Selasa, 10 Juli 2012

AIK 3 PERTEMUAN 1 DAN 2


THAHARAH

  1. Cara Berwudlu
Berbeda dengan kebiasaan umum sebagaimana dijelaskan dalam pelajaran fiqih mengenai niat, dalam bahasan mengenai wudlu, yang pertama-tama dimuat dalam HPT ialah membaca basmallah. Bacaan basmallah ialah mengucapkan kalimat “Bismillahirrahmanirrahiim”.
Ketetapan mengenai langkah ini bersumber dari hadits Rasul dari Nasai;
:الْأَذْكَارِ أَحَادِيْثِ تَخْرِيْجِ فِيْ حَجَرٍ ابْنُ الْحَافِظُ قَالَ .اللَّهِ بِاسْمِ تَوَضَّؤُ :جَيِّدٍ بِإِسْنَادٍ النَّسَائِيٍّ لِخَبَرِ
وَلِحَدِيْثِ جَيِّدٌ وَإِسْنَادُهُ :بِطُوْلِهِ أَنَسٍ عَنْ الْحَدِيْثِ إِيْرَادِ بَعْدَ النَّوَوِيُّ قَالَ صَحِيْحٌ حَسَنٌ حَدِيْثٌ هَذَا
أَقْطَعُ الرَّحِيْمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ أُفِيْهِ لاَيُبْدَ أَمْرٍذِىبَالٍ كُلُّ
Artinya: “Karena hadits dari Nasai dengan sanad yang baik: “Wudlulah kamu dengan membaca “Bismillah!”. Ibnu Hajjar mengatakan dalam kitab “Takhrij Ahaditsil-Adzkar”, bhawa hadits ini hasan shahih, Imam nawawi setelah membawakan hadits dari Anas seluruhnya, menyatakan bawha hadits itu sanadnya baik. dan menurut hadits: “Segala perkara yang berguna, yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahim itu tidak sempurna”. (Diriwayatkan oleh Abdul Kadir Arruhawi dari Abu Hurairah).
  1. Niat Wudlu
Setelah menetapkan bacaan basmallah dalam wudlu barulah HPT menyatakan perlunya mengikhlaskan niat orang yang berwudlu karena Tuhan Allah. Sumber dalil ketetapan niat tersebut adalah sebuah hadits yang dalam HPT sayangnya tidak dikutip secara lengkap dan tanpa mencantumkan sanad serta perawinya.
Hadits itu ialah sebagaimana di bawah ini:
بِالنِّيَّاتِ إِنَّمَالأَعْمَالُ :لِحَدِيْثِ
Artinya: Karena hadits: “Sesungguhnya semua pekerjaan itu disertai dengan niatnya”.
  1. Membasuk telapak tangan 3 kali
Setelah niat ikhlas, HPT, menetapkan langkah yaitu membasuh telapak tangan sebanyak 3 kali.
Adapun hadits yang dijadikan sumber pengambilan penyimpulan ialah dibawah ini:
وَاسْتَنْشَق َ تَمَضْمَضَ ثُمَّ مَرَّاةٍ ثَلاَثَ كَفَّيْهِ فَغَسَلَ بِوَضُوْءٍ دَعَا عُثْمَانَ اِنَّ:حُمْرَانَ لِحَدِيْث
الْيُسْرَى ثُمَّ مَرَّاةٍ ثَلاَثَ الْمِرْفَقِ إِلَى الْيُمْنَى يَدَهْ غَسَلَ ثُمَّ مَرَّاتٍ ثَلاَثَ وَجْهَهُ غَسَلَ ثُمَّ وَاسْتَنْثَرَ
ذَلِكَ مِثْلَ الْيُسْرَى ثُمَّ مَرَّاةٍ ثَلاَثَ الْكَعْبَيْنِ إِلَى الْيُمْنَى رِجْلَهُ غَسَلَ ثُمَّ بِرَأْسِهِ مَسَحَ ثُمَّ ذَلِكَ مِثْلَ
(عَلَيْهِ مُتَّفٌَّ). هَذَا وُضُوْئِ نَحْوَوُ تَوَضَّأَ وَسَلّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلَ رَأَيْتُ :قَالَ ثُمَّ .
Artinya: “Karena hadits dari Humran: “Sungguh Utsman telah minta air wudlu, maka dicucilah kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air dan menyemburkan, kemudian membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali dan yang kiri seperti demikian itu pula, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata: “Aku melihat Rasulullah saw. wudlu seperti wudluku ini”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
  1. Menggosok Gigi
Langkah berikutnya ialah menggosok gigi sebagaimana sumber dalil  dalam hadits riwayat Malik, Ahmad dan Nasai serta hadits riwayat Bukhari dan Thabrani dari Khurairah.
Hadits riwayat Malik, Ahmad dan Nasai;
وَالنَّسَإئِىُّ وَأَحْمَدُ مَالِكٌ أَخْرَجَهُ).وُضُوْءٍ كُلِّ مَعَ بِالِّسِّوَاكِ لَأَمَرْتُهُمْ أُمَّتِي عَلَى أَشُقَّ أَنْ لَوْلاَ:لِحَدِيْثٍ
(وَصَحَّحَهُ
Artinya: “Karena hadits: kalau aku tidak khawatir akan menyusahkan ummatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka bersiwak (menggosok gigi) pada setiap wudlu”. (diriwayatkan oleh Malik, Ahmad dan Nasai serta disahkannya).
            Hadits riwayat Bukhari dan Thabrani:
كُنْتُ :عَنْهُ اللَّهُ رَضِيَ الصُّبَحِيِّ خَيْرَةَ أَبِيْ عَنْ وَالطَّبَرَانِيُّ تَارِيْخِهِ فِيْ الْبُخَارِيُّ رَوَاهُ وَلِحَدِيْثٍ
بِهَذَا اِسْتَاكُوا : فَقَالَ بِأَرَاكٍ فَأَمَرَلَنَا وَسَلَّمَ صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلِ عَلَى وَفَدُوْا الَّذِيْنَ الْقَيسِ عَبْدِ وَفْدِ فِيْ
Artinya: “Dan karena hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam tarikhnya dan Thabrani dari Abu Khairah Shubahi ra.: “Dahulu Qaiz yang menghadap Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. menyuruk mengambilkan karya arok, lalu bersabda: Bersiwakklah dengan ini””.
  1. Berkumur dan Mengisap Air dari Tangan
Proses berikutnya dalam wudlu ialah berkumur dan mengisap air dari sebelah telapak tangan sebanyak 3 kali. Sumber dalil penetapan kegiatan ini ialah hadits; humran (lihat hadits membasuh tangan), Ali ra., Abdillah bin Zaid dan hadits Abu Hurairah.
Hadits Ali ra;
تَمَضْمَضَ ثُمَّ :الْوُضوْءِ صِفَةِ فِيْ عَنْهُ اللَّهُ رَضِيَ عَلِيٍّ وَلِحَدِيْثِ ، أَنِفًا الْمُتَقَدِّمِ حُمْرَانَ لِحَدِيْث
(النَّسَائِيُّ دَوَا أَبُوْدَاوُ اَخْرَجَهُ) ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَرَ
Artinya: Dan menurut hadits dari Ali ra. Dalam sifatnya wudlu: “Kemudian berkumur dan menyemburkannya tiga kali”. (Diriwayatkan Oleh Abu Dawud dan Nasai).
            Hadits Abdillah bin Zaid;
وَاحِدٍ كَفٍّ مِنْ وَاسْتَنْشَقَ فَمَضْمَضَ يَدَهُ أَدْخَلَ ثُمَّ ، الْوُضُوْءِ صِفَةِ فِيْ زَيْدٍ بْنِ اللَّهِ عَبْدِ وَلِحَدِيْثِ
 (عَلَيْهِ مُتَفَّقٌ) ثَلاَثًا ذَلِكَ يَفْعَلُ
Artinya: “Dan karena hadits dari Abdullah bin zaid dalam sifatnya wudlu: “Kemudian memasukkan tangannya, maka berkumur dan mengisap air dari telapak tangan sebelah: belaiu mengerjakan demikian sebanyak tiga kali””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
            Hadits dari Abu Hurairah;
.وَالاِسْتِنْشَاقِ بِالْمَضْمَضَةِ َوسَلَّمَ  عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلُ أَمَرَ:هُرَيْرَةَ أَبِي وَلِحَدِيْثِ
(الدَّارُقُطْنِيُّ)
Artinya: “Dan menurut hadits Abu Hurairah: “Rasulullah saw. memerintahkan berkumur dan mengisap air””. (Diriwayatkan oleh Daraquthni).
            Berkumur dalam keadaan tidak puasa. Jika seseorang tidak sedang berpuasa, maka dianjurkan untuk menyempurnakan kegiatan berkumur dengan mengisap air.
            Hal ini didasarkan oleh hadits Laqith bin Shaburah dan hadits riwayat Daulabi.
            Hadits Laqith bin Shaburah;
 تَكُوْنَ اَن اِلاَّْ الاِسْتِشَاقِ فِيْ وَبَالِغْ الاَصَابِعِ بَيْنَ وَخَلِّلْ الْوُضُوْءَ أَسْبِغِ :صَبُرَةَ بْنِ لَقِيْطِ لِحَدِيْثِ
صَائِمًا
Artinya: “Karena hadits Laqith bin Shaburah “Sempurnakanlah wudlu, sela-selailah diantara jari-jari dan sempurnakanlah dalam mengisap air, kecuali kamu sedang berpuasa””. (Diriwayatkan oleh imam empat: Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majjah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
            Hadits Daulabi;
وَالاِسْتِنْشَاقِ الْمَضْمَضَةِ فِي فَاَبْلِغْ إِذَاتَوَضَّأْتَ:إِسْنَادَهَا الْقَطَّانِ ابْنُ صَحَّحَ الدَّوْلاَبِيِّ رِوَايَةِ وَفِي
صَائِمًا تَكُنْ مَالَمْ
Artinya: “Dan dalam riwayat Daulabi yang dishahihkan oleh Ibnu Qaththan dalam isnadnya: “Apabila kamu wudlu, maka sempurnakanlah dalam berkumur dan mengisap air kecuali aklau kamu berpuasa””.
  1. Membasuh Muka
Setelah berkumur dan mengisap air langkah wudlu berikutnya ialah membasuh muka sebanyak 3 kali. Kesimpulan Tarjih ini didasarkan pada ayat dalam pembukaan yaitu surat al-Maidah ayat 6 dan hadits Humron mengenai membasuh tangan.
Ketetapan Tarjih itu teks aslinya adalah sebagaimana berikut;

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Ali-Imran: 6)
  1. Mengusap Sudut Mata
Setelah membasuh muka, tindakan berikutnya ialah mengusap dua sudut mata. tidak diterangkan apakah mengusap kedua sudut mata ini bersamaan dengan membasuh muka. Namun jelas antara ketetapan keduanya mempergunakan kata “dengan”. Hal ini bisa diartikan sesudahnya atau bersamaan dengan membasuh muka.
