teguh yang dipegang sampai mati.
15)
Kedhongana
kuncinana, wong mati mangsa wurunga (di gedung yang
dikunci pun orang yang mati mustakhil tidak jadi), maknanya walau bagaimanapun,
setiap orang tidak akan luput dari kematian.
16)
Guru
rare, guru kaki, guru kakang, guru tua (Berguru
kepada anak-anak, kepada kakek-kakek, kepada kakak, dan kepada pak tua),
maknanya harus berguru kepada orang-orang yang ada di dalam keluarga, dan tak
perlu melihat tingkatan usianya.
17)
indung
hukum bapa drigama. Maksud dari pernyataan tersebut
adalah ada hukum yang mengatur seperti seorang ibu yang mengasuh dan ada
drigama sebagai aturan negara yang mendidik seperti seorang bapak.
18)
untung
becik untung ala, saking Allah; untung maupun rugi modalnya dibawa dari kondrat.
19)
…kudu
percaya kana keyakinan hate sorangan, sanajan cek batur salah, tapi lamun cek
kayakinan hate sorangan bênêr, asal cukup ihtiar, ulah rek galideur, sabab
saksi nomor hiji nu bakal nyalahkeun jeung ngabênêrkeun kalakuan maneh teh nya
eta: hate. Sanajan kalakuan goreng beunang disimbuta ku omongan bohong, tapi
hate mah moal beunang dipaling. Lamun nyieun kasalahan moal pinanggih
jeung kasugêmaan, salilana bêrêwit dina ati, tangyina jadi panyakit, anu bakal
ngaruksak kana badan jeung pikiran (Mantri Jero). Artinya:…harus percaya
pada keyakinan hati nurani sendiri, biarpun kata orang lain salah, tapi jika
menurut keyakinan sendiri benar, asal cukup ikhtiar, jangan goyah, sebab saksi
nomor satu yang akan menyalahkan dan membenarkan kelakuanmu itu ialah hati.
Biarpun kelakuan busuk dapat diselimuti dengan omongan bohong, tapi hati tak
dapat ditipu. Berbuat kesalahan tak akan pernah menemukan kebahagiaan,
selamanya makan hati, tentu jadi penyakit yang akan merusak badan dan pikiran
(Mantri Jero) (Warnaen, dkk., 1987: 148)
20)
…ulah
rek ngalalaworakeun kuno têtêkon katatakrama, sebab turunan mah teu beunang
dibunian. Lir ibarat emat, sanajan geus rimeuk oge, ari dikosok mah tangtu
herang deui, wantuning moal obah sifat kaemasanana mah. Kitu heula, digosokeun
kana batu pangujian, jadi salilana moal kabobodo. Di jelema oge nya kitu: lamun
rek niten hiji jelema turunan luhur-lainna, diuji heula, nya eta ditilik
tindak-rengkakna, tata bahasana jeung ngomongna, sebab ieu sarat-sarat nu tilu
rupa hese diturutnana, lamun dina dirina hênteu nyampak darahna.” Artinya…jangan mengabaikan aturan tatakrama, sebab darah
keturunan tak dapat disembunyikan. Ibarat emas, meskipun sudah kusam tapi kalau
digosok akan bercahaya kembali, karena tiada ‘kan pernah berubah sifat
keemasannya. Begitu pula kalau mau tahu tulen tidaknya emas, bukankah harus
diuji pula, digosokkan pada batu penguji, jadi selamanya tidak akan terperdaya.
Demikina pula ihwal manusia; kalau mau meneliti apakah seseorang berasal dari
keluarga mulia atau bukan, harus diuji lebih dulu, yaitu diamati
gerak-geriknya, tata cara berbahasa, dan tutur katanya, sebab ketiga macam syarat
ini sulit ditiru, kalau pada diri orang itu tidak ada darah keturunannya.
l. Kebahagiaan
1)
Kudu
silih asih silih asah jeung silih asuh (harus
saling mengasihi saling mengasah dan saling mengasuh), maknanya diantara sesama
hidup harus salilng mengasihi, mengasah dan mengasuh.
2)
Kudu
bisa miheupekeun maneh (harus dapat menitipkan
diri), maknanya harus bertingkah laku baik, agar dapat hidup bersama orang lain
dengan selamat.
3)
Jaga
rang ngajadikeun gaga sawah, tihap ulah sangsara, jaga rang nyieun kebonan
tihap mullah ngundeur ka huma beet salih, ka huma lêga sakalih, hamo beunang
urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulih tihap nukeur, pakarang mullah
tihap nginjeun, simbut cawêt mulah kasaratan, hakan inum ulah kakurangan (Bila kita berladang atau
bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan memetik sayuran di
lading kecil atau lading luas milik orang, memilihara ternah sekedar angan
hanya membeli atau menukar dengan barang (barter), memiliki perkakas sekedar
jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun
jangan kekurangan), maknanya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk
kemewahan, tetapi sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari.
4)
Maka
nguni lamun hareupeun sang dewaratu pun,maka satya di kahuluan, maka lokat dasa
kalesa, boa ruat mala mari papa, kapanggih ning kasorgaan (Demikianlah, bila berhadapan dengan raja, setialah sebagai hamba,
bersihkanlah pintu yang sepuluh, pasti hilang segala kehinaan dan menemukan
kesempurnaan), maknanya Seseorang harus setia pada raja, membersihkan pintu
indira yang sepuluh macam agar hilang kehinaannya dan sampai kepada
kesempurnaan.