Mengenai dalil yang dipergunakan untuk mengambil kesimpulan demikian adalah hadits Abu Dawud berikut;
يَمْسَحُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلُ كَانَ:أُمَامَةَ أَبِيْ عَنْ جَيّدٍ بِإِسْنَادٍ دَاوُدَ أَبِيْ لِحَدِيْثِ
الْوُضُوْءِ فِي الْمَاقَيْنِ
Artinya: “Menurut hadits Abu Dawud denban isnad yang baik, dari Abi Umamah: “Rasulullah saw. mengusap dua sudut mata dalam wudlu””.
  1. Penyempurnaan Wudlu
Bagaimana cara dan bentuk membasuh muka, sudut mata dan tangan diatas Tarjih menetapkan untuk melebihkan atau menyempurnakan.
Hal ketetapan mengenai memlebihkan pembasuhan di atas didasarkan hadits Abu Hurairah berikut;
يَوْمَ الْمُحَجَّلُوْنَ الْغُرُّ أَنْتُمْ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى أَنَّهُ مُسْلِمٍ عِنْدَ هُرَيْرَةَ أَبِى حَدِيْثِ مِنْ لِمَاثَبَتَ
وَتَحْجِيْلَهُ غُرَّتَهُ فَلْيُطِل مِنْكُمْ اسْتَطَعَ فَمَنِ الْوُضُوْءِ إِسْبَاغِ مِنْ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah pada riwayat Muslim, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Kamu sekalian bersinar: muka, kaki dan tanganmu di hari kemudian sebab menyempurnakan wudlu, maka siapa yang mampu diantaramu supaya melebihkan sinarnya””.
            Kata melebihkan tidak dijelaskan apakah dalam arti bilangan yaitu bisa lebih dari 3 kali atau berarti penyempurnaan. Nsmun demikian apabila dilihat dari kesimpulan berikutnya mengenai perlunya menggosok maka melebihkan itu lebih berarti penyempurnaan daripada bilangan.
            Dasar dari kesimpulan Tarjih mengenai melebihkan dengan menggosok itu ialah hadits Abdullah bin Zaid di bawah ini:
(هَكَذَا يَقُوْلُ فَجَعَلَ تَوَضَّأَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى النَّبِيَّ أَنَّ :عَاصِمٍ زَيْدِبْنِ بْنِ اللَّهِ عَبْدِ لِحَدِيْثِ
(أَحْمَدُ رَوَاهُ ) يَدْلُكُ
Artinya: “Karena hadits Abdullah bin Zaid bin Ashim bahwa Rasulullah saw. wudlu, maka beliau mengerjakan demikian, yakni “menggosok””. (Diriwayatkan oleh Ahmad)
            Masih dalam penyempurnaan atau melebihkan membasuh muka Tarjih menetapkan untuk menyela janggut. Ketetapan ini berdasarkan hadits Utsman bin Affan;
الْوُضُوْءِ فِيْ لِحْيَتَهُ يُخَلِّلُ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى الَّبِيَّ اَنَّ :عَفَّانَ بْنِ عُثْمَانَ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits Utsman bin Affan, bahwa Rasulullah saw. mensela-selai janggutnya dalam wudlu.” (Diriwayatkakn oleh Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Daraquthni dan Hakim).
  1. Membasuk Tangan dan Siku
Setelah menyempurnakan membasuh muka, tindakakn berikutnya ialah membasuh kedua tangan beserta kedua siku dengan cara menggosoknya sebanyak 3 kali.
Sekali lagi di sini tidak diterangkan menmgenai batas basuhan tangan ini karena rumusan Tarjih hanya mempergunakan kata “beserta”. Akan tetapi jika diamati petunjuk lebih lanjut bagaimana cara membasuh dan menggosok tangan dan siku akan menjadi jelas bahwa yang dimaksud ialah tangan hingga siku.
Landasan Tarjih ialah Hadits Humran yang sudah dikutip dalam bahasan mengenai mengusap telapak tangan di atas dan hadits Abdullah bin Zaid.
Teks asli rumusan Tarjih dalam HPT ialah sebagai berikut;
الْيُمْنَى يَدَهُ غَسَلَ ثُمَّ )-۳- فِىْ الْمُتَقَدِّمِ حُمْرَانَ وَلِحَدِيْثِ .(الْمَرَافِقِ اِلَى وَاَيْدِيَكُمْ) السَّابِقَةِ لِلاَيَةِ
(ذَلِكَ مِثْلَ الْيُسْرَى ثُمَّ مَرَّاةٍ ثَلاَثَ الْمِرْفَقِ إِلَى
Artinya: “Karena ayat dalam pendahuluan: Dan tanganmu sampai ke siku. Dan hadits Humran No.3; lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya, tiga kali dan yang kiri seperti itu pula”.
            Hadits Abdullah bin Zaid;
أُتِيَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى النَّبِيَّ إِنَّ :أَيّضًاقَالَ وَحَدِيْثِهِ .آنِفًا عَاصِمًا زَيْدِبْنِ بْنِ عَبْدِاللَّهِ وَلِحَدِيْثِ
     (خُزَيْمَةَ ابْنُ وَصَحَّحَهُ اَحْمَدُ اَخْرَجَهُ)ذِرَاعَيْهِ يَدْلُكُ فَجَعَلَ مُدٍّ بِثُلُثَيْ
Artinya: “Dan karena hadits dari Abdullah bin Zaid bin Ashim tersebut no.10 dan haditsnya juga bahwa Nabi saw. Diberi air dua pertiga mud (lebih kurang 1,5 liter) lalu menggosok dua tangannya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
  1. Penyempurnaan membasuh Tangan
Sebagaimana penyempurnaan membasuh muka, dlam hal membasuh kedua tangan Tarjih juga menyimpulkan perlunya menyempurnakan membasuh kedua tangan menyelai jari-jari tangan. Dasarnya sama dengan penyempurnaan membasuh muka yaitu hadits Laqith.
Teks asli rumusan Tarjih itu ialah;
(الأَصَابِعِ بَيْنَ وَخَلِْلْ)-٦- فِيْ الْمُتَقَدِّمِ صَبُرَةَ بْنِ لَقِيْطِ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits Laqith tersebut no.6: sela-selailah di antara jari-jari dengan melebihkan membasuh kedua tanganmu”.
            Selanjutnya Tarjih juga menyimpulkan mengenai melebihkan membasuh tangan sebagaimana hadits Abu Hurairah mengenai membasuh muka diatas.
            Teks asli Tarjih dalam HPT ialah berikut ini:
(وَتَحْجِيْلَهُ غُرَّتَهُ فَلْيُطِلْ)־۹־ فِيْ الْمُتَقَدِّمِ هُرَيْرَةَ أَبِي لِحَدِيْثِ
Artinya: “Menurut hadits dari Abu Hurairah tersebut no.9 supaya melebihkan sinar muka tangan dan kaki”.
  1. Mendahulukan Sebelah Kanan
Dari mana harus memulai dalam mengusap dan membasuh tangan, Tarjih menyimpulkan untuk mendahulukan sebelah kanan. Hal ini didasarkan dalam hadits Aisyah berikut;
تَنَعُّلِهِ فِيْ التَّيَامُنَ يُحِبُّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَتْ أَنَّهَا عَائِشَةَ عَنْ لِمَارُوِيَ
 (عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) كُلِّهِ وَفِىشَأْنِهِ وَطُهُوْرِهِ وَتَرَجُّلِهِ
Artinya: “Menurut yang diriwayatkan oleh Aisyah, telah berkata: bahwa Rasulullah saw. suka mendahulukan kanannya, dalam memakai sandalnya, bersisirnya, bersucinya dan dalam segala hal”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
  1. Mengusap Ubun
Tindakan berikutnya ialah mengusap ubun berdasarkan hadits Humran dalam bhaasan mengenai mengusap telapak tangan. Dlam hal mengusap demikian nanti akan tampak perbedaan cara menurut hasil penelitian Tarjih dengan kebiasaan ummat pada umumnya sebagaimana sering kita saksikan.
Adapun teks asli HPT ialah di bawah ini;
(بِرَأْسِهِ مَسَهَ ثُمَّ)-۳- فِيْ الْمُتَقَدِّمِ حُمْرَانَ وَلِحَدِيْثِ (وَامْسَحُوابِرُءُوْسِكُمْ) لِلاَيَةِ
Artinya: “Karena ayat: dan usaplah kepalamu, dan hadits Humran tersebut no.3 kemudian mengusap kepalanya”.
            Selanjutnya dengan apa yang mengusap ubun, Tarjih menyimpulkan bahwa mengusap ubun itu dilakukan dengan kedua telapak tangan. dasarnya ialah hadits Mughirah riwayat Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi berikut;
بِنَاصِيَتِهِ فَمَسَهَ تَوَضَّأَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ أَنَّهُ :وَالتِّرمِذِيِّ دَاوُدَ وَأَبِي عِنْدَمُسْلِمٍ الْمُغِيْرةِ لِحَدِيْثِ
وَعَلَىالْعِمَامَةِ
Artinya: “Menurut hadis Mughirah pada riwayat Muslim Abu Dawud dan Tirmidzi, bahwa Nabi saw. berwudlu lalu mengusap ubun-ubunnya dan atas surbannya dari ujugn muka kepala sehingga tengkuk dan dikembalikan lagi pada permulaan”.
            Sumber dalil berikutnya ialah hadits Abdullah bin Zaid berikut;
بِهِمَا ذَهَبَ حَتَّى رَأْسِهِ بِمُقَدَّمِ وَبَدَأَ :قَالَ الْوُضُوْءِ فِىصِفَةِ عَاصِمٍ زَيْدِبْنِ بنِ عَبْدِاللَّهِ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) مِنْهُ بَدَأَ الَّذِى الْمَكاَنِ إِلَى رَدَّهُمَا ثُمَّ إِلَىقَفاهُ
Artinya: “Karena hadits Abdullah bin Zaid bin Athim dalam sifat wudlu, ia berkata”dan memulai dengan permulaan kepalanya sehingga menjalankan kedua tangannya sampai pada tengkukny kemudian mengembalikannya pada tempat memulainya””. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
  1. Mengusap Telinga
Setelah mengusap ubun-ubun, selanjutnya ialah mengusap sebelah luar kedua telinga dengan ibu jari dan telinga sebelah dalam dengan jari telunjuk. Dasarnya ialah hadits dari Abdullah bin Umar berikut:
فِى السَّبَّاحَتَيْنِ إِصْبِعَيْهِ وَأَدْخَلَ بِرَأْسِهِ مَسََحَ ثُمَّ :قَالَ الْوَضُوْءِ فِىصِفَةِ عُمَرَ بْنِ اللَّهِ عَبْدِ لِحَدِيْثِ
وَالنَّسَائِيُّ دَاوُدَ أَبُوْ أَخْرَجَهُ) أُذُنَيْهِ بَاطِنَ وَبِالسَّبَحَتَيْنِ أُذُنَيْهِ ظَاهِرِ عَلَي بِإِبْهَامَيْهِ وَمَسَحَ أَذَنَيْهِ
(خُزَيْمَةَ ابْنُ وَصَحَّحَهُ
Artinya: “Menurut hadits Abdullah bin Umar tentang sifatnya wudlu ia berkata: “Lalu mengusap kepalanya dan memasukkan kedua telunjuknya pada kedua telinganya dan mengusapkan kedua ibu jari pada kedua telinga yang luar, serta kedua telunjuk mengusapkan pada kedua telinga yang sebelah dalam””. (diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
  1. Membasuh Kedua Kaki
Selesai mengusap ubun-ubun dan kedua telinga, kemudian membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki dengan menggosoknya sebanyak tiga kali. Dasarnya antara lain adalah hadits Humran dan Abdullah sebagaimana telah dikutip.
Teks asli rumusan Tarjih dalam HPT asalah sebagaimana kutipan berikut;
إِلَى الْيُمْنَى رِجْلَهُ غَسَلَ ثُمَّ ) ־۳־ فِى الْمُتَقَدِّمِ حُمْرَانَ وَلِحَدِيْثِ .(الْكَعْبَيْنِ اِلَى وَاَرْجُلَكُمْ) لِلاَيَةِ
(يَدْلُكُ ) -١٠- فِى الْمُتَقَدِّمِ عَبْدِاللَّهِ وَحَدِيْثِ . (ذَلِكَ مِثْلَ الْيُسْرَى ثُمَّ الْكَعْبَيْنِ
Artinya: “Karena melihat ayat: dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki. Dan hadits Humran tersebut no.3: lalu mencuci kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti demikian itu pula. Dan hadits Abdullah no.10: menggosok”.
            Demikian pula dalam menyela-nyelai jari kaki dan melebihkan atau menyempurnakan dalam membasuh kedua kaki. Teks asli rumusan Tarjih dalam HPT ialah sebagaimana di bawah ini:
־۹־ فِيْ هُرَيْرَةَ أَبِيْ وَحَدِيْثِ (الاَصَابِعِ بَيْنَ وَخَلِّيْل) ־٦־ فِى الْمُتَقَدِّمِ صَبُرَةَ بْنِ لَقِيْطِ لِحَدِيْثِ
(وَتَحْجِيْلَهُ غَرَّتَهُ فَلْيُطِلْ )
Artinya: “Menurut hadits no.6: sela-selailah diantara jari-jari. Dan no.9: supaya melebihkan sinar muka tangan dan kakinya”.
            Demikian pula dalam hal mendahulukan kaki sebelah kanan. Teks asli HPT adalah berikut ini;
(التَّيَامُنَ يُحِبُّ كاَنَ )־۱۵־ فِيْ الْمُتَقَدِّمِ عَائسَةَ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits Aisyah ra. Tersebut no.15: Rasulullah saw. suka mendahulukan kanannya”.
            Mengenai penyempurnaan tindakan membasuh kaki dpat dilihat selanjutnya hadits pilihan Tarjih yaitu hadits Umar ibn Khattab berikut;
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ رَجُلاًجَاءَ أَنَّ : َنْهُ رَضِىَاللَّهُ الْخَطَّابِ عُمَرَبْنِ لِحَدِيْث
:وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ لَهُ فَقَالَ الضُّفْرِ مَوْضِعِ مِثْلَ قَدَمَيْهِ عَلَى وَقَدْتَوَضَّاَوَتَرَكَ
(وَأَبُذَاوُدَ مُسْلِمٌ أَخّرَجَهُ ). فَتَوَضَّأَفَصَلَّى فَرَجَعَ :قَالَ .الْوُضُوْءَ فَأَحْسِنِ اِرْجِعْ
Artinya: “Menurut hadits Umar bin Khathab ra.: “Sungguh telah datang seorang kepada Nabi saw. ia telah berwudlu tetapi telah meninggalkan sebagian kecil telapak kakinya selebar kuku: maka bersabda Rasulullah saw. : Kembali dan perbaikilah wudlumu. “Berkata Umar: orang itu lalu kembali sembahyang””.(Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud)
            Hadits berikutnya mengenai penyempurnaan membasuh kakai ialah hadits riwayat Bukhari-Muslim di bawah ini.
(الْعَاصِ عَمْرٍوَابْنِ ابْنِ عَنِ مُتَّفَقٌ) النَّارِ مِنَ لِلاَعْقَابِ وَيْلٌ : وَلِحَدِيْثٍ
Artinya: “Dan karena hadits: “Neraka Wali itu bagi orang yang tidak sempurna mencuci tumitnya””. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibn Amr bin Ash)
  1. Bacaan Selesai Wudlu
Selesai melakukan berbagai tindakan dalam wudli kemudia ucapkan: “Asyhadu alla-ila-ha illalla-h wahdahu- la syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu- wa rasu-luh”. Dasarnya ialah hadits Umar bin Khattab ra. Di bawah ini.
َ فَيُسْبِغُ يَتَوَضَّأُ أَحَدٍ مِنْ مِنْكُمْ  مَا : آنِفًا قَالَ إِنَّهُ قَالَ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ الْخَطَّابِ عُمَرُبْنُ لِمَارَوَى
إِلاَّفُتِحَتْ وَرَسُوْلُهُ مُحَمَّدًاعَبْدُهْ وَأَشّهَدُاَنَّ لَهُ لاَشَرِيْكَ وَحْدَهُ اِلاَّاللَّهُ لآاِلَهَ أَشْهَدُأَنْ:يَقُوْلُ ثُمَّ الْوُضُوء
(وَأَحْمَدُوَاَبُودَاوُد مُسْلِمٌَ رَوَاهُ) أَيِّهَاشَاءَ مِنْ يَدْخُلُ الثَّمَانِيَةُ الْجَنَّةِ اَبْوَابُ لَهُ
Artinya: “Menurut hadits dari Umar bin Khattab ra. Bahwa dia telah berkata: Nabi saw. tadi bersabda: “Tidak ada seorang dari kamu yang berwudlu dengan sempurna lalu mengucapkan: Asyhadu alla ilaha illa-lla-hu wah dahu la-syari kalahu-wa asyhaduanna Muhammadan Abduhu Warasuluh” melainkan akan dibukakanlah baginya pintu-pintu Surga yang delapan, yang dapat dimasuki dari mana yang ia kehendaki”. (Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)
  1. Mengusap Sepatu
Bahasan memngenai ini tidak diuraikan kapan dilakukan sebagai pengganti membasuh kedua kaki. Pernyataan Tarjih dalam HPT hanya menyebutkan “Dan usaplah kedua khuf atau sesamanya sebagai pengganti membasuh (mencuci) kedua kaki dalam wudlu”.
Dalam rumusan berikutnya tercantum penjelasan ringkas hubungan mengusap sepatu atau khuf dengan perjalanan selama tiga hari atau keadaan tidak pergi tetapi tidak melepasnya dalam satu hari. Demikian pula mengenai tata cara mengenai mengusap sepatu  dapat diketahui dari berbagai kutipan hadits dalam HPT tersebut.
Landasan dalilnya ialah hadits Mughirah, Ali. Dawud, Bilal, dan Sa’id serta Mughirah.
Hadits Mughirah;
فَقُلْتُ عَلَىالْخُفَّيْنِ مَسَحَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ الَّبِيَّ اَنَّ: عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ شُعْبَةَ بْنُ الْمُغِيْرَةُ لِمَارَوَى
(رَوَاهُاَبُودَاوُدَ). رَبِّ أَمَرَنِى بِهَذَا نَسِيْتَ أَنْتَ بَلْ :فَقَالَ ؟ نَسِيْتَ اللَّهِ يَارَسُوْلَ :
Artinya: “Menurut yang diriwayatkan oleh Mughirah bin Syu’bah ra. Bawha sesungguhnya Nabi saw, mengusap atas kedua khuf, maka saya berkata: “Hai Rasulullah saw. apakah tuan lupa”. Beliau menjawab: “Bahkan kamu yang lupa: dengan ini aku telah diperintahkan oleh Tuhanku””. (diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Hadits Ali;
بِالْمَسْحِ أَوْلَى الْخَفِّ أَسْفَلُ لَكاَنَ بِالرَّأْيِ الدِّيْنُ لَوْكَانَ:قَالَ وَادَّرُقُقُطْنِ دَاوُدَ أَبِي عِنْدَ عَلِيٍّ وَلِحَدِيْثثِ
خُفَّيْهِ ظَاهِرِ عَلَى يَمْسَحُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ لَقَدْرَأَيْتُ أَعْلاَهُ مِنْ
Artinya: “Dan karena hadits Ali pada riwayat Abu Dawud dan Daruquthni, ia berkata: “Jika agama itu mengikuti pendapat orang, niscaya yang sebelah bawah khuf itu lebih hak diusap daripada atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah saw. mengusap khuf yang bagian atas””.
Hadits Bilal;
.وَالْخِمَارِ عَلَىالْمُوْقَيْنِ يَمْسَحُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ رَأَيْتُ:قَالَ بِلاَلٍ وَلِحَدِيْثِ
(اَحْمَدُ رَوَاهُ)
Artinya: “Dan karena hadits Bilal: “Aku melihat Rasulullah saw. mengusap kedua khufnya dan tutup kepalanya””. (diriwayatkan oleh Ahmad)
Hadits Abu Dawud;
وَمُوْقَيْهِ عَلَىعِمَامَتِهِ وَيَمْسَهُ فَيَتَوَضَّأُ بِالْمَاءِ فَاَتَيْتُهُ حَاجَتَهُ يُقْضِى يَخْرُجُ كاَنَ:وَلِأَبِىدَاوُدَ
Artinya: “Dan karena hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: adalah Nabi saw. keluar melepaskan hajatnya, maka aku datang membawa air, beliau lalau berwudlu dan mengusap sorban dan kedua khufnya”.
Hadits Sa’id bin Mansyur;
: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ سَمِعْتُ :قَالَ بِلاَلٍ عَنْ سُنَنِهِ فِيْ مَنْصُوْرٍ بْنِ وَلِسَعِيْدٍ
وَالْمُوْقِ عَلَىالنَّصِيْفِ يَقُوْلُ
Artinya: “Dan karena hadits dari Sa’id bin Mansyur dalam sunannya dari Bilal: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Usaplah pada ikat kepalamu dan atas khufmu””.
            Terakhir berkaitan dengan hadits Mughirah bin Sya’id;
عَلَى وَمَسَحَ تَوَضَّأَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ:شُعْبَةَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ وَعَنِ
(التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) وَالنَّعْلَيْنِ الْجَوْرُبَيْنِ

Artinya: “Dan dari Mughirah bin Syu’bab, bahwa Rasulullah saw. berwudlu dan mengusap atas kedua kaos kaki dan kedua sandalnya.” (diriwayatkan oleh Imam Lima: Abu Dawud, Nazai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad dan dishahihkan oleh Tirmidzi).
  1. Syarat Mengusap Sepatu
Mengenai kapan dapat melakukan usapan sepatu Tarjih dalam HPT menyatakan; untuk tiga hari dalam perjalanan dan satu hari dalam waktu tidak berpergian, selama tidak membuka keduanya, sedang waktu memakainya di waktu suci (belum batal wudlunya).