5)
Lamun
teungteuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya di tindih
ukir, ditapa diluhur gunung (Bila benar-benar
menjalankan perbuatan selaku hamba, hal itu lebih memadai dibandingkan dengan
usia setinggi bukit atau bertapa dipuncak gunung), maknanya besar sekali
pahalanya bila seseorang menjalankan kewajiban selaku hamba atau pengabdi.
6)
Nu
kangken bijil ti nirmala ning lemah ma ngaranna inget di sanghyang siksa,
mikukuh talatah ambu bapa aki lawan buyut, nyaho di siksaan mahapandita,
mageuhkeun ujar ning kreta (yang didibaratkan
keluar dari kesucian tanah ialah mereka yang ingat akan (ajaran) Sanghyang
siksa, menaati pesan ibu, bapak, kakek dan buyut, tahu akan ajaran mahapendeta,
mengukuhkan kata-kata kesentosaan), maknanya orang harus selalu mentaati
ajaran-ajaran yang telah ada sejak zaman dahulu, yakni ajaran kesentosaan
hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
7)
Karma
ma ngaranya pibudieun, tingkah paripolah saka jalan ngaranya (Perbuatan itu berarti sesuatu yang menimbulkan budi, prilaku yang
menjadi asal mulanya), maknanya perbuatan dan prilaku seseorang merupakan awal
terjadinya kebaikan.
8)
Sagala
pagewean oge aya kaheseanana, tapi kumaha da jelema mah wajibna digawe the
pikeun nyiar kahirupanana, kapan aya paribahasa :lamun teu ngakal moal ngakeul,
hartina lamun teu daek barang gawe moal dahar (Pekerjaan
aapun ada kesukarannya, tetapi orang kan harus bekerja untuk mencari nafkah
buat hidupnya. Bukanlah ada peribahasa yang mengatakan :kalau tidak
ngakal(usaha menggunakan akal), tiada akan ngakel (mencungkil dan mengipasi
nasi), artinya kalua tak mau bekerja tak akan makan.
9)
Lamun
pati ma eta atmana manggihkeun sorga
rahayu, manggih rahina tanpa balik peteng, suka tanpa balik duka, sorga tanpa
balik papa, enak tanpa balik lara, hayu tanpa balik hala, nohan tanpa balik
wogan, mokta tanpa balik byakta, nis tanapa balik hana, hyang tanpa balik dewa.
Ya ta sinangguh parama lenyep ngarana (Bila mati
sukmanya akan menemukan kemuliaan dan keselamatan, terang tanpa gelap, suka
tanpa duka, kemuliaan tanpa kehinaan, senang tanpa derita, selamat tanpa bencana,
pasti tanpa kebetulan, bebas tanpa terikat (wujud), gaib tanpa kehaditan
(bentuk), menjadi hyang, dan tidak akan menjadi dewa lagi. Itulah yang disebut
parama lenyep(kedamaian utama)), maknanya Kepercayaan bahwa mereka yang
menjalankan ajaran agama akan menerima kenikmatan yang luar biasa pada
kehidupan akhirat.
10)
Ngadeudeul
ku congo rambut (menunjang dengan ujung rambut),
maknanya memberi sumbangan kecil tetapi disertai kerelaan.
11)
Asa
mobok manggih gorowong (seperti membuat luabang
menemukan ruang terbuka), maknanya orang yang sedang mencari jalan, lalu
mendapat pertolongan sehingga merasa senang.
12)
Karma
ma ngaranya pibudieun, tingkah paripolah saka jalan ngaranya (perbuatan itu berarti sesuatu yang melahirkan budi, prilaku yang
menjadi asal mula), maknanya perbuatan dan prilaku seseorang merupakan awal
terjadinya kebaikan.
TUGAS !
Petunjuk
:
1.
Buatlah
sebuah laporan penelitian yang berjudul “NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA
DALAM PERSPEKTIF AJARAN ISLAM : Suatu Studi Kritis”. Nilai-nilai budaya
sunda tersebut mengacu kepada nilai-nilai budaya sunda yang telah dijelaskan
dimuka.
2.
Kritik
Islam terhadap nilai budaya tersebut mengacu kepada al-Qur’an dan al-Hadist
serta pendapat para ulama yang ada di sekitar anda. Responden sebanyak lima (5)
orang.
3.
Laporan
Penelitian tersebut ditulis 1,5 spasi, huruf yang digunakan Times New Roman
dengan ukuran 12 dengan jenis kertas A4.
Adapun formatnya
sebagai berikut :
Halaman muka
Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I.
Pendahuluan (2 halaman)
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
penelitian
D.
Manfaat
dan kegunaan penelitian
E.
Metodologi
Penelitian (metode penelitian yang digunakan, Lokasi dan sampel penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data)
Bab II. Kajian Teori ( 4 halaman)
A.
Nilai-nilai
budaya sunda
B.
Nilai-nilai
ajaran Islam
Bab III.Analisis dan Penafsiran Data (6
halaman)
A.
Analisis
sumber data Primer
1.
Nilai-nilai
budaya sunda yang relevan dengan ajaran Islam
2.
Nilai-nilai
budaya sunda yang bertentangan dengan ajaran Islam
B.
Analisisn
sumber data sekunder
1.
Nilai-nilai
budaya sunda yang relevan dengan ajaran Islam
2.
Nilai-nilai
budaya sunda yang bertentangan dengan ajaran Islam
Bab IV. Kesimpulan dan saran (2 halaman)
- Kesimpulan
- Saran
Daftar Pustaka