Rumusan demikian berdasarkan hadits Shafwan bin Assal;
عَلَىِ نَمْسَحَ أَنْ (وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّه يَعْنِىالنَّبِيَّ) أَمَرَنَا :قَالَ عَسَّالٍ بْنِ صَفْوَانَ لِحَدِيْثِ
وَلاَنَخْلَعُهُمَا ، ِاذَااَقَمْنَا وَلَيْلَةً وَيَوْمًا ، إِذَاسَافَرْنَا ثَلاَثًا ، اَذْخَلْنَاهُمَاعَلَىطُهْرٍ إِذَانَحْنُ الْخُفّيْن
هُو صَحِيْحُ َ :الْخَطَّابِيْ وَقَالَ خُزَيْمَةَ وَابْنُ أَحْمَدُ رَوَاهُ) جِنَابَةٍ اِلاَّمِنْ وَلاَنَخْلَعُهُمَا وَلاَنَومٍ وَلاَبَوْلٍ غَائِطٍ
(الاِسْنَا
Artinya: “Menurut hadits Shafwan bin Assal berkata: “Nabi saw. memerintahkan kami supaya mengusap atas kedua khuf, kalau kami memakai keduanya di waktu suci, tiga hari jika kamu berpergian dan satu hari satu malam jika tidak berpergian. Dan kami tidak perlu membuka keduanya karena buang air besar atau kecil atau tidur. Dan supaya kami tidak membuak keduanya kecuali karena janabah””. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Khuzaimah. Berkata Khaththabi: “ini hadits shahih asnadnya”)
  1. Hadats dan Batalnya Wudlu
    1. Keluarnya sesuatu dari dua jalan
Kapan seseorang dinyatakan hadats atau tidak suci atau batal wudlunya ialah ketika keluar sesuatu dari dua jalan yaitu kemaluan atau dubur.
Kesimpulan Tarjih demikian didasarkan ayat dan hadits yang telah dikutip dalam bahsana mengenai wudlu serta hadits Abu Hurairah. Teks asli HPT mengenai hal ini berikut hadits Abu Hurairah tersebut dan hadits-haditslain dapat dikemukakan di bawah ini;
فِ الْمُتَقَدِّمِ صَفْوَانَ وَلِحَدِيْثِ (الْغَآئِطِ مِنَ مِنْكُمْ اَحَدٌ اَوْجَاءَ)فِىالمُقَدِّمَةِ السَّابِقَةِ لِلاَيَةِ
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ أَبِىهُرَيْرَة عَنْ وَغَيْرِهِمَا فِىالصَّحِيْحَيْنِ وَلِمَاثَبَتَ ־٢٦־
قَالَ لَمَّا ، أَبُوْهُرَيْرَةَ وَقَدْفَسَرَّهُ حَتَّىيَتَوَضَّاَ إِذَاأَحْدَثَ أَحَدِكُمْ صَلاَةَ اللَّهُ لاَيَقْبَلُ:وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
فُسَاءٌاَوْضُرَاطٌ :قَالَ ؟ مَالْحَدَثُ :رَجُلٌ لَهُ
Artinya: “Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan: atau salah satu daripada kamu datang dari kamar kecil. Dan hadits Shafwan tersebut no.26 dan pula karena apa yang telah ditetapkan dalam Bukhari, Muslim dan lainnya dari Abu Hurairah, telah berkata: Bersabda Rasulullah saw. : “Tuhan Allah tidak menerima sembahyang salah satu dari kamu sekalian, jika ia berhadats, kecuali ia berwudlu”. Dan Abu Hurairah telah menerangkan kepada orang yang bertanya kepadanya: “Apakah hadats itu?” Jawabnya: “ialah kentut yang berbunyi atau tidak berbunyi””.
            Di samping itu juga didasarkan hadits riwayat Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi di bawah ini.
صَوْتًا يَسْمَعَ حَتَّى فَلاَيَخْرُجْ اَلْيَتَيْهِ رِيْحًابَيْنَ فَوَجَدَ فِىالْمَسْجِدِ أَحَدَكُمْ إِذَاكاَنَ :وَلِحَدِيْثٍ
(وَاَبُودَاوُدَوَالتِّرْمِدِيُّ مُسْلِمٌ أَخْرَجَهُ) رِيْحًا أَوْيَجِدَ
Artinya: “Dan menurut hadits: “Apabila salah seorang diantara kamu ada dalam masjid, maka ia berasa ada angin diantara pantatnya, maka jangan keluar sehingga mendengar suara atau mendapat bau””. (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
            Selanjutnya juga dasar dari hadits Ali;
صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَسْأَلَ أَنْ أَسْتَحْيِ وَكُنْتُ رَجُلاًمَذَّاءً كُنْتُ: الشَّيْخَيْنِ عِنْدَ عَلِيٍّ وَلِحَدِيْثِ
:فَقَالَ فَسَأَلَهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ رَضِىَاللَّهُ الأَسْوَدِالْمِقْدَادَبْنَ فَأَمَرْتُ ابْنَتِهِ لِمَكاَنِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
وَيَتَوَضَّأُ ذَكَرَهُ يُغْسِلُ
Artinya: “Dan menurut hadits Ali pada Bukhari dan Muslim: “Adalah aku ini adalah seorang yang sering mengeluarkan nadzi, maka aku malu akan menayakan kepada Rasulullah saw. karena putrinya menjadi istriku, maka aku menyuruh Miqdad bin Aswad supaya menanyakannya . Maka bersabda Nabi saw.?: “ Hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudlu””.
    1. Bersetubuh
Selain itu batalnya wudlu juga disebabkan bersetubuh dengan landasan tafsir Ibnu Abbas mengenai bunyi ayat “aula-mastumun nisa’” dalam surat an-Nisa ayat 43. kata sentuhan dalam ayat itu diartikan sebagai bersetubuh.
Teks asli pada HPT adalah di bawah ini.
كَمَاهُوَ ، الْجِمَاعُ مَعْنَاهُ اللَّمْسَ أَنَّ مِنْ ، عَبَّاسٍ ابْنِ بِتَفْسِيْرِ (النِّسَآءَ اَوْلَمَسْتُمُ) لِلاَيَةِ
الْمُخْتَارُ الصَّحِيْحُ
Artinya: “Menurut arti ayat dalam pendahuluan: atas kamu sentuh wanita, dengan tafsirnya Ibnu Abbas, bahwa menyentuh itu artinya bersetubuh, menurut pendapat yang terpilih oleh ahli bahasa ”.
            Pendapat demikian juga diperkuat dengan hadits dasar Nasai berikut;
لِيُصَلِّى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ إِنْ :قَالَتْ عَائِشَةَ عَنْ النَّسَائِيِّ وَلِحَدِيْثِ
مَسَّنِىبِرِجْلِهِ يُوْتِرَ اَنْ إِذَااَرَادَ حَتَّى الْجَنَازَةِ اِعْتِرَاضَ يَدَيْهِ بَيْنَ  لَمُعتَرِضَةٌ وَاِنِّى
(صَحِِيْحٌ وَإِسْنَادُهُ)
Artinya: “Dan karena hadits Nasai dari Aisyah ra. Berkata: “Sungguh Rasulullah saw. bershalat dan aku berbaring dimukanya melintang seperti mayat, sehingga ketika beliau akan witir, beliau menyentuh aku dengan kakinya””. (Isnadnya shahih)
            Hadits Aisyah;
الْفِرَاشِ مِنَ لَيْلَةً وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ فَقَدْتُ : قَالَتْ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
 (وَصَحَّحَهُ وَالتِّرْمِذِيُّ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) (الْحَدِيْثَ) قَدَمَيْهِ بَاطِنِ عَلَي يَدَيَّ فَوَضَعْتُ فَالْتَمَسْتُهُ
Artinya: “Dan karena hadits Aisyah ra. Yang berkata: “Aku kehilangan Rasulullah saw. pada suatu malam dari tempat tidur, maka aku mencari dan memegang/ meletakkan kedua tanganku pada telapak kakinya” . . . seterusnya hadits”. (diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dan dishahihkan olehnya).

    1. Menyentuh Kemaluan
Batalnya wudlu juga dihubungkan dengan tersentuhnya kemaluan. Hal ini didasarkan hadits Basrah berikut;
مَسَّ مَنْ:قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ:عَنْهَا رَضِىَاللَّهُ صَفْوَانَ بِنْتِ بُسْرَةَ لِحَدِيْثِ
(وَصَحَّحَهُ الطَّبَرَنِى رَوَاهُ) يَتَوَضَّاَ حَتَّى يُصَلِّ فَلاَ ذَكَرَهُ
Artinya: “Karena hadits Busrah binti Shafwan ra. Bahwa Nabi saw. bersabda: “Barang siapa menyentuh kemaluannya, maka jangan shalat sebelum berwudlu””. (diriwayatkan oleh Empat Imam)
            Juga sumber dasar dari hadits di bawah ini.
(وَصَحَّحَهُ الطَّبَرَانِي أَخْرَجَهُ) فَالْيَتَوَضَّأْ فَرْجَهُ مَسَّ مَنْ : عَلِيٍّ بْنِ طَلْقِ وَلِحَدِيْثِ
Artinya: “Dan karena hadits Thalq bin Ali, “Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka berwudlulah””. (Diriwayatkan oleh Thabrani dan dishahihkannya).
            Hadits lain yang dijadikan sumber pengambilan keputusan Tarjih ialah hadits Umar.
أَيُّمَا :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ عَنِ جَدِّهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ شُعَيْبٍ عَمْرِوبْنِ وَلِحَدِيْثِ
(رَوَاهُأَحْمَدُ) فَلْتَتَوَضَّأْ فَرْجَهَا مَسَّتْ وَأَيُّمَاامْرَأَةٍ ,فَالْيَتَوَضَّأْ فَرْجَهُ مَسَّ رَجُلٍ
Artinya: “Dan karena hadits Amr bin Sju’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja orang laki-laki yang menyentuh kemaluannya, maka berwudlulah dan siapa saja orang perempuan yang menyentuh kemaluannya, maka berwudlulah””. (Diriwayatkan oleh Ahmad)
            Demikian pula landasan dari hadits dari Abu Hurairah;
فَقَدْ وَلاَسَتْرٌ حِجَابٌ دُوْنَهَا لَيْسَ إِلَىفَرْجِهِ بِيَدِهِ أَحَدُكُمْ إِذَاأقَضَى : هُرَيْرَةَ أَبِى وَلِحَدِيْثِ
(الْبَرِّ عَبْدِ وَابْنُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ فِىصَحَيْحِهِ حِبَّانَ ابْنُ أَخْرَجَهُ) الْوُضُوءُ عَلَيْهِ وَجَبَ
Artinya: “Dan karena hadits dari Abu Hurairah: “Apabila seorang dari kamu sekalian memegang kemaluannya dengan tidak pakai tutup, maka wajiblah berwudlu””. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan dishahihkan oleh Hakim dan Ibnu Abdil-Bar).
    1. Wudlu dan Tidur
Disamping hal-hal diatas, batalnya wudlu juga dihubungkan dengan tidur yang nyenyak. Hal ini bersumber pada hadits-hadits di bawah ini.
Hadits Ali ra.
اَلْعَيْنَانِ :وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ عَنْهُ اللَّهُ رَضِيَ عَلِيٍّ لِحَدِيْثِ
(أَبُوْدَاوُدَ أَخْرَجَهُ) فَالْيَتَوَضَّأّ نَامَ فَمَنْ وِكاَءُالسَّاهِ
Artinya: “Karena hadits Ali ra. Bersabda Rasulullah saw. “kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka setiap telah tidur, berwudlulah””. (diriwayatkan oleh Abu Dawud).
            Hadits Ibnu Abbas;
وَهُوَ نَامَ َوسَلَّمَ  عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلَ رَأَى أَنَّهُ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ عَبَّاسٍ ابْنِ وَحَدِيْثِ
الْوُضُوْءَ إِنَّ :قَالَ قَدْنِمْتَ إِنَّكَ اللَّهِ يَارَسُوْلَ :فَقَلْتُ يُصَلِّي قَامَ ثُمَّ وَنَفَخَ غَطَّ حَتَّى سَاجِدٌ
فَإِنَّهُ مُضْطَجِعًا نَامَ مَنْ إِلاَّعَلَى لاَيَجِبُ
Artinya: “Dan karena hadits Ibnu Abbas, ra. Bahwa ia melihat Rasulullah saw. tidur sedang beliau bersujud sehingga mendengkur, kemudian berdiri shalat, maka aku berkata: “hai Rasulullah saw., sesungguhnya engkau telah tertidur”. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya wudlu itu tidak wajib (tidak batal) melainkan bagi orang yang tertidur berbaring: karena jika berbaring maka lemaslah sendi-sendinya””. (Diriwayatkan oleh Imam-Imam yang mempunyai kitab Sunnah).
           
  1. Kewajiban dan Cara Mandi
1.      Kewajiban Mandi
Dalam HPT terdapat beberapa hal yang menyebabkan seseorang wajib mandi. Mandi yang dimaksud adalah mandi besar bukan mandi sebagaimana biasa kita lakukan sehari-hari.
a.       Keluar air mani. Jika seseorang mengeluarkan air mani maka diwajibkan untuk mandi. Dasarnya ialah surat al-Maidah ayat 6 dan hadits riwayat Muslim, Ahmad, dari Ali, ra. Dan hadits Ummi Salamah.
Surat al-Maidah ayat 6 dan hadits riwayat Muslim yang dikutp Tarjih dalam HPT ialah sebagaimana di bawah ini.
(أَبِىسَعِيْدٍالْخُدْرِيِّ عَنْ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) الْمَاءِ مِنَ إِنَّمَاالْمَاءُ وَلِحَدِيْثٍ ،(جُنُبًافَاطَّهَّرُوا كُنْتُم وَاِنْ) لِلاَيَةِ
Artinya: “Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan: dan jika kamu junub, maka bersuci (mandilah) kamu. Dan hadits: “sesungguhnya air itu dari air”. (Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Sa’id al-Khudri).
Hadits Abu Dawud;
رَجُلاًمَذَّاءً كُنْتُ:قَالَ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ عَلِيٍّ عَنْ وَالتِّرمِذِيٌّ مَاجَه وَابْنُ أَحْمَدُ وَلِمَارَوَاهُ
الْغُسْلُ الْمَنِيِّ وَفِى الْوُضُوْءُ فِىالْمَذِيِّ :فَقَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى النَّبِيَّ فَسَأَلْتُ
Artinya: “Abu Dawud Nasai, Tirmidzi, Ibnnu Majjah, Daruquthni dan Darimi. Dan hadits dari Ali ra. Berkata: “Adalah aku seorang yang sering mengeluarkan madzi, maka aku bertanya kepada nabi saw. maka jawabannya: “Keluar madzi, harus wudlu, dan keluar mani, mandi””. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Hadits Ummi Salamah;
مِنَ لاَيَسْتَحْيِ اللَّهَ اِنَّ اللَّهِ يَارَسُوْلَ :قَالَتْ وَمُسْلِمٍ عِنْدَالْبُخُرِيِّ سَلَمَتَ اُمِّ وَلِحَدِيْثِ
إِذَارَأَتِالْمَاءَ نَعَمْ :قَالَ ؟ إِذَااحْتَلَمَتْ الْغُسْلُ عَلَىالْمَرْأَتِ فَهَلْ ، الْحَقِّ
Artinya: “Dan hadits Ummi Salamah tersebut dalam Bukhari dan Muslim, berkata “Hai Rasulullah saw. sungguh Tuhan tidak malu dari barang hak, adakah wajib mandi bagi wanita kalau mimpi?”. Beliau saw. menjawab: “Ya, kalau melihat mani””.
b.      Bersetubuh. Jika seseorang bersetubuh maka wajib baginya untuk mandi. Dasar dari penyimpulan demikian ialah dari Abu Hurairah;
مِنَ يَسْتَحْيِى لاَ اللَّهَ اِنَّ اللَّهِ يَارَسُوْلَ :قَالَتْ وَمُسْلِمٍ الْبُخَارِيِّ عِنْدَ سَلَمَةَ أُمِّ وَلِحَدِيْثِ
الْمَاءَ إِذَارَأَتِ نَعَمْ :قَالَ ؟ إِذَااحْتَمَلَتْ الْغُسْلُ عَلَىالْمَرْأَةِ فَهَلْ ، الْحَقِّ
Artinya: “Menurut hadits: Apabila seseorang bersetubuh, maka wajiblah mandi”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta lain-lainnya dari Abu Hurairah). atau kamu hendak menghindari shalat Jum’at (33)
c.       Menghadiri Shalat Jum’at. salah satu penyebab diperintahkannya mandi ialah karena akan menghadiri shalat jum’at. hal ini berdasar hadits Ibn Umar;
اَحَدُكُمْ إِذَااَرَادَ :وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ قَالَ :مُسْلِمٍ عِنْدَعَمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
فَلْيَغْتَسِلْ الْجُمُعَةَ يَأتِيَ أَنْ
Artinya: “Karena hadits Ibnu Umar pada riwayat Muslim, bersabda Rasulullah saw. : “Apabila salah seorang dari kamu sekalian akan menghadiri shalat jum’at, maka hendaklah mandi””.
d.      Selesai haid. Jika wanita selesai haid maka diwajibkan kepadanya untuk mandi. Demikian pula setelah selesai nifas atau masa tertentu setelah melahirkan. Dasarnya ialah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 222 dan hadits Aisyah sebagaimana dikutip HPT di bawah ini;
.( . . . فَإِذَاتَطَهَّرنَ يَطْهُرْنَ حَتَّى وَلاَتَقْرَبُوْهُنَّ) الْقُرْأَنِ نَصُّ عَلَىوُجُوْبِهِمَا لِمَادَلّ
تُسْتَخَاضُ كاَنَتْ أَبِىحُبَيْشٍ بِنْتَ فَاطِمَةَ إِنَّ :عَنْهَاقَالَتْ رَضِىَاللَّهُ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ
ولَيْسَتْ عِرْقٌ ذَلِكَ :فَقَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ فَسَأَلَتِ أَقْبَلَتِ فَاِذَا بِالْحَيْضَةِ
(رَوَاهُالْبُخَارِىُّ) فَصَلِّى فَاغْتَسِلِي وَاِذَاأَدْبَرَتْ .الصَّلاَةَ فَدَعِي الْحَيْضَةُ
Artinya: “Yang menunjukkan wajib mandi dalam keduanya ialah nash dari al-Qur’an, surat al-Baqarah ayat 222: “Dan janganlah kamu mendekati istri (yang sedang haid) sehingga bersuci”, dan apabila sudah bersuci (mandi) . . .”. dan hadits dari Aisyah ra. Bahwa Fatimah binti Abi Hubaisj “berair merah” (istilah), lalu menanyakan kepada nabi saw. maka beliau saw. bersabda: “Itulah darah penyakit, bukan haid, kalau kau berhaid maka tinggalkanlah shalat dan kalau sudah selesai maka mandilah, lalau shalatlah .” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
2.      Tata Cara Mandi
a.       Membasuh kedua tangan. Mandi besar dimulai dengan menyuci kedua belah tangan, Dasarnya ialah hadits Aisyah;
يَبْدَأُفَيَغْسِلُ الْجَنَابَةِ مِنَ إِذَااغْتَسَلَ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ:عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
يَأْخُذُ ثُمَّ لِلصَّلاَةِ وُضُوْءَهُ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ فَرْجَهُ فَيَغْسِلُ عَلَىشِمَالِهِ بِيَمِنِهِ يَفْرِغُ ثُمَّ يَدَيْهِ
رَأْسِهِ عَلَى قَدِاسْسْتَبْرَأَحَفَنَ الشَّعَرِحَتَّىإِذَارَأَىاَنْ فِىأُصُوْلِ أَصَابِعَهُ وَيُدْخِلَ الْمَاءَ
(الْبُخَارِىوَمُسْلِمٌ أَخْرَجَهُ) رِجْلَيْهِ غَسَلَ ثُمَّ عَلَىسَائِرِجَسَدِهِ أَفَاضَ ثُمَّ حَثَيَاةٍ ثَلاَثَ
Artinya: “Karena hadits Aisyah ra. Bahwa Nabi saw. itu kalau mandi karena junub, ia mulai membasuh kedua tangannya, kemudaina menuangkan dengan kanannya pada kirinya, lalu mencuci kemaluannya, lalu berwudlu sebaagi wudlunya untuk shalat; kemudian mengambila air dan memasukkan jari-jarinya di pangkal rambutnya sehingga apabila ia merasa bawha sudah merata, ia siramkan air untuk kepalanya tiga tuangan lalu meratakan seluruh badannya kemudian  membasuh kedua kakinya. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
b.      Niat Ikhlas. Bersamaan dengan membasuh kedua tangan berniatlah secara ikhlas karena Allah. Dasarnya ialah hadits yang dipergunakan untuk sumber bagi dalil niat dalam wudlu sebagaimana telah dibahas.
Adapun teks lengkap dalam HPT ialah di bawah ini.
الْمُتَقَدِّمِ ، بِالِّيَاةِ إِنَّمَاالأَعْمَالُ :وَلِجَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits: Sesungguhnya semua pekerjaan itu dengan niat: tersebut pada no.2 diatas”.
c.       Membasuh kemaluan. Setelah niat ikhlas amak tindakan berikutnya ialah membasuh kemaluan dengan tangan kiri kemudian menggosok tangan dengan tanah atau gantinya. Dasarnya ialah hadits Maimunah;
بِهَاالْعَرْضَ ضَرَبَ ثُمَّ بِشِمَالِهِ وَغَسَلَهُ عَلَىفَرْجِهِ أَفْرَغَ ثُمَّ :عِنْدَالشَّيْخَيْنِ مَيْمُنَةَ لِحَدِيْثِ
فَمَسَحَهَابِالتُّرَابِ :وَفِىْرَوَايَةٍ
Artinya: “Karena menurut hadits Maimunah pada Bukhari dan Muslim: “Kemudian menuangkan air pada kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kirinya, lalu digosokkan tangannya pada tanah”. Dan dalam riwayat lain: maka ia mengusap tangannya dengan tanah”.
d.      Berwudlu dan membasuh rambut. Segera setelah berwudlu ambillah air dengan tangan dan masukkanlah jari-jari ke dalam rambut dengan wewangian. Dasarnya ialah dua hadits Aisyah;
دَعَا الْجَنَبَةِ مِنَ إِذَااغْتَسَلَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ كاَنَ : عَائِشَاةَ لِحَدِيْثِ
فَقَالَ بِكَفَّيْهِ أَخَدَ ثُمَّ .الأَيْسَرِ ثُمَّ الأَيْمَنِ رَأْسِهِ أَبِشِقِّ بَدَأَ بِكَفِّهِ فَأَخَذَ الْحِلاَبِ نَهْوَ بِشَيْئٍ
(الشَّيْخَانِ أَخْرَجَهُ) رَاسِهِ بِهِمَاعَلَى
Artinya: “Lihat hadits Aisyah ra.: “Jika Nabi saw. mandi karena janabah, beliau minta suatu wadah (seumpamanya ember) lalu mengambil air dengan telapak tangan kanannya dan memulai dari sisi kepalanya yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiri, lalu mengambil air dengan kedua telapak tangannya, maka ia membasuh kepalanya dengan keduanya””. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
:فَقَالَ الْحَيْضِ غُسْلِ عَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ سَأَلَتِ أَسْمَاءَ اَنَّ :عَائِشَاةَ وَعَنْ
فَتَدْلُكُهُ عَلَىرَأسِهَا تَصُبُّ ثُمَّ الطُّهُوْرَ فَتُحْسِنُ فَتَطَهَّرُ وَسِدْرَتِهَا مَاءَهَا إِحْدَاكُنَّ تَأْخُذُ
مُمَسَّكَةً فُرْصَةً تَأخُذُ ثُمَّ عَلَيْهَاالْمَاءَ تَصُبُّ ثُمَّ رَأْسِهَا شُؤُوْنَ تَبْلُغَ حَتَّى شَدِيْدًا دَلْكاً
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ)الْحَدِيْثَ. فَتُطَهِّرُبِهَا
Artinya: “Dan dari hadits Aisyah ra.: Sesungguhnya Asma menanyakan kepada nabi saw. tentang mandinya orang haid, maka bersabda nabi saw.: “ambillah seorang dari kamu sekalian akan air dan daun bidara, lalu mandilah dengan baik-baik, curahkan atas kepalanya dan gosok dengan sebaik-baiknya, sehingga sampai kepada dasar kepalanya, lalu curahkan air nlagi dari atasnya, kemudian ambil sepotong kapas (kain yang diberi minyak kesturi), lalu usaplah dengan kian itu . . .” seterusnya hadits”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
Selanjutnya dalam waktu mandi itu lepakan ikatan-ikatan rambut sebagaiman hadits berikut;
اُنْقُضِي:حَائِضًا وَكاَنَتْ لَهَا قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ اَنَّ : عَائِشَاةَ لِحَدِيْثِ
(بِإِسْنَادٍصَحِيْحٍ مَاجَهْ ابْنُ رَوَاهُ). وَاغْتَسِلِي شَعَرَكِ
Artinya: “Karena hadits Aisyah ra. Bahwa Nabi saw. bersabda kepadanya, padahal dia sedang haid: “Lepaskanlah rambutmu dan mandilah””. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan isnad atau rangkaian yang shahih).
e.       Memulai dari kanan. Mulqilah selalu dari sebelah kanan, sebagaimana hadits serupa dalam wudlu yang telah dibahas. Teks asli HPT adalah di bawah ini.
-١٥- فِى الْمُتَقَدِّمِ التَّيَامُنِ فِى عَائِشَاةَ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Lihatlah hadits Aisyah ra. Tersebut no. 15, yang menerangkan tentang mendahulukan yang kanan”.
f.       Menyiram kepala dengan air. Tindakan mandi jinabat atau mandi jum’at berikutnya ialah menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali, dan meratakannya ke seluruh badan. Sumber pengambilan kesimpulan ialah haidt Aisyah mengenai membasuh tangan dalam memulai mandi diatas.
Teks asli HPT ialah sebagaiman di bawah ini;
عَلَى أَفَاضَ ثُمَّ حَثَيَاةٍ ثَلاَثَ رَأْسِهِ عَلَى حَفَنَ) -٣٦- فِي الْمُتَقَدِّمِ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(جَسَدِهِ سَائِرِ
Artinya: “Menurut hadits Aisyah ra. Tersebut no.36: menyiram untuk kepalanya tiga tuangan, lalu menyiramkan air pada semua badannya”.
Selanjutnya setiap basuhan dilakukan dengan menggosok sebagaimana kutipan hadits terdahulu. Teks asli HPT ialah sebagaimana berikut;
الْغُسْلِ مُسَمَّى عَلَى تَزِيْدُ الَّتِي بِالتَّطَهَّرِ الاَيَةِ عِبَارَةِ لِإِفَادَةِ
Artinya: “Karena arti kata “tathahhur” dalam surat Maidah ayat 6, mengesankan arti lebih daripada mandi biasa, ialah dengan “gosokan””.
g.      Membasuh kedua kaki. Tindakan berikutnya ialah membasuh kedua kaki dengan mendahulukan akan atas yang kiri sebagaimana sebagaimana hadits serupa dalam bab wudlu. Teks asli HPT ialah sebagaimana kutipan di bawah ini.
فِىالتَّيَامُنِ وَحَدِيْثِهَا (رِجْلَيْهِ غَسَلَ ثُمَّ) -٣٦- فِي الْمُتَقَدِّمِ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Lihatlah hadits Aisyah ra. Tersebut no.36: kemudian membasuh kedua kakinya. Dan haditsnya tentang mendahulukan yang kanan”.
h.      Tidak berlebihan menggunakan air. Walaupun basuhan mandi diperintahkan untuk selalu dilakukan dengan sempurna, akan tetapi tidak diperbolehkan menggunakan air secara berlebihan. Hal ini dinyatakan  dalam hadits Anas di bawah ini.
، أَمْدَادٍ خَمْسَةِ إِلَى بِالصَّاعِ يَغْتَسِلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيُّ كاَنَ : أَنَسٌ لِمَارَوَى
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) بِالْمُدِّ وَيَتَوَضَّأُ
Artinya: “Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Anas: “Adalah Nabi saw. mandi dengan satu sha’ sampai lima mud dan wudlu dengan satu mud (sekitar ¾ liter)””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
i. Wudhu Setelah Mandi Wajib
Hadits yang menerangkan sesudah mandi tidak perlu wudhu lagi, disebutkan pada beberapa kitab. Dalam kitab Nailul Authar atau al-Muntaqa, demikian pula dalam kitab Jamie’ush Shaghier, tidak disebutkan “Mandi Jinabat” (mandi wajib), tetapi “sesudah mandi” begitu saja. Tetapi dalam kitab al-Mughny disebutkan kata “Mandi Janabat”. Yaitu sebagai berikut:
كاَنَ لاَيَتَوَضَّأبَعْدَ الْغُسْلِ (رواه أحمد والتّرمدىّ وابوداود والنسائيّ وابن ماجه عن عائشة)
Artinya: “Pernah Nabi saw. tidak mengambil air wudhu sesudah mandi.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasaiy, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Aisyah).
كاَنَ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَيَتَوَضَّأُبَعْدَ غُسْلِِ الْجَنَابَةِ ز (رواه أحمد والتّرمدىّ وابوداود والنسائيّ وابن ماجه عن عائشة)
Artinya: “Pernah Rasulullah saw. tidak lagi mengambil air wudhu sesudah mandi Jinabat.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasaiy, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Aisyah) (Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 2003a: 42-43).

  1. TAYAMMUM
Pada dasarnya tayammum dilakukan sebagai pengganti wudlu atau mandi (besar) karena tidak ada air atau karena berhalangan mempergunakan air seperti karena sakit atau karena alasan madharat tertentu.
Dasar dari pelaksanaan tayammum demikian itu ialah hadits Amr bin Ash sebagaiman kutipan berikut ini:
بَارِدَةٍ فِىلَيْلَةٍ اِحْتَلَمْتُ:قَالَ السَّلاَسِلِ ذَاةِ فِىغَزْوَةِ لَمَّابُعِثَ اَنَّهُ :العَاصِ عَمْرِوبْنِ لِحَدِيْثِ
قَدِمْنَا  فَلَمَّا الصُّبْحِ صَلاَةَ بِأَصْحَابِى صَلَّيْتُ ثُمَّ فَتَيَمَّمْتُ أَهْلَكَ أَنْ اغْتَسَلَتْ إِنِ فَأَشْفَقْتُ
بِأَصحَابِكَ صَلَّيْتَ يَاعَمْرُوْا :فَقَالَ .لَهُ ذَكَرُواذَلِكَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهُ رَسُوْلُ عَلَى
رَحِيْمًا بِكُمْ كاَنَ اللَّهَ اِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَلاَتَقْتُلُوْاآ :تَعَالَى اللَّهِ قَوْلَ ذَكَرْتُ :فَقَلْتُ ؟ جُنُبٌ وَأَنْتَ
أَحْمَدُ رَوَاهُ) شَيْعًا يَقُلْ وَلَمْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَضَحِكَ ، صَلَّيْتُ ثُمَّ فَتَيَمَّمْتُ
(وَالَّرَقُطْنِيُّ وَأَبُوْدَاوُدَ
Artinya: “Menurut hadits Amr bin Ash bahwa sesungguhnya tatkala dia diutus ke medan perang. Dzatussalasil ia berkata: “Aku mimpi (mengeluarkan air mani) pasa suatu malam yang amat dingin, maka aku takut jika aku mandi akan berbahaya, aku tayammum; kemudian aku shalat subuh bersama-sama sahabat-sahabatku. Tatkala kami datang pada Nabi saw.. mereka menceritakan hal itu kepadanya; maka beliau bersabda padanya: “Hai Amr, engkau shalat bersama-sama sahabat-sahabatmu sedang engkau junub?” Maka aku menyahut: Saya ingat akan firman Tuhan Allah swt.: dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Tuhan Allah itu belas kasih kepadamu, maka aku bertayammum dan lalu shalat”. maka tertawalah Rasulullah saw. dan tidak besabda apa-apa”. (diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Daraquthni).
1.      Penggunaan Debu dan Penyebab Tayammum
Tarjih mengambil kesimpulan bahwa sebab-sebab orang boleh ebrtayammum ialah karena berpergian, kemudian tidak mendapat air, maka tayammum lah dengan debu yang baik, untuk mengganti wudlu dan mandi. Dasarnya ialah ayat dan hadits Amr yang telah dikutip dalam pendahuluan bahasan tayammum diatas. Teks asli HPT mengenai hal itu ialah di bawah ini.
طَيِّبًا صَعِيْدًا فَتَمَّمُوْا تَجِدُوامَآءً فَلَمْ )فِىالْمُتَقَدِّمَةِ السَّابِقَةِ لِلاَيَةِ
Artinya: “Menurut ayat tersebut dalam pendahuluan: sedang kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kamu dengan debu yang suci”.
Demikian pula hadits Jabir berikut;
ثُمَّ فِىرَأسِهِ فَشَجَّهُ حَجَرٌ رَجُلاًمِنَّا فَأَصَابَ سَفَرٍ فِى خَرَجْنَا :قَالَ جَابِرٍ وَلِحَدِيْثِ
رُخْصَةً مَانَجِدُلَكَ :فَقَالُوْا ؟ فِىالتَّيَمُّمِ لىرُخْصَةً تَجِدُوْنَ هَلْ :أَصْحَابَهُ فَسَأَلَ احْتَلَ
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ عَلَىرَسُوْلِ فَلَمَّاقَدِمْنَا .فَمَاتَ فَاغتَسَلَ تَقْدِرُعَلَىالْمَاءِ وَأَنْتَ
.السُّؤَالُ الْعَيِّ شِفَاءُ فَإِنَّمَا ؟ يَعْلَمُوا إِذَالَمْ أَلاَسَأَلُوْا ، اللَّهُ قَتَلَهُمُ قَتَلُوهُ :فَقَالَ .بِذَلِكَ أُخْبِرُ
(وَالَّرَقُطْنِيُّ وَأَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) يَتَيَمَّمَ أَنْ يَكْفِيْهِ إِنَّمَاكاَنَ
Artinya: “Dan menurut hadits Jabir yang berkata: “kami sedang dalam berpergian lalu seseorang dari pada kami terkena batu sehingga melukai kepalanya; kemudian ia bermimpi (mengeluarkan air mani), maka ia bertanya kepada teman-temannya: “Apakah kamu berpendapat bahwa aku mendapat kemurahan bertayammum?” di jawab oleh mereka: “kami tidak berpendapat bahwa kamu mendapat kemurahan, sedang kamu kuasa memakai air”. Maka mandilah ia lalu meninggal dunia. Tatkala kami datang kepada nabi saw. kami kabarkan yang demikian itu, maka bersabda nabi saw.: Mereka membunuh dia. “Dikutuk Allah mereka” mengapa mereka tidak bertanya sedang mereka tidak mengerti? Obat untuk kebodohan adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Daraquthni).
            Mengenai macam debu yang dipakai tayammum, atas pertanyaan dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 1 apakah boleh dengan bedak, Tim Tarjih menyatakan bahwa berdasarkan surat An-Nisa ayat 43 dan al-Maidah ayat 6 serta hadits Bukhari Muslim dan Imran bin Husain yang dimaksud dengan ‘sha’I-d’ harus diartikan tanah dan tidak boleh diartikan lain. Oleh karena bedak tidak mengandung unsur tanah dinyatakan tidak dapat dipakai tayammum.
            Selanjutnya untuk berapa kali shalat dalam sekali tayammum, Tim Tarjih menyatakan bahwa tidak ada hadits yang menyatakan bahwa satu tayammum untuk satu kali shalat.
            Dalam keterangan selanjutnya. Dinyatakan abhwa ada hadits mauquf yang dihukumi marfu’ yaitu riwayat Daraquthni dari Ibnu Abbas; “Termasuk sunnah orang yang shalatnya dengan melakukan tayammum, tidak melakukan tayammum kecuali untuk satu kali shalat saja”. Hadits ini dinyatakan oleh Tim Tarjih sebagai hadits dla’if karena ada perawinya yang ebrnama Hasan bin Umrah yang lemah periwayatannya.
Di kalangan ulama Tim Tarjih selanjutnya menjelaskan terdapat perbedaan pendapat. Imam Malik misalnya menurut yang masyhur tidak membolehkan satu kali tayammum untuk dua kali shalat fardlu, juga Asy-Sayuthi. Sementara Ibnu Qudamah dari ulama Hambali menyatakan tidak bolehnya demikian untuk dua shalat fardlu yang lain waktu dan boleh dalam satu waktu seperti shalat jama’.
Tim Tarjih dengan mendasarkan hadits riwayat Ahmad bin Amer bin Syu’aib yang dipandang shahih menyatakan bahwa tayammum untuk setiap shalat dipandang lebih sesuai dengan dhahir lafadz hadits itu sebagaimana di bawah ini.
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ عَنْهُ اللَّهُ رَضِىَ جَدِّهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ شُعَيْبٍ عَمْرِوبْنِ عَنْ
تَمَسَّحْتُ الصَّلاَةُ أَدْرَكَتْنِى وَطَهُوْرًااَيْنَمَا مَسْجِدًا الاَرْضُ لِي جُعِلَتْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
(أَحْمَد رَرَاهُ) وَصَلَّيْتُ
Artinya: “Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata; “bersabda Rasulullah saw. ; “Telah dijadikan bumi ini untukku tempat bersujud dan alat bersuci. Dimana saja shalat mendapatkanku (tiba waktu) aku menyapu dengan debu (Tayammum) dan sayapun melakukan shalat””. (hadits riwayat Ahmad dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya).
            Hadits itu menurut Tim Tarjih menunjukkan kesucian tanah untuk melakukan shalat yang dalam keadaan tiada air yaitu tayammum sebagaimana maksud surat al-Maidah ayat 6.
2.      Cara Tayammum
Adapun cara melakukan tayammum iaah dengan jalan meletakkan kedua telapak tangan kemudian meniupnya. Dasarnya ialah Ammar berikut;
ذَلِكَ فَذَكَرْتُ وَصَلَّيْتُ الصَّعِيْدِ فِى فَتَمَعَّكْتُ الْمَاءَ أُصِبِ فَلَمْ أَجْنَبْتُ : عَمَّارٍقَالَ لِحَدِيْثِ
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيُّ وَضَرَبَ :هَكذَا يَكْفِيْكَ إِنَّمَاكاَنَ :فَقَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ لِلنَّبِيِّ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَكَفَّيْهِ وَجْهَهُ مَسَحَ فِيْهِمَا وَنَفَخَ الأَرْضَ بِكَفَّيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Menurut hadits Ammar berkata: “Aku pernah berjanabat dan tidak mendapat air, lalu berguling-gulinglah aku dalam debu dan shalat. Maka aku sebutkan yang demikian itu kepada nabi saw., maka beliau saw. bersabda: Sesungguhnya mencukupi bagimu begini: lalu belaiu meletakkan kedua tangannya di tanah dan meniupnya, kemudian mengusap mukanya dan telapak tangannya dengan kedua tangannya””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
a.       Niat ikhlas. Dasarnya sebagai kutipan asli HPT di bawah in.
بِالِّيَاةِ إِنَّمَاالأَعْمَالُ حَدِيْثِ لِعُمُوْمِ
Artinya: “Karena umumnya hadits: Semua pekerjaan itu dimulai dengan niat”.
b.      Membaca basmalah. Setelah niat bacalah “bismillahirrahmaanirrahim”. Dasarnya ialah sebagaimana kutipan HPT ini.
بَالٍ أَمْرٍذِى كُلُّ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Karena menurut hadits: segala perkara yang berguna .  . . yang tersebut pada no.1”.
c.       Mengusap tangan dan muka. Tindakan selanjutnya ialah mengusap tangan dan muka dengan kedua belah tangan-tanganmu. Dasarnya ialah hadits Ammar diatas sebagaiman kutipan HPT berikut;
(بِهِمَاوَجْهَهُ مَسَحَ ثُمَّ) عَمَّارٍآَنِفًا لِحَدِيْثِ
Artinya: “Menurut hadits Ammar tersebut no.48: kemuduian mengusap mukanya”.
Segera ketika mendapat air atau dapat menggunakan air maka dianjurkan untuk bersuci sebagaimana ayat yang telah dikutip diatas. Teks HPT sebagaimana di bawah ini.
(تَجِدُوْامَآءً فَلمْ) السَّبِقَةِ الأََيَةِ لِمَفْهُوْمٍ
Artinya: “Karena mengingat arti ayat yang tersebut di dalam pendahuluan, sedang kamu tidak mendapat air.”
d.      Tayammum untuk satu kali shalat atau lebih
Hadits yang menyatakan bahwa setiap melakukan shalat bagi orang yang tidak mendapat air harus melakukan tayammum, atau dengan kata lain bahwa tayammum hanya berlaku untuk satu kali shalat, tidak ddidapati. Ada hadits mauquf yang dapat dihukumi marfu’, yakni ungkap sahabat Ibnu Abbas yang artinya: “Termasuk sunnah, agar seseorang yang shalatnya dengan melakukan tayammum, tidak melakukan tayammum kecuali untuk satu shalat saja”. Hadits mauquf ini diriwayatkan oleh ad-Daruquthny dari ibnu Abbas. Hadits ini dinyatakan dla’if karena ada perawinya yang bernama Hasan bin Umrah, termasuk yang lemah periwayatannya.
Di kalangan ulama, terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Imam Malik menurut pendapat yang masyhurm tidak membolehkan tayammum untuk melakukan dua shalat fardhu. Demikian juga pendapat asy-Syafi’I. Pendapat Ibnu Qudamah dan ulama Hanbali, tidak membolehkan satu tayamum untuk dua shalat fardhu dalam satu waktu, seperti untuk melakukan shalat jamak. Berdasarkan hadits riwayat Ahmad dari Amer bin Syu’aib, riwayat yang dipandang sahih dapat kita pahami bahwa melakukan tayammum untuk setiap akan melakukan shalat, lebih sesuai dengan dhahir lafadz Hadits tersebut sebagai tertera di bawah:
عَنْ عَمْرِوبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ رَضِيَّ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّىاللَّهُ
تَمَسَّحْتُ الصَّلاَةُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : جُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًاأَيْنَمَا اَدْرَكَتْنِي
(أحمد  رواه) وَصَلَّيْتُ  
Artinya: “Amer bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata: Bersabda  Rasulullah saw.: ‘Telah dijaidkan bumi untukku tempat bersujud dan alat bersuci. Di mana saja shalat mendapatkanku (tiba waktu shalat), atau menyapu  dengan debu (tayammum) dan sayapun melakukan shalat.’”(HR. Ahmad dari Amer bin Syu’aib  dari ayahnya dari neneknya).
            Hadits ini menunjukkan kesucian tanah untuk melakukan shalat, yang dalam keadaan ketiadaan air, diganti dengan tayammum sebagai tersebut dalam ayat 6 surat al-Maidah (Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 2003a: 45-46).
e.       Air Aqua untuk Wudhu, Bedak untuk Tayammum
Air Aqua adalah air biasa yang dibersihkan bakterinya  yang bisa menyebabkan orang mendapat penyakit. Jelasnya, air Aqua berasal dari air biasa, yaitu air hujan, air sumur, juga air laut yang ditawarkan kemudian dijernihkan dan kemudian dibersihkan dari bakteri. Dahulu membersihkan bakteri itu dengan sinar Ultra violet, tetapi karena menggunakan sinar itu kalau terlalu banyak ada bahayanya, maka dipergunakan sinar ozon yang mudah bereaksi dalam air  dan lebih baik dari sinar Ultra violet. Karena air Aqua itu air biasa yang tidak bercampur dengan barang najis sedang warna dan baunya tetap sebagai air biasa, maka air itu hukumnya sebagai air mutlak yang suci dan mensucikan.
Adapun kesucian air biasa yang berasal dari laut yang kemudian menjadi air dalam sumur ialah ayat 48 surat al-Furqan, yang artinya: “Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.”; dan ayat 11 surat al-Anfal yang artinya: dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.”
Juga hadits riwayat Ahli Hadits yang lima yakni Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasaiy serta Ibnu Majjah dan Abu Hurairah, ketika seorang bertanya kepada Nabi tentang kebolehan berwudhu dengan air laut, maka jawab Nabi: Huwath thahūru māuhu al-hillu maitatuhu, yang artinya: “Laut itu airnya suci bangkainya pun halal”.
Dalam hal tayammum dengan bedak, lain persoalannya. Seperti kita ketahui bahwa tayammum itu menurut ayat 43 surat an-Nisa dan ayat 6 surat al-Maidah demikian pula dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dan Imran bin Hushain, menggunakan Sha’ied, artinya debu dari tanah bukan dari yang lain. Karenanya bedak yang terbuat dari berbagai tepung tidak terdapat sedikitpun unsur sha’ied atau debu dari tanah. Maka tidak dapat untuk tayammum (Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 2003a: 46-47).
  1. Cara Menghilangkan Najis
Apabila sebagian dari badanmu, pakaianmu atau tempatmu shalat terkena najis hendaklah dibasuh dengan menggosok dan menghilangkannya, kalau itu darah haid. Tarjih menetapkan hal itu didasarkan pada hadits Asma di bawah ini.
:فَقَالَتْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اِلَىالنَّبِيِّ امْرَأَةٌ جَاءَتْ :أَبِىبَكْرٍقَالَتْ بِنْتِ أَسْمَاءَ لِحَدِيْثِ
إِثُمَّ بِالْمَاءِ تَقْرُصُهُ ثُمَّ تَحُتُّهُ :فَقَالَ ؟ تَصْنَعُ كَيْفَ الْحَيْضَةِ دَمِ ثَوْبَهَامِنْ يُصِيْبُ إِحْدَانَا
(السِّتَّةَ أَخْرَجَهُ )
Artinya: “Dengan alasan hadits Asma putri Abu Bakar ra. Berkata: ”Datang kepada Nabi saw. seorang wanita berkata: Seorang daripada kami pakaiannya terkena darah haid, bagaimana seharusnya yang dilakukan?” Maka bersabda Nabi saw.: “Supaya dia menghilangkan dan mencuci pakaian itu dengan air kemudian disiramnya, lalu dipakai shalat”. (Diriwayatkan oleh Imam Enam Ahli Hadits).
            Membersihkan najis tersebut dilakukan sehingga hilanglah sifat-sifatnya najis seperti rupa, bau dan rasanya dengan mempergunakan air yang suci sebagaimana surat al-Anfal ayat 11 dalam kutipan HPT di bawah ini.
( ۱۱: الأَنْفَال) بِهِ مَاءًلِيُطَهِّرَكُمْ السَّمَآءِ مِنَ عَلَيْكُمْ وَيُنَزِّلَُ :تَعَالَى لِقَوْلِهِ
Artinya: “Karena firman Tuhan Allah dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 11: “Dan Tuhan menurunkan air dari langit kepada kamu agar membersihkan kamu dengannya””.
            Hadits lain dari Abu Hurairah menyatakan selanjutnya sebagaimana berikut:
وَاَنَا وَاحِدٌ اِلاَّثَوْبٌ لِى لَيْسَ !اللَّهِ رَسُوْلَ يَا:يَسَارٍقَالَتْ بِنْتَ خَوْلَةَ أَنَّ :أَبِىهَرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
اللَّهِ رَسُوْلَ يَا :قَالَتْ فِيْهِ صَلِّى ثُمَّ الدَّمِ مَوْضِعَ فَاغْسِلِى فَإِذَاطَهُرْتِ :قَال َ .فِيْهِ اَحِيْضُ
(وَاَبُوْدَاوُدَوَالتِّرْمِذِيٌّ أَحْمَدُ رَوَاهُ) أَثرُهُ وَلاَيَضُرُّكِ الْمَاءُ يَكْفِيْكِ :قَالَ ؟ أَثَرُهُ يَخْرُجْ لَمْ إِنْ
Artinya: “Karena hadits Abu Hurairah, bahwa Khaulah binti Yasar telah berkata: “Hai Rasulullah saw., saya tidak mempunyai pakaian kecuali selembar yang kupakai sedang saya berhaid”. Jawab Nabi saw.: “jika kamu telah bersih (dari haid), maka cucilah tempat yang kena darah, lalu shalat dengan pakaian itu”. Kemudian Khaulah menanya pula: “Hai Rasulullah saw., bagaimana jika bekas darah tadi telah hilang? Jawab nabi saw.: “Cukup bagi kamu dengan memakai air, dan tidak mengapa akan bekas darah tadi”. (Diriwayatkan oleh Ahmad Abu Dawud dan Tirmidzi)
  1. Najis dari Kencing Anak Laki-Laki
Khusus untuk menghilangkan najis kencing anak laki-laki yang masih kecil yang belum memakan makanan, perciki dengan air sampai basah. Dasarnya ialah hadits Ummu Qais di bawah ini.
الطَّعَامِ يَأْكُلِ صَغِيْرٍلَمْ لَهَا بِابْنٍ أَنَّهَاأَتَتْ:عَنْهَا رَضِىَاللَّهُ مُحْصَنٍ بِنْتِ قَيْسٍ أُمِّ لِحَدِيْثٍ
 رَوَاهُ) يُغْسِلْهُ وَلَمْ فَنَضَحَهُ فَدَعَابِمَاءٍ عَلَىثَوْبِهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ إِلَى
(الْجَمَاعَةُ
Artinya: “Karena hadits Ummu Qais binti Muhshan ra.: “bahwa ia bersama-sama anaknya laki-laki dan belum pernah makan makanana, telah datanga kepada Rasulullah saw. lalu Nabi mendudukan anak tadi diatas pangkuannya: tiba-tiba anak itu kencing pada pakaian beliau: kemudian beliau meminta air, lalu dipercikan dan tidak dicucinya””. (Diriwayatkan oleh Jama’ah Ahli Hadits)
  1. Najis air Liur Anjing
Demikian pual mengenai najis karena air liur anjing, membersihkannya dengan cara menyuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu yang bersih. Dasarnya ialah ahdits Abu Hurairah;
اُوْلاَهُنَّ مَرَّاةٍ سَبْعَ يَغْسِلَهُ أَنْ الْكَلْبُ فِيْهِ إِذَاوَلَغَ أَحَدِكُمْ إِنَاءِ طَهُوْرُ :أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
بِالتُّرَابِ أُهْرَاهُنَّ أَوْ اُوْلاَهُنَّ :وَالتِّرْمِدِىُّ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ أَخْرَجَهُ .بِالتُّرَابِ
Artinya: “Karena menurut hadits Abu hurairah: “Sucinya bejana salah seorang dari kamu sekalian, apabila digunakan minum oleh Anjing, supaya dicuci tujuh kali, permulaannya dengan debu”. (Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad). Dan Tirmidzi meriwayatkannya dengan tambahan: “permulaan atau penghabisannya dengan debu”.
  1. Istinja’
Masalah istinja atau bersuci dari hadats dinyatakan dalam hadits Anas dilakukan dengan mempergunakan air sebagaimana berikut ini.
.الْخَلاَءِ يَدْخُلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ:قَالَ عَنْهُ رَضِىَاللَّهُ أَنَسٍ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ ) بِالْمَاءِ فَيَسْتَنْجِى وَعَنَزَةً مَاءٍ مِنْ إِدَاوَةً نَحْوِى أَنَاوَغُلاَمٌ فَأَحْمِلُ
Artinya: “Karena menurut hadits Anas ra. Berkata: “Rasulullah saw. masuk ke jamban, maka aku bersama anak yang sebaya dengan aku membawatempat air dan tongkat, maka beliau beristinja dengan air””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
            Selain dengan air istinja; juga dapat dilakukan dengan tiga buah batu. Dasarnya ialah Aisyah;
فَلْيَسّتَطِبْ اِلَىالْغَائِطِ أَحَدُكُمْ اِذَاذَهَبَ:قَال َ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيُّ أَنَّ :عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(وَالنَّسَائِىُّوَغَيْرُهُمَا اَحْمَدُ رَوَاهُ) عَنْهُ تُجْزِئُ اَحْجَارٍفَاِنَّهَا بِثَلاَثَةِ
Artinya: “Karena hadits ra. Bahwa Nabi saw. bersabda: “Apabila salah seorang dari kamu sekalian pergi ke jamban, maka bersucilah dengan tiga batu. Sesungguhnya, tiga batu itu telah mencukupi””. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan lainnya).
            Demikian pula dinyatakan dalam hadits Salman;
بِغَائِطٍ الْقِبْلَةَ نَسْتَقْبِلَ أَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ لَةَدنَهَانَارَسُولُ :قَالَ سَلْمَانَ وَلِحَدِيْثِ
نسْتَنْجِيَ  أَوْأَنْ أَحْجَارٍ ثَلاَثَةِ مِنْ بِأَقَلَّ نسْتَنْجِي َ أَوْأَنْ بِالْيَمِيْنِ  نسْتَنْجِيَ أَوْأَنْ  أَوْبَوْلٍ
 (مُسْلِمٌ رَوَاهُ). أَوْبِعَظْمٍ بِرَجِيْعٍ
Artinya: “Dan karena hadits Salman, berkata: “Rasulullah saw. melarang kami menghadapkan kiblat waktu buang air (besar atau kecil), atau istinja dengan tangan kanan, atau istinja dengan batu karang dari tiga butir, atau istinja dengan kotoran atau dengan tulang””. (Diriwayatkan oleh Muslim)
            Jika tidak ada batu dapat dilakukan dengan benda lainnya selain tulang atau kotoran. Hal ini didasarkan hadits Aisyah di atas dan hadits Salman di bawah ini:
نَكْتَفِيَ لاَ أَنْ م ص أَمَرَنَايَعْنِىالنَّبِيَّ :قَالَ سَلْمَانَ وَحَدِيثِ -٥٩- آَنِفًافِى الْمُتَقَدِّمِ لِلحَدِيْثِ
وَلَواَنَّهُ (وَمُسْلِمٌ مَاجَه وَابْنُ أَحْمَدُ رَوَاهُ) وَلاَعَظْمٌ فِيْهَارَجِيْعٌ أَحْجَارٍلَيْسَ ثَلاَثَةٍ بِدُوْنِ
مَعْنًى وَالرَّوْثِ الْعَظِيْمِ لاِسْتِثْنَاءِ يَكُنْ لَمْ فِىالاِنْقَاءِ نَحْوَهُ وَمَاكاَنَ أَرَادَالْحَجَرَ
Artinya: “Menurut hadits yang tersebut no.59 dan mengingat hadits Salman, katanya “Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw. agar jangan mencukupkan batu yang kurang daripada tiga buah tidak termasuk kotoran dan tulang”. (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dan muslim). Sebab andaikan nabi saw. dalam sabdanya mengenai abtu-batu itu, tidak dimaksudkan memasukkan benda-benda lainnya pula yang sama-sama dpat membersihkan, maka dalaml membedakan “tulang dan kotoran” tidak ada artinya”.
  1. Do’a setelah wudlu dan Istinja
Mengenai masalah do’a ini tidak terdapat penjelasan mengenai landasan yang dijaidkan rujukan penetapan Tarjih, keculai menempatkannya di bawah judul do’a diatas.
Adapun do’a tersebut ialah sebagaimana kutipan di bawah ini.
وَرَسُوْلُهُ عَبْدُهُ مُحَمَّدًا اَنَّ وَأَشْهَدُ ، لَهُ شَرِيْكَ لاَ وَحْدَهُ اللَّهُ إِلاَّ لآاِلَهَ أَنْ أَشْهَدُ
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah sendiri yang tidak ada sekutu baginya. Dan Aku bersaksi bahwa Muhamamd itu hamba-Nya dan utusan-Nya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar