Selasa, 10 Juli 2012

AIK 3 PERTEMUAN 11


MERAWAT JENAZAH

            Biasanya sebelum seseorang meninggal dunia di dahului oleh jatuh sakit. Oleh karena itu, Islam menuntunkan beberapa hal mengenai menghadapi orang yang sakit dan orang yang meninggal.
            Salah satu maksud adalah agar orang yang meninggal dunia itu tetap meninggal dalam keadaan Muslim. Petunjuk itu antara lain adalah firman-firman Allah berikut ini.
            Surat Ali-Imran ayat 102;

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)
            Surat Ali Imran ayat 157

Artinya: “Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan.” (QS. Ali Imran: 157)
A.     Merawat Orang Sakit
1.      Sabar dalam sakit
Tarjih menyatakan: “Bilamana seorang dari kamu sakit, maka hendaklah bersabar”. Rujukan dalilnya ialah hadits Abu Hurairah di bawah ini.

وَرَضِىَبِهَا فَصَبَرَ لَيْلَةً مَرِضَ مَنْ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(التِّرْمِذِىُّ رَوَاهُ) اُمُّهُ وَلَدَتْهُ كَيَوْمَ ذُنُوْبِهِ مِنْ خَرَجَ اللَّهِ عَنِ
Artinya: “Menilik hadits Abu Hurairah, Bahwa Nabi saw. bersabda: ‘barangsiapa sakit satu malam, maka ia sabar dan pasrah kepada Allah, terlepaslah ia dari dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya’” (HR. Tirmidzi)
2.      Besuk
Tarjih menuntunkan jika ada saudara, teman atau tetangga yang sakit untuk dijenguk. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah berikut;

عَلَىالْمُسْلِمِ الْمُسْلِمِ حَقُّ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ اَنَّ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
.الْعَاطِسِ وَتَشْمِيْتُ ، الدَّعْوَةِ وَإِجَابَةُ ، الْجَنَازَةِ وَاتِّبَاعُ ، الْمَرِيْضِ وَعِيَادَةُ رَدُّالسَّلاَمِ :خَمْسٌ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) اَلْحَدِيْثَ
Artinya: “Mengingat hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Hak orang Muslim atas orang Muslim ada lima: 1. menjawab salam, 2. Mengunjungi orang sakit, 3. Mengiringi jenazah, 4. Mendatangi undangan dan 5. Mendo’akan orang bersin . . . ”seterusnya hadits. (HR. Bukhari dan Muslim)
3.      Tindakan-Tindakan Waktu Sakit Keras
Ketika orang sakit ternyata semakin parah yang dikhawatirkan akan meninggal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Beberapa tindakan tersebut sebagaimana yang dituntunkan Tarjih akan dikemukakan dalam uraian selanjutnya.
a.      Sangka baik kepada Allah. Tarjih menyatakan: “Dan bila ia hampir sampai kepada ajalnya, maka hendaklah ia bersangka baik kepada Allah.” Dasarnya ialah hadits Jabir dan Anas berikut ini.
Hadits Jabir;
إِلاَّ أَحَدُكُمْ لاَيَمُوْتُنَّ :مَوْتِهِ قَبْلَ يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ سَمِعْتُ :جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ اَخْرَجَهُ) بِاللَّهِ الظَّنَّ وَهُوَيُحْسِنُ
Artinya: “Menilik hadits Jabir bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda sebelum wafatnya: janganlah seorang dari kamu semua mati, kecuali berbaik sangka kepada Allah”. (HR. Muslim)
            Hadits Anas;
؟ تَجِدُكَ كَيْفَ : فَقَالَ الْمَوْتِ وَهُوَفِى شَابٍّ عَلَى دَخَلَ  وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ أَنَّهُ أَنَسٍ وَلِحَدِيْثِ
: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ فَقَالَ . ذُنُوْبِى اَخَافُ وَإِنِّى اللَّهَ اِنِّىاَرْجُوْ ، اللَّهِ يَارَسُوْلَ وَاللَّهِ :قَالَ
اَخْرَجَهُ) مِمَّايَخَافُ وَأَمَّنَهُ مَايَرْجُوْ اللَّهُ إِلاَّأَعْطَاهُ هَذَالْمَوْطِنِ فِىمِثْلِ عَبْدٍ قَلْبِ فِى لاَيَجْتَمِعَانِ
(التِّرْمِذِىُّ
Artinya: “Dan menilik hadits Anas, bahwa Nabi saw. masuk kepada seorang pemuda yang hampir pada ajalnya, maka beliau bersabda: ‘Bagaimana perasaanmu?’. Jawabnya: ‘Aku berharap kepada Allah dan khawatir akan dosaku’. Maka beliau saw. bersabda: ‘Kalau berkumpul kedua sifat itu dalam hati seorang hamba pada peristiwa seperti ini tentulah Allah memberikan apa yang diharapkan dan melindungi dari apa yang ditakutkan’”. (HR. Tirmidzi)
b.     Wasiyat sebelum meninggal. Jika seseorang sedang sakit parah atau merasa bahwa ajalnya akan tiba, Islam menuntunkan untuk meninggalkan wasiyat kepada yang masih hidup.
Tarjih dalam hla ini menyatakan: “Dan berwasiyatlah kalau ia meninggalkan barang milik”. Hal ini didasari oleh firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 180, sebagaimana kutipan berikut;
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 180)

c.      Talqin untuk orang yang sakit keras. Berbeda dengan kebiasaan pada umumnya, Tarjih menuntunkan mengenai talqin sebagaimana dalam HPT “Hendaklah ia kamu talqinkan (tuntun baca) orang yang akan meninggal la ilaha illa Allah”
Alasan dalil yang dijadikan dasar pengambilan kesimpulan tuntunan demikian ialah Abu Sa’id berikut:
رَوَاهُ) “اِلاَّاللَّهُ لاَاِلَهَمَوْتَكُمْ لَقِّنُوْا :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَنِ سَعِيْدٍ أَبِى لِحَدِيْثِ
ثَابِتٌ أَصْلٌ لَهَا فَلَيْسَ الْمُحْتَضَرِ عَلَى يسقِرَاءَةُ أَمَّا . (إِلاَّالْبُخَارِىَّ الْجَمَاعَةُ
Artinya: “Karena hadits Abu Sa’id daripada Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda: “Talqinkanlah mayatmu (orang yang akan meninggal) dengan mengucap la ilaha illallah”. (Diriwayatkan Jama’ah (Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah) kecuali Bukhari).
            Mengenai Talqin, Tarjih menjelaskan selanjutnya bahwa; “Bacaan surat yasin pada orang yang hampir mati itu tidak ada dalilnya yang shahih”.

d.     Menghadapkan kiblat orang yang sakit keras. Orang yang dalam keadaan sakit menjelang ajal, dituntunkan Tarjih agar dihadapkan ke arah Kiblat. Dasarnya ialah hadits Abu Qatadah berikut;

فَقَالَ ، إِلَىالْقِبْلَةِ يُوَجَّهَ أَنْ أَوْصَى مَعْرُوْرٍ الْبَراءَبْنَ أَنَّ قَتَادَةَ أَبِى عَنْ وَالْبَيْهَقِيُّ الْحَاكِمُ لِمَارَوَى
الْفِطْرَةَ أَصَابَ :وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ
Artinya: “Menilik hadits Abu Qatadah, bahwa Bara bin Ma’rur yang berwasiyat supaya dihadapkan ke Kiblat; maka sabda Nabi saw.: ‘Ia mencocoki fithrah’” (Diriwayatkan oleh Hakim dan Baihaqi)
4.      Tindakan Awal Menghadapi Orang Meninggal
Setelah sakit keras yang tidak tertolong lagi dan kemudian meninggal, beberapa hal perlu segera dilakukan oleh sanak famili dan orang yang  masih hidup. Beberapa tindakan yang dituntunkan Tarjih akan diuraikan di bawah ini.
a.      Menutup mata dan mendo’akan. Pada aat seseorang meninggal, Tarjih dalam HPT menuntunkan; “Kemudian bilamana dia meninggal, pejmakanlah matanya dan do’akanlah baginya”. Dasarnya ialah hadits Ummi Salamah di bawah ini.
بَصَرُهُ شُقَّ وَقَدْ اَبِىسَلَمَةَ عَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ دَخَلَ :قَالَتْ سَلَمَةَ أُمِّ لِحَدِيْثِ
عَلَى لاَتَدْعُوْا : فَقَالَ أَهْلِهِ مِنْ نَاسٌ فَضَجَّ . الْبَصَرُ تَبِعَهُ إِذَاقُبِضَ الرُّوْحَ اِنَّ :قَالَ ثُمَّ . فَاَغْمَضَهُ
وَارْفَعْ سَلَمَةَ لاَِبِى اغْفِرْ اَللَّهُمَّ׃ قَالَ ثُمَّ . مَاتَقُوْلُوْنَ عَلَى تَؤَمِّنُ الْمَلاَئِكَةَ فَإِنَّ ، اِلاَّبِخَيْرٍ اَنْفُسِكُمْ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) “عَقِبِهِ فِى وَاخْلُفْهُ فِيْهِ وَنَوِّرْلَهُ قَبْرِهِ فِى لَهُ وَافْسَحْ فِىالْمَهْدِيِّيْنَ دَرَجَتَهُ
Artinya: “Mengingat hadits Ummu Salamah katanya: ‘Rasulullah saw. datang kepada Abi Salamah (di waktu sampai pada ajalnya) padahal matanya celik, maka beliau memejmakannya’. Kemudian Nabi saw. bersabda: ‘Sesungguhnya kalau ruh itu dipecatkan, diikuti oleh mata’. maka bergemuruhlah orang-orang dari ahlinya maka beliau bersabda: ‘Janganlah mendo’akan atas dirimu, kecuali kebaikan, karena sesungguhnya malaikat itu mengamini atas apa yang kamu katakan’. Kemudian sabdanya: ‘Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, jungjunglah derajatnya setinggi derajat orang-orang yang shalih, lapangkanlah dan berilah gantinya pada sepeninggalnya’.” (HR. Muslim)
b.     Menutupi dengan kain yang baik. Tarjih selanjutnya menuntunkan menghadapi orang yang baru meninggal; “Selubungilah ia dengan kain yang baik”. Dasarnya ialah hadits Aisyah berikut;

Artinya: “Menilik hadits Aisyah ra. Bahwa ketika wafat Rasulullah beliau dirahap dengan kain hibarah (sejenis kain Yaman yang bercorak)” (HR. Bukhari dan Muslim)
c.      Melunasi hutang. Salah satu hal yang perlu segera dilakukan ketika seseorang meninggal ialah melunasi hutangnya. Dalam hal iini tarjih menyatakan; “Kemudian lunasilah hutangnya dengan segera, kalau ia berhutang”.
Landasan penetapan tuntunan demikian ialah hadits Abu Hurairah di bawah ini;
يُقْضَى حَتَّي بَدِيْنِهِ مُعَلَّقَةٌ الْمُؤْمِنِ نَفْسُ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَنِ هُرَيْرَةَ أَبِى لِحَدِيْثِ
(حَسَنٌ حَدِيْثٌ : وَقَالَ وَالتِّرْمِذِيُّ حِبَّانَ وَابْنُ أَحْمَدُ رَوَاهُ) . عَنْهُ
Artinya: “Mengingat hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Nyawa orang mu’min itu tergantung pada hutangnya, sehingga dilunasinya’” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban begitu juga oleh Tirmidzi dengan mengatakan hadits hasan).
d.      Segera merawat. Setelah jelas seseorang meninggal dunia, Tarjih menuntunkan agar segera dirawat. Hadits ini berdasarkan hadits Ali berikut;
اَالصَّلاَةُ : لاَيُؤَخَّرْنَ يَاعَلِيُّ تَلاَثٌ : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ :عَلِيٍّ لِحَدِيْثِ
أَيْضًا بِمَعْنَاهُ وَأَخْرَجَهُ ، أَحْمَدُ أَخْرَجَهُ) . كُفُؤًا وَجَدَتْ إِذَا وَالأَيِّمُ ، إِذَاحَضَرَتْ وَالْجَنَزَةُ ، إِذَااَنَتْ
(وَغَيْرُهُمْ حِبَّانَ وَابْنُ وَالْحَاكِمُ مَاجَهْ وَابْنُ التِّرْمِذِىُّ
Artinya: “Karena hadits Ali, bahwa Rasulullah saw. bersabda: tiga perkara, ahi Ali tidak boleh dipertangguhkan, yaitu shalat bila datang waktunya, jenazah bila telah terang matinya dan wanita tidak bersuami bila telah menemukan jodohnya” (HR. Ahmad; dan yang sepadan artinya dengan hadits itu diriwayatkan oleh tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, Ibnu Hibban dan lain-lain)
e.      Penyebaran berita meninggal. Tindakan selanjutnya ketika seseorang meninggal ialah segera menyebarkan kabar kepada kerabat, teman dan kaum Muslimin. Tuntunan Tarjih demikian sebagaimana dalam HPT didasarkan pada hadits riwayat Bukhari dan muslim berikut;
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim;
مَاتَ الَّذِى فِىالْيَوْمِ النَّجَاشِىَّ ض ر لأَِصْحَبِهِ نَعَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ أَنَّهُ الشَّيْخَانِ رَوَى لِمَا
ض ر رَوَاحَةَ بْنَ وَعَبْدَاللَّهِ حَارِثَةَ ابْنَ وَزَيْدَ اَبِىطَالِبٍ بْنَ جَعْفَرَ نَعَى وَأَنَّهُ ، فِيْهِ
Artinya: “Menilik hadits riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi saw. memberitakan Raja Najasyi kepada sahabat-sahabat ra. pada hari mangkatnya. Dan beliau memberitakan kematian Ja’far bin Abu Thalib, Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah ra.”
            Hadits riwayat Bukhari;
. لَيْلاً فَدُفِنَ فَمَاتَ الْمَسْجِدَ يَقُمُّ كاَنَ فِىإِنْسَانٍ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ أَنَّهُ :الْبُخَارِىُّ رَوَى وَلِمَا
اَلْحَدِيْثَ ؟ تَعْلِمُوْنِى أَنْ مَامَنَعَكُمْ :وَفِىرِوَايَةٍ ؟ بِهِ أَذَنْتُمُوْنِى كُنْتُمْ أَفَلاَ
Artinya: “Begitu juga yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa beliau saw. bersabda tentang orang yang menyapu masjid yang meninggal di kubur pada malam itu: ‘tidak sudikah kamu memberitakannya kepadaku?’ dan ada riwayat lain, Nabi saw. bersabda: ‘Mengapa kamu tidak memberitakannya kepadaku . . . ’” (seterusnya hadits)
5.      Cara Memandikan Jenazah
Tuntunan Tarjih mengenai bagaimana memandikan jenazah menyatakan; “kalau kamu hendak memandikan mayat, maka mulailah dari anggota kanannya serta anggota wudlu”. Hal ini berdasarkan hadits Ummu Athiyah;
مِنِهَا بِمَيَا اِبْدَأْنَ :ابْنَتِهِ فِىغَسْلِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَتْ عَطِيَّةَ أُمِّ لِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) . مِنْهَا الْوُضُوْءِ وَمَوَاضِعِ
Artinya: “Menilik hadits Ummu Athiyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda ketika anak perempuan beliau dimandikan: “Mulailah dengan anggota kanannya dan anggota wudlunya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
a.  Dengan bilangan gasal.  Salah satu yang disunnahkan mengenai memandikan jenazah ialah dengan bilangan gasal. Tarjih menyatakan; Dan mandikanlah dengan bilangan gasal tiga atau lima kali atau lebih dari itu, dengan air dan daun bidara, serta pada kali yang terakhir taruhlah kapur barus meskipun sedikit, dan jalinlah rambut perempuan tiga pintal”.
             Sumber dalil bagi penetapan tuntunan Tarjih tersebut adalah hadits Ummu Athiyah dan hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Dawud.
             Hadits Ummu Athiyah;
: فَقَالَ ابْنَتُهُ تُوُفِّيَتْ حِيْنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ عَلَيْنَا دَخَلَ :قَالَتْ عَطِيَّةَ أُمِّ لِحَدِيْثِ
أَوْ فُوْرًا كاَ فِىالاَخِرَةِ وَاجْعَلْنَ وَسِدْرٍ بِمَاءٍ ذَلِكَ رَأَيْتُنَّ إِنْ ذَلِكَ مِنْ أَوْاَكْثَرَ أَوْخَمْسًا ثَلاَثًا اِغْسِلْنَهَا
إِيَّاهُ أَشْعِرْنَهَا : فَقَالَ حِقْوَهُ فَأَعْطَأنَا آَذَنَّاهُ فَرَغْنَا فَلَمَّا ، فَاَذِنَّنِى فَرَغْتُنَّ فَاِذَا ، كاَفُوْرٍ مِنْ شَيْئًا
(الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) إِزَارَهُ :يَعْنِى
Artinya: “Mengingat hadits Ummu Athiyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda ketika kematian anak perempuannya: ‘Mandikanlah tiga atau lima kali atau lebih daripada itu, menurut pendapatmu, dengan air dan daun bidara, dan pada akhirnya taruhlah kapur barus atau sedikit kapur barus. Maka bilamana sudah selesai beritahukah kepadaku’. Maka setelah kami selesai kami memberitahukannya kepada beliau. Maka beliau memberi kepada kami kainnya seraya sabdanya: ‘Kenakanlah ini, yakni kainnya’”. (Diriwayatkan oleh Jama’ah Ahli Hadits).
             Hadits riwayat Bukhari, muslim dan Abu Dawud;
ذَلِكَ مِنْ أَوْاَكْثَرَ سَبْعًا أَوْ خَمْسًا اَوْ ثَلاَثًا ، وِتْرًا اِغْسِلْنَهَا :دَاوُدَ وَاَبِى وَمُسْلِمٍ لِلْبُخَارِىِّ وَفِىلَفْظٍ
قُرُوْنٍ ثَلاَثَة شَعْرَهَا فَضَفَرْنَا . ذَلِكَ رَأَيْتُنَّ إِنْ
Artinya: “Dan menurut hadits Bukhari, Muslim dan Abu Dawud: ‘Mandikanlah dalam jumlah  gasal, tiga atau lima atau tujuh kali atau lebih daripada itu menurut pendapatmu’. Lalu kami menjalin rambutnya menjadi tiga jalinan”
b.      Mengeringkan. Selesai dimandikan, jenazah hendaknya segera dikeringkan dengan kain pengering seperti handuk. Tuntunan demikian diambil Tarjih berdasarkan hadits Aisyah dan Ibnu Umar.
Hadits Aisyah;
. عَنْهُ نُزِعَتْ ثُمَّ يَمَنِيَّةٍ فِىحُلَّةٍ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ أُدْرِجَ :قَالَتْ عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ
Artinya: “Menilik hadits Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. diselubungi dengan kain Yaman untuk mengeringkan, lalu dilepaskan . . . dan seterusnya hadits.” (HR. Muslim).
            Hadits Ibnu Umar;
عَنْهُ نُزِّعَ ثُمَّ فِيْهِ جُفِّفَ حِبَرَةٍ فِىبُرْدٍ لُفَّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ عُرْوَةَ بْنِ هِشَامِ وَلِحَدِيْثِ
(عَبْدُالرَّزَّاقِِ)
Artinya: “Dan menilik hadits Hisyam bin Urwah, bahwa Nabi saw. diselubungi dengan kain hibarah untuk dikeringkan, kemudian dilepaskan” (HR. Abdurrazaq)
c.       Pria oleh pria. Memandikan jenazah pria dituntunkan dilakukan oleh pria, demikian pula sebaliknya. Tarjih menyatakan; “hendaklah mayat pria dimandikan oleh pria; dan dibenarkan bagi salah seorang suami istri, memandikan lainnya”. Hal ini didasarkan pada hadits Asma binti Amis, hadits riwayat Baihaqi, hadits Aisyah dan hadits riwayat Nasai-Ibnu Hibban.
                Hadits Asma binti Amis;
السَّلاَمُ عَلَيْهِ عَلِيٌّ يَغْسِلَهَا أَنْ أَوْصَتْ ض ر فَاطِمَةَ أَنَّ : ض ر عَمِيْسٍ بِنْتِ اَسْمَاءَ لِحَدِيْثِ
(الدَّارَقُطْنِىُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Menilik hadits dari Asma binti Amis ra. bahwa Fathimah berwasiyat supaya ia dimandikan oleh Ali ra.” (HR. Daraquthni).
                Hadits riwayat Baihaqi;
بِعَبْدِ وَاسْتَعَانَتْ تَغْسِلَهُ أَنْ عَمِيْسٍ بِنْتَ أَسْمَاءَ امْرَأَتَهُ أَوْصَى أَبَابَكْرٍ أَنَّ مِنْ الْبَيْهَقِيُّ رَوَاهُ وَلِمَا
أَحَدٌ يُنْكِرْهُ وَلَمْ لِضَعْفِهَا عَوْفٍ بْنِ الرَّحْمَانِ
Artinya: “Dan menilik hadits Baihaqi, bahwa Abu Bakar berpesan pada istrinya, Asma binti Amis, supaya memandikannya: kemudian ia (Asma) minta pertolongan pada Abdurrahman bin Auf, karena usianya yang tua serta tidak ada seorangpun yang menyangkal tindakannya”.
                Hadits Aisyah;
اللَّهِ رَسُوْلَ مَاغَسَلَ بَرْتُ اسْتَذْبَرْتُ الأَمْرِمَا مِنَ لَوِاسْتَقْبَلْتُ : اَنَّهَاتَقُوْلُ عَائِشَةَ وَلِحَدِيْثِ 
(وَصَحَّحَهُ مَاجَهْ وَابْنُ دَاُدَ وَاَبُوْ اَحْمَدُ رَوَاهُ) نِسَائِهِ غَيْرُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
Artinya: “Dan mengingat hadits Aisyah ra. bahwa ia berkata: ‘Seumpama aku dapat mengulangi barang yang telah lampau, pastilah yang memandikan Rasulullah saw. itu hanyalah istri-istrinya’” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah dan dishahihkan olehnya).
                Hadits riwayat Nasai dan Ibnu Hibban;
عَلَْكِ وَصَلَّيْتُ لَغَسَلْتُكِ قَبْلِى لَوْمُتِّى مَاضَرَّكِ : لِعَائِشَةَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ قَوْلِهِ مِنْ وَلِمَاصَحَّ
(وَصَحَّحَهُ حِبَّانَ وَابْنُ النَّسَائِيُّ رَوَاهُ) وَدَفَنْتُكِ
Artinya: “Dan mengingat riwayat shahih dari sabda Rasulullah saw. kepada Aisyah ra.: Apa halangannya seumpama kau mati sebelumku, akulah yang memandikan kau, menshalatkan kau dan mengubur kau” (HR. Nasai dan Ibnu Hibban serta menshahihkannya).
d. Menutupi cacat. Jika jenazah memiliki cacat tubuh dituntunkan untuk ditutupi. Mengenai hal ini Tarjih menyatakan bahwa jika pada tubuh jenazah terdapat cela atau cacat, hendaknya ditutupi sehingga tidak terlihat. Hal ini berdasarkan riwayat Hakim berikut;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَوْلَى أَسْلَمَ رَافِعٍ أَبِى لِحَدِيْثِ
صَحِيْحٌ : وَقَالَ اَلْحاَكِيْمُ رَوَاهُ) مَرَّةً أَرْبَعِيْنَ لَهُ اللَّهُ غَفَرَ عَلَيْهِ فَكَتَمَ مَيِّتًا غَسَلَ مَنْ : قَالَ وَسَلَّمَ
(٢١٠ ص الصَّلِحِيْنَ رِيَاضُ) (مُسْلِمٍ عَلَىشَرْطِ
Artinya: “Karena hadits Abu Rafi’ Aslam pelayan Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Barangsiapa memandikan mayat, lalu merahasiakan cacat tubuhnya, maka Allah memberi ampunan baginya empat puluh kali’”. (HR. Hakim dengan katanya menurut syarat Muslim, tersebut dalam kitab Riyadush Shalihin halaman 210)

6.      Mengkafan Jenazah
Setelah seleasi dimandikan dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan memandikan, pekerjaan perawatan jenazah selanjutnya ialah mengkafan (membungkus). Dalam hal ini Tarjih menuntunkan agar jenazah dikafan secara sebaik-baiknya.
Hal tersebut berdasarkan hadits Abu Qatadah dan Jabir berikut ini;
Hadits Qatadah;
فَلْيُحْسِنْ أَخَاهُ أَحَدُكُمْ إِذَاوَلَى : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ أَبِىقَتَادَةَ لِحَدِيْثِ
(وَالتِّرْمِذِىُّ مَاجَهْ ابْنُ رَوَاهُ) كَفَنَهُ
Artinya: “Menurut hadits Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Bilaman dari kamu mengurus (jenazah) saudaranya, maka hendaklah memperbaiki kafannya (mengafani dengan baik-baik)’”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
            Hadits Jabir;
أَحْمَدُ رَوَاهُ) كَفَنَهُ فَلْيُحْسِنْ أَخَاهُ أَحَدُكُمْ إِذَاكَفَّنَ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ اَنَّ جَابِرٍ وَلِحَدِيْثِ
(وَاَبُوْدَاوُدَ وَمُسْلِمٌ
Artinya: “Dan menilik hadits Jabir, bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Apabila seorang dari kamu mengafani saudaranya, maka hendaklah baik-baik mengkafani’”. (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)
  1. Kafan berwarna putih. Sebagaimana telah biasa dilakukan, warna kafan menurut tuntunan Tarjih adalah putih. Walaupun demikian penting untuk mengetahui sumber dalil yang dijadikan landasan.
Dalam buku HPT landasan dalil penetapan Tarjih itu ialah hadits Ibnu Abbas berikut;
خَيْرِ مِنْ فَاِنَّهَا الْبِيْضَ ثِيَابِكُمُ مِنْ اِلْبَسُوْا : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ اَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
وَصَحَّحَهُ النَّسَائِيَّ إِلاَّ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) فِيْهَامَوْتَكُمْ وَكَفِّنُوْا ثِيَابِكُمْ خَيْرِ فَإِنَّهَامِنْ الْبِيْضَ ثِيَابِكُمْ
(التِّرْمِذِىُّ
Artinya: “Menilik hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Pakailah pakaianmu yang putih, karena itulah sebagus-bagus pakaianmu dan kafanilah mayat-mayatmu dengan’”
  1. Mengkafan seluruh tubuh dan mengukup tiga kali. Kafan atas jenazah hendaknya menutup seluruh badan jenazah dan mengukup jenazah dengan tiga kali ukupan (lapis), demikian tuntunan Tarjih sebagaimana dalam HPT.
Masyarakat luas, pada umumnya telah biasa melaksanakan ajaran demikian itu akan tetapi apa sumber dalilnya sehingga meyakini bahwa itulah yang dicontohkan Rasulullah saw., maka perlu mengkaji landasan dalil yang dipakai tarjih dalam menetapkan kesimpulan demikian.
Landasan yang dipergunakan Tarjih sebaagi sumber dalil sebagaimana dalam HPT adalah hadits Khabbab bin Aratti adlam hadits Jabir berikut;
Hadits Khabbab Bin Aratti;

إِذَاغَطَّيْنَا فَكُنَّا ، إِلاَّنَمِرَةًَ يَتْرُكْ وَلَمْ أُحُدٍ يَوْمَ قُتِلَ عُمَيْرٍ بْنَ مَصْعَبَ أَنَّ الأَرَتِّ بْنِ خَبَّابِ لِحَدِيْثِ
أَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَأَمَرَنَا ، رَأْسُهُ بَدَا رِجْلَيْهِ غَطَّيْنَا وَإِذَا رِجْلاَهُ بَدَتْ بِهَارَأْسَهُ
(مَاجَهْ إِلاَّابْنِ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) الأِذْخِرِ مِنَ شَيْئًا رِجْلَيْهِ عَلَى وَنَجْعَلَ بِهَارَأْسَهُ نُغَطِّىَ
Artinya: “Menurut hadits Khabbab bin Aratti bahwa Mash’ab bin Umair terbunuh pada hari perang Uhud, sedang ia tidak meninggalkan sesuatu kecuali sehelai kain loreng, maka kalau kami peruntukkan menutup kepalanya, tampaklah kedua kakinya dan kalau kami menutup kakinya tampaklah kepalanya dan supaya kakinya kami tutupi daun idzkir (Diriwayatkan oleh Jama’ah Ahli Hadits kecuali Ibnu Majjah)
            Hadits Jabir;
الْمَيِّتَ إِذَاأَجْمَرْتُمُ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ وَالْبَيْهَقِىِّ أَحْمَدَ عِنْدَ جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
(مُسْلِمٍ عَلَىشَرْطِ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ رَوَاهُ) ثَلاَثًا فَأَجْمِرُوْهُ
Artinya: “Menilik hadits Jabir riwayat Ahmad dan Baihaqi, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bilamana kamu hendak mengukup mayat, maka cukuplah tiga kali””. (Diriwayatkan oleh Hakim dan dishahihkannya menurut syarat muslim)
c.       Kafan pria dan wanita. Untuk jenazah pria dikafan dengan tiga helai kain, sementara wanita terdiri dari kain basahan, baju kurung dan kerudung serta kain. Tuntunan Tarjih tersebut didasarkan pada hadits Aisyah dan Laila binti Qanif Tsaqafah.
Hadits Aisyah;

بِيْضٍ أَثْوَابٍ فِىثَلاَثَةِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كُفِّنَ : قَالَتْ ض ر عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَلاَعِمَامَةٌ قَمِيْصٌ فِيْهَا لَيْسَ كُرْسُفٍ مِنْ سَحُوْلِيَّةٍ
Artinya: “ Mengingat hadits Aisyah bahwa Rasulullah saw. dikafani dalam tiga pakaian putih bersih yang terbuat dari kapas, tanpa baju kurung dan serban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadits Laila binti Qanfi Tsaqafah;

عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ بِنْتَ كُلْثُوْمٍ أُمَّ غَسَلَ فِيْمَنْ كُنْتُ : قَالَتْ الثَّقَفِيَّةِ قَانِفٍ بِنْتِ لَيْلَى لِحَدِيْثِ
ثُمَّ الدِّرْعَ ثُمَّ الْحِقَا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ اَعْطَانَا مَا اَوَّلُ وَكاَنَ عِنْدَوَفَاتِهَا وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ : قَالَتْ ، الأَخَرِ فِىالثَّوْبِ بَعْدَذَلِكَ أُدْرِجَتْ ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ ثُمَّ الْخِمَارَ
(وَاَبُوْدَاوُدَ أَحْمَدُ رَوَاهُ ) ثَوْبًاثَوْبًا وِلُهَا كَفَنُهَايُهَا وَمَعَهُ عِنْدَالْبَابَ وَسَلَّمَ
Artinya: “Menurut hadits Laila binti Qanif Tsaqafiyah, katanya: “Aku turut memandikan Ummi Kultsum binti Rasulullah saw. waktu wafatnya, maka adalah mula-mula barang yang diberikan kepadaku oleh Rasulullah saw. ialah kain, lalu baju kurung, lalu kudung, lalu selubung; kemudian sesudah itu dimasukkan dalam pakaian lain””. Kata Laila selanjutnya: selama itu Rasulullah saw. di tengah pintu membawa  kafannya dan menerimakannya kepada kami satu persatu”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
d.      Mengolesi jenazah dengan wewangian. Sebelum dan sesudah dikafan jenazah perlu diolesi dengan bau-bau yang harum, kecuali yang menginggal dalam pakaian ihram. Teks asli rumusan Tarjih dalam HPT menyatakan; “lututlah ia dengan bau-bauan yang harum (cendana); kecuali mayat yang sedang berihram, maka janganlah kamu tudungi kepalanya, jangan kamu lutut badannya dan jangan pula kamu kenakan harum-haruman.
Dasarnya ialah hadits Ibnu Abbas, hadits Ibnu Abbas, hadits Nasai dan hadits Ibnu Umar dalam nukilan berikut ini.
Hadits Ibnu Abbas;
وَلاَتُخَمِّرُوْا لاَتُحَنِّطُوْهُ : نَاقَتُهُ وَقَصَتْهُ الَّذِى الْمُحْرِمِ فِىحَدِيْثِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ لِقَوْلِ
(عَبَّاسٍ ابْنِ عَنِ الْجَمَاعَةُ ابْنُ رَوَاهُ) مُلَبِّيًا الْقِيَامَةِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ اللَّهَ فَاِنَّ رَأْسَهُ
Artinya: “Karena hadits Nabi ketika ada orang berihram meninggal karena terjatuh dari untanya, bersabda: “janganlah kamu lutut ia dengan cendana dan jangan pula kamu tudungi kepalanya, sesungguhnya Allah membangkitkannya kelak di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah””. (HR. Jama’ah dari Ibui Abbas)
Hadits Nasai;
وَسِدْرٍ بِمَاءٍ وَاغْسِلُوْهُ فِيْهِمَا اَحْرَمَ الَّذَيْنِ فِىثَوْبَيْهِ اِغْسِلُوْاالْمُحْرِمَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ وَقَالَ
رَوَاهُ) مُحْرِمًا الْقِيَامَةِ يَوْمَ يُبْعَثُ فَإِنَّهُ رَأْسَهُ تُخَمِّرُوْا وَلاَ بِطِيْبٍ وَلاَتَمَسُّوْهُ ثَوْبَيْهِ وَكَفِّنُوْهُ
(النَّسَائِيُّ
Artinya: “Dan sabda beliau saw.: “Mandikanlah orang ihram dalam kedua pakaiannya yang dipakai berihram, dan mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, kafanilah ia dengan kedua pakaiannya serta jangan kamu kenakannya harum-haruman dan jangan pula kamu tudungi kepalanya, sebab ia kelak di hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan berihram””. (HR. Nasai)
         Hadits Ibnu Umar;
. زَيْدٍ بْنِ لِسَعِيْدِ ابْنًا ض ر عُمَرَ ابْنُ وَحَنَّطَ : ۱٤٤ ص ا ج : فِىكِتَابِهِ الْبُخَارِىُّ رَوَى وَلِمَا
فَضْلٌ مِسْكٌ السَّلاَمُ عَلَيْهِ عَلِىٍّ عِنْدَ كاَنَ : قَالَ جَدِّهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَلِىٍّ زَيْدٍ فِىمُسْنَدِ وَلِمَاوُرِىَ
بِسَنَدِهِ الْبَيْهَقِىُّ أَيْضًا وَأَخْرَجَهُ) بِهِ يُخَنَّطَ أَنْ وَاَوْصَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ حَنُوْطِ مِنْ
(٣٧٦ ص ٢ ج النَّضِيْرُ َالرَّوْضُ) . (نَحْوَهُ اَبِىوَائِلٍ اِلَى
Artinya: “Dan menilik riwayat Bukhari dalam kitabnya juz I halaman 144, bahwa Ibnu Umar melututkan candana pada anak Sa’id bin Zaid. Dan menilik pula riwayat Zaid dari Ali bapaknya, dai kakeknya, bahwa ada pada Alil ra. kasturi sisa dari bahan luluhan Rasulullah saw. dan ia berpesan supaya dilututi dengan kasturi itu. Begitu pula Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sanadnya dari wail seperti itu”. (Tersebut dalam kitab Rudlun-Nadlir juz II halaman 376).
e.       Dilarang berlebihan. Walaupun keluarga atau si jenazah semasa hidupnya memiliki harta yang banyak, Islam melarang untuk mengkafan secara berlebihan. Tuntunan Tarjih mengenai larangan berlebihan dalam mengkafan jenazah ini berdasarkan hadits dari Ali riwayat Abu Dawud berikut;
سَرِيْعًا يُسْلَبُ فَإِنَّهُ الْكَفَنِ فِى لاَتُغَالُوْا : مَرْفُوْعًا عَلِىٍّ عَنْ حَسَنٍ بِسَنَدٍ دَاوُدَ أَبُوْ لِمَارَوَى
Artinya: “Menilik riwayat Abu Dawud dengan sanad Hasan dari Ali sampai Nabi saw.: “Jangan kamu berlebih-lebihan dalam perkara kafan, karena sesungguhnya ia akan segera rusak”.

B.     Shalat dan Memakamkan Jenazah
Tindakan selanjutnya setelah jenazah selesai dikafani ialah menyalatkannya dan kemudian memakamkannya. Mengenai tuntunan shalat jenazah Tarjih menyatakan; “Sesudah sempurna dimandikan dan dikafan, maka sembahyangkanlah mayat itu dengan syarat-syarat shalat”. Alasannya ialah hadits Jabir da Abu Hurairah sebagaimana kutipan di bawah ini.
Hadits Jabir;
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ لِرَسُوْلِ ذُكِرَ وَأَنَّهُ بِخَيْبَرَ تُوُفِّىَ الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ رَجُلاً أَنَّ جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
(اِلاَّالتِّرْمِذِىَّ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ). اَلْحَدِيْثَ صَاحِبِكُمْ صَلُّوْاعَلَى : فَقَالَ
Artinya: “Mengingat hadits Jabir bahwa ada seorang muslim wafat di Khaibar dan dikabarkan kepada Rasulullah saw. maka sabda beliau: ‘Shalatkanlah temanmu ini . . .’ Seterusnya hadits” (Diriwayatkan oleh lima ahli hadits selain Tirmidzi)
            Hadits Abu Hurairah
حَتَّى الْجَنَازَةَ شَهِدَ مَنْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ وَلِحَدِيْثِ
مِثْلُ : قَالَ ؟ وَمَاالْقِيْرَطَانِ : قِيْلَ . قِيْرَاطاَنِ فَلَهُ يُدْفَنَ شَهِدَهَاحَتَّى وَمَنْ ، قِيْرَاطٌ فَلَهُ عَلَيْهَا يُصَلَّى
شَرْعًا الصَّلاَةِ مُسَمَّى فِى وَلِدُخُوْلِهَا . (عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْعَظيِْمَيْنِ الْجَبَلَيْنِ
Artinya: “Dan menurut hadits Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ‘Barangsiapa melawat jenazah sehingga dishalatkan, maka akan mendapat pahala satu qirath: dan barangsiapa melawatnya sehingga dikubur, maka akan mendapat pahala dua qirath’. Orang bertanya: ‘Apakah dua qirath itu?’ sahut beliau: ‘Sebagai dua bukti yang besar’” (HR. Bukhari dan Muslim)
  1. Cara Shalat Jenazah
Pelaksanaan shalat jenazah dilakukan dengan: niat, membaca takbir, fatihah, shalawat, takbir, do’a, takbir, do’a, dan takbir serta terakhir salam.
Beberapa do’a shalat jenazah adalah sebagaimana nukilan berikut;
وَنَقِّهِ وَثَلْجٍ بِمَاءٍ وَاغْسِلْهُ مَدْخَلَهُ وَوَسِّعْ نُزُلَهَ وَاَكْرِمْ عَنْهُ وَاعْفُ وَعَافِهِ وَارْحَمْهُ اغْفِرْلَهُ اَللَّهُمَّ
اَهْلِهِ مِنْ خَيْرًا وَاَهْلاً دَارِهِ مِنْ ذَارًاخَيْرًا وَأَبْدِلْهُ الدَّنَسِ مِنَ الأَبْيَضُ الثَّوْبُ كَمَايُنَقَّى الْخَطَايَ مِنَ
وَعَذَابَهُ الْقَبْرِ فِتْنَةَ وَقِهِ زَوْجِهِ مِنْ خَيْرًا وَزَوْجًا
مَنْ اَللَّهُمَّ . وَاُنْثَانَا وَذَكَرِنَا وَكَبِرِيْنَا وَصَغِيْرِنَا وَغَائِبِنَا وَشَاهِدِنَا وَمَيِّتِنَا لِحَيِّنَا اغْفِرْ اَللَّهُمَّأَوْ
عَلَىالاِيْمَانِ فَتَوَفَّهُ مِنَّا تَوَفَّيْنَهُ وَمَنْ الاِسْلاَمِ عَلَى فَأَخِيْهِ مِنَّا اَحْيَيْتَهُ
            Atau lain-lain do’a yang berasal dari Nabi saw. sementara khusus do’a bagi anak-anak adalah;
وَاَجْرًا وَفَرَطًا سَلفًا لَنَا اجْعَلْهُ اَللَّهُمَّ
            Dasarnya ialah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, hadits Isma’il Qadli, hadits Abdullah bin Abu Aufa, hadits Ibnu Umar, hadits Auf bin Malik, hadits Abu Hurairah dan hadits Aisyah;
         Hadits Bukhari dan Muslim;

(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) بِالنِّيَّاةِ الأعْمَالُ إنَّمَا لِحَدِيْثِ
Artinya: “Karena hadits: Sesungguhnya amal itu harus dengan niat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadits Ismail Qadli;

أَنَّهُ أُمَامَةَ أَبِى عَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ عَلَىالنَّبِىِّ الصَّلاَةِ فِىكِتَابِ الْقَاضِى إِسمَاعِيْلُ لِمَارَوَى
صَلَّىاللَّهُ عَلَىالنَّبِىِّ وَيُصَلِّى االْكِتَابِ بِفَاتِحَةِ يَقْرَأَ أَنْ الْجَنَازَةِ عَلَى فِىالصَّلاَةِ السُّنَّةَ اِنَّ : قَالَ
الْجَارُوْدِ ابْنُ وَاَخْرَجَهُ) يُسَلِّمُ ثُمَّ إِلاَّمَرَّةً وَلاَيَقْرَأُ يَفْرَغَ حَتَّى لِلْمَيِّتٍ الدُّعَاءَ يُخْلِصَ  ثُمَّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
(فِىالصَّحِيْحِيْنَ لَهُمْ مُخْرَجٌ وَرِجَالُهُ : الْحَافِظُ قَالَ فِىالْمُنْتَقَى
Artinya: “Mengingat hadits Ismail Qadli dalam kitab: ‘Ash-Shalat ‘alan Nabi dari Abu Umamah, bahwa ia berkata: ‘Sesungguhnya menurut sunnah dalam menshalatkan jenazah ialah membaca al-Fatihah dan membaca shalawat atas Nabi saw. lalu dengan ikhlas mendo’akan kepada mayat sampai selesai, dan membaca hanya sekali, kemudian salam. (HR. Ibnu Jarud dalam kitab ‘Al-Muntaqa’, yang dikatakan oleh Hafidz, bahwa mereka yang membawakan hadits ini dalam kitab Bukhari Muslim)’”
            Hadits Abdullah bin Aufa;

بَيْنَ قَدْرَمَا الرَّابِعَةِ بَعْدَ قَامَ ثُمَّ اَرْبَعًا عَلَيْهَا فَكَبَّرَ لَهُ ابْنَهُ مَاتَتْ فِىأَنَّهُ أَوْ أَبِى بْنِ عَبْدِاللَّهِ وَلِحَدِيْثِ
رَوَاهُ) هَكَذَا فِىالْجَنَازَةِ يَصْنَعُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَ ثُمَّ يَدْعُوْ تَكْبِرَتَيْنِ
(بِمَعْنَى مَاجَهْ وَابْنُ أَحْمَدُ
Artinya: “Dan menilik hadits Abdullah bin Abu Aufa, bahwa ia kematian anaknya perempuan, maka ia membaca takbir untuknya empat kali, lalu mendo’akan sehabis takbir yang keempat, yang panjangnya sekedar antara dua takbir, kemudian bertanya: “Demikianlah Rasulullah saw. lakukan dalam shalat jenazah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah menurut artinya saja)
            Hadits Ibnu Umar;

فِىجُزْءِ وَوَصَّلَهُ الْبُخَارِىُّ وَعَلَّقَهُ صَحِيْحٍ بِسَنَدٍ الْحَافِظُ قَالَ :عَمَرَ ابْنِ عَنِ الْبَيْهَقِىُّ اَخْرَجَهُ وَلِمَا 
(١٠٤ ص ٤ ج :الاَوْطََارِ نَيْلُ) الْجَنَازَةِ تَكْبِيْرَاتِ فِىجَمِيْعِ يَدَيْهِ يَرْفَعُ كاَنَ اَنَّهُ الْيَدَيْنِ رَفْعِ
Artinya: “Dan menilik hadits Baihaqi dari ibnu Umar: kata al-Hafidh: sanadnya shahih; dan oleh Bukhari dimu’alladkan dan pada bagian yang menerangkan “mengangkat tangan” sanadnya disebut muttashil (bersambung) bahwasanya beliau saw mengangkat kedua tangannya dalam semua takbir shalat jenazah” (Tersebut dalam kitab Nailul Authar juz IV halaman 104).
            Hadits Auf bin Malik;
: الأَوَّلِ فِىالدُّعَاءِ مَالِكٍ بْنِ عَوْفِ عَنْ وَالنَّسَائِىِّ مُسْلِمٍ وَلِحَدِيْثِ
: فِىالثَّانِى أَبِىهُرَيْرَةَ عَنْ وَالتِّرْمِذِىِّ وَاَحْمَدُ . . . . اغْفِرْلَهُ اَللَّهُمَّ
اَللَّهُمَّ” : مَاجَهْ وَابْنُ دَاوُدَ اَبُوْ وَزَادَ  . . . لِحَيِّنَا اغْفِرْ اَللَّهُمَّ
بَعْدَهُ وَلاَتُضَلِّنَا أَجْرَهُ لاَتَحْرِمْنَا
Artinya: “Dan menilik hadits Muslim dan Nasai dari Auf bin Malik dalam do’a yang pertama: ‘Allaahummaghfirlahu . . .’ dan seterusnya. Dan Ahmad dan Turmudzi dari Abi Hurairah dalam do’a kedua: ‘Allaahummaghfir lihayyina . . .’ dan seterusnya. Dan Abu Dawud dan Ibnu Majah menambah: ‘Allahummalaa tahrimnaa ajrahu wa laa tudlil lanaa ba’dahu’.”
            Hadits Abu Hurairah;
: فِىدُعَاءِالطِّفْلِ الْحُسَيْنِ عَنِ فِىجَامِعِهِ وَسُفْيَانَ أَبِىهُرَيْرَةَ حَدِيْثِ مِنْ الْبَيْهَقِيُّ وَلِمَارَوَى
وَأَجْرًا وَفَرَطًا سَلَفًا لَنَا اجْعَلْهُ اَللَّهُمَّ
Artinya: “Dan mengingat riwayat Baihaqi dari hadits Abu Hurairah dan Sufyan dalam kitab ‘Jami’nya dari Husain’, dalam mendo’akan bagi anak-anak: ‘Allahummaj’alhu lanaasalafan wafarathan wa ajran’”

a. Shalat jenazah di Masjid. Mengenai kebiasaan shalat jenazah di Masjid Tarjih menyatakan bahwa; “Boleh kita menshalatkannya di dalam masjid”. Dasarnya ialah hadits riwayat Sa’id dan Malik;
            Hadits Aisyah;
، أُصَلِّىَعَلَيْهِ حَتَّى الْمَسْجِدَ اُدْخُلُوْبِهِ  وَقَّاصٍ أَبِى سَعْدُبْنُ لَمَّاتُوُفِّىَ قَالَتْ أَنَّهَا عَائِشَةَ عَنْ لِمَارُوِىَ
بَيْضَاءَ عَلَىابْنَىْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ صَلَّى لَقَدْ وَاللَّهِ : فَقَالَتْ ، عَلَيْهَا ذَلِكَ فَاَنْكَرُوْ
(مُسْلِمٌ رَوَاهُ) وَأَخِيْهِ سُهَيْلٍ الْمَسْجِدِ فِى
Artinya: “Menilik hadits dari Aisyah bahwa ia berkata sewaktu kematian Sa’id bin Abi Waqash: ‘Bawa masuklah ia ke mesjid agar aku dapat menshalatkannya’. Ada beberapa orang menegor akan hal itu. Maka kata Aisyah: ‘Demi Allah, Sungguh Rasulullah saw. menshalatkan kedua anak Baidla; ialah Suhail dan saudaranya di dalam Masjid’” (HR. Muslim)
            Hadits Sa’id dan Malik;
فِىجَوْفِ إِلاَّ بَيْضَاءَ بْنِ سُهَيْلِ عَلَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ وَمَاصَلَّى : وَفِىرِوَيَةٍ
(مَالِكٌ الثَّانِىَ وَرَوَى سَعِيْدٌ رَوَاهُمَا) الْمَسْجِدِ فِى عَلَىعُمَرَ صَلِّىَ :قَالَ عُمَرَ ابْنِ وَعَنِ . الْمَسْجِدِ
Artinya: “Dan dalam riwayat lain, bahwa Rasulullah saw. telah menshalatkan Suhail bin Baidla justru malah di tengah mesjid.
            Dan dari Ibnu Umar katanya: ‘Umar di Shalatkan di dalam Mesjid’” (Keduanya diriwayatkan oleh Sa’id, dan Malik hanya meriwayatkan yang kedua)
b. Jama’ah tiga lapis. Shalat jenazah dituntunkan dilakukan dengan jama’ah yang makmumnya terdirid ari tiga baris. Tarjih menyatakan: “Shalatkan ia berjama’ah tiga baris”. Dasarnya ialah hadits Malik bin Hubairah dan hadits Ibnu Abbas berikut ini;
            Hadits Malik bin Hubairah ;
فَيُصَلِّى يَمُوْتُ مُؤْمِنٍ مَامِنْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ هُبَيْرَةَ بْنِ مَالِكِ لِحَدِيْثِ
هُبَيْرَةَ بْنُ مَالِكُ فَكاَنَ . إِلاَّغُفِرَلَهُ صُفُوْفٍ ثَلاَثَةَ يَكُوْنُوْا أَنْ يَبْلُغُوْنَ الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ أُمَّةٌ عَلَيْهِ
(إِلاَّالنَّسَائِىَّ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) صُفُوْفٍ ثَلاَثَةَ يَجْعَلَهُمْ أَنْ الْجَنَازَةِ أَهْلُ اِذَاقَالَ يَتَحَرَّى
Artinya: “menurut hadits Malik bin Hubairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘orang mukmin yang mati lalu dishalatkan oleh segolongan kaum Muslimin, sampai jadi tiga shaf, tentulah diberi ampun’. Maka kalau sedikit bilangan orang yang menshalatkan jenazah, Malik bin Hubairah menjadikan mereka itu tiga shaf” (HR. Lima ahli hadits selain Nasai)
            Hadits Ibnu Abbas;
رَجُلٍ مَامِنْ : يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ سَمِعْتُ :قَالَ عَبَّاسٍ ابْنِ عَنِ رُوِىَ وَلِمَا
رَوَاهُ) فِيْهِ اللَّهُ شَفَّعَهُمُ اِلاَّ شَيْعًا بِاللَّهِ يُشْرِكُوْنَ لاَ رَجُلاً أَرْبَعُوْنَ جَنَازَتِهِ عَلَى فَيَقُوْمُ يَمُوْتُ مُسْلِمٍ
(وَاَبُوْدَاوُدَ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ
Artinya: “Dan mengingat pula riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘orang Islam yang mati lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak musyrik, tentulah Alah mengabulkan do’a mereka untuknya’” (HR. Ahmad, muslim dan Abu Dawud)
c. posisi jenazah. Menurut Tarjih sebagaimana dalam HPT, posisi jenazah atas imam dinyatakan sebagai berikut; “dan hendaklah imam berdiri pada arah kepala mayat ria dan pada arah tengah (lambung) mayat wanita”. Landasan dalil yang dipergunakan Tarjih adalah hadits Abu Ghalib Hannath;
رَأْسِهِ عِندَ قَامَ رَجُلٍ عَلَىجَنَازَةِ صَلَّى مَالِكٍ بْنَ أَنَسَ شَهِدْتُ : قَالَ الْحَنَّاطِ غَالِبٍ أَبِى لِحَدِيْثِ
فَلَمَّارَأَى . زِيَادٍالْعَلَوِىِّ بْنُ الْعَلاَءُ وَفِيْنَا وَسَطَهَا فَقَامَ عَلَيْهَا فَصَلَّى امْرَأَةٍ بِجَنَازَةِ أُتِيَ رُفِعَتْ فَلَمَّا
الرَّجُلِ مِنَ يَقُوْمُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ هَكَذَا ، يَاأَبَاحَمْزَةَ : قَالَ وَالْمَرْأَةِ الرَّجُلِ عَلَى قِيَامَةِ اخْتِلاَفَ
اَبُوْ وَرَوَاهُ وَالتِّرْمِذِىُّ مَاجَهْ وَابْنُ أَحْمَدُ رَوَاهُ) . نَعَمْ :قَالَ ؟ قُمْتَ حَيْثُ الْمَرْأَةِ وَمِنَ قُمْتَ حَيْثُ
(التَّكْبِيْرِ عَدَدِ ذِكْرِ بِزِيَادَةِ دَاوُدَ
Artinya: “menilik hadits Abu Ghalib Hannath, katanya: ‘Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalatkan jenazah seorang pria, ia berdiri pada arah kepalanya. Setelah diangkatnya di datangkanlah jenazah seorang wanita, lalu ia menshalatkannya, maka ia berdiri pada arah lambungnya. Padahal diantara kita ada Al-A’la bin Ziyad Alawi. Maka setelah melihat perbedaan berdirinya pada jenazah pria dan jenazah wanita, menanyakan: ‘Hai Abu Hamzah adakah demikian Rasulullah saw. berdiri pada orang yang pria di tempat kamu berdiri dan pada orang wanita di tempat kamu berdiri?’ jawabnya: ‘Ya’” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi; sedang riwayat Abu Dawud dengan tambahan menyebutkan bilangan takbir).
d. Waktu shalat jenazah. Tuntunan Tarjih dalam HPT menyatakan bahwa; “Janganlah menshalatkan pada waktu terbit matahari kecuali sesudah naik pada waktu tengah-tengah hari, dan pada waktu hampir terbenam matahari kecuali sesudah terbenam”. Dasarnya ialah Uqbah bin Amir;
نُصَلِّىَ أَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ نَهَانَا سَاعاَتٍ ثَلاَثَةُ : قَالَ عَامِرٍ بْنِ عُقْبَةَ لِحَدِيْثِ
، الظَّهِيْرَةِ قَائِمُ يَقُوْمُ وَحِيْنَ ، تَرْتَفِعَ حَتَّى بَازِغَةً الشَّمْسُ تَطْلُعُ حِيْنَ : مَوْتَانَا نَقْبُرَ وَاَنْ فِيْهِنَّ
(الْبُخَارىَّ إِلاَّ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) تَغْرُبَ حَتَّى لِلْغُرُوْبِ تَضِيْفُ وَحِيْنَ
Artinya: “Menurut hadits Uqbah bin Amir, katanya: ‘Tiga waktu Rasulullah saw. mencegah kami menshalatkan dan mengubur mayat kami: 1. Waktu terbit matahari sehingga naik; 2. waktu matahari di tengah-tengah dan 3. waktu terbenam sehingga benatr-benar terbenam’” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari)
C.     Memakamkan Jenazah
Pemakaman merupakan tindakan keempat dalam perawatan jenazah setelah memandikan, mengkafan dan menshalatkan. Dengan demikian pemakaman merupkan bagian akhir dari seluruh proses perawatan jenazah.
Dalam praktek di tengah masyarakat, proses pemakaman juga mencerminkan perbedaan pendapat yang ragamnya kompleks, bahkan sering sulit diketemukan sumbernya. Islam secara jelas menuturkan beberapa hal mengenai akhir dari proses perawatan jenazah tersebut.
Tarjih dalam tubuh organisasi Muhammadiyah bertugas meneliti landasan dalil dari setaip pendapat dan mana diantara perbedaan pendapat diatas yang dapat dijadikan tuntunan karena diyakini memang dicontohkan oleh Rasulnya. Demikian pula mengenai masalah pemakaman yang akan diuraikan dalalm uraian selanjutnya.
1.      Menyegerakan pemakaman
Pertama-tama yang perlu diperhatikan dalam perawatan jenazah setelah ketiga langkah selesai ialah sesegera mungkin membawa jenazah ke pemakaman untuk dimakamkan. Menurut Tarjih dalam HPT, hal demikian sesuai dengan tuntunan Rasul sebagaimana dapat difahami dari hadits Abu Hurairah berikut;
كاَنَتْ فَاِنْ ، بِالْجَنَازَةِ أَسْرِعُوْا : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ : أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(الْجَمَعَةُ رَوَاهُ) رِقَابِكُمْ عَنْ تَضَعُوْنَهُ فَشَرٌّ غَيْرَذَلِكَ كاَنَتْ وَاِنْ ، إِلَىالْخَيْرِ قَرَّبْتُمُوْهَا صَالِحَةً
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘percepatkanlah jenazah. Kalau jenazah itu baik kamu telah mendekatkannya (menyegerakan) pada yang baik, dan kalau ia tidak demikian, maka kamu akan melepaskan yang jelek itu dari bahumu’” (Diriwayatkan oleh Jama’ah)
2.      Iring-iringan jenazah
Pada waktu membawa jenazah ke pemakaman, dinajurkan untuk mengiringi jenazah dengan berjalan dekat di sekeliling dengan berdiam diri. Secara khusus, wanita tidak boleh mengikuti iring-iringan perjalanan jenazah tersebut.
Penuntunan Tarjih sedemikian itu didasarkan pada pemahaman atas hadits Abu Hurairah yang mengenai jenazah yang telah dinukil. Di samping itu terdapat beberapa hadits Muslim dan lainnya mengenai jalannya sahabat dalam pemakaman Ibnu Dahdah, hadits Mughirah, hadits riwayat Ahmad Nasai-Tirmidzi dan hadits Ibnu Umar serta hadits Thabrani.
Selanjutnya, mengenai tuntunan wanita dalam iring-iringan jenazah dapat dilihat dari hadits Ummu Athiyah sebagaimana nukilan dalam HPT. Adapun nukilan hadits hadits-hadits tersebut adalah sebagaimana di bawah ini;
Hadits dalam shahih Muslim;
الدَّحْدَاحِ ابْنِ جَنَازَةِ حَوْلَ يَمْشُوْنَ كاَنُوْا الصَّحَابَةَ أَنَّ وَغَيْرِهِ مُسْلِمٍ فِىصَحِيْحِ لِمَاثَبَتَ
Artinya: “Menilik yang tersebut dalam shahih Muslim dan lainnya, bahwa para sahabat berjalan sekeliling jenazah Ibnu Dahdah”
            Hadits Mughirah;
عَلَىشَرْطِ وَقَالَ الحَاكِمُ اَيْضًا وَصَحَّحَهُ وَالتِّرْمِذِىُّ وَالنَّسَائِىُّ وَاَبُوْدَاوُدَ أَحْمَدُ أَخْرَجَهُ وَلِمَا
وَالْمَاشِى الْجَنَازَةِ خَلْفَ الرَّاكِبُ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ الْمُغِيْرَةِ حَدِيْثِ مِنْ الْبُخَارِىِّ
يَسَارِهَا وَعَنْ يَمِ يْنِهَا عَنْ قَرِيْبًامِنْهَا أَمَامَهَا
Artinya: “Dan menilik pula riwayat dari Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Hibban Tirmidzi dan Ibnu Hibban menshahihkannya dan Hakim menshahihkannya juga serta mengatakan: menurut Bukhari yaitu hadits Mughirah, bahwasanya Nabi saw. bersabda: ‘orang yang berkendaraan itu di belakang jenazah, dan yang berjalan kaki di depannya, dekat daripadanya dari arah kanan kirinya’”.
            Hadits riwayat Ahmad-Nasai-Tirmidzi;
مِنْهَا شَاءَ حَيْثُ وَالْمَاشِى ، الْجَنَازَةِ خَلْفَ الرَّاكِبُ : وَالتِّرْمِذِىِّ وَالنَّسَائِىِّ لاَِحْمَدَ وَفِىلَفْظٍ
Artinya: “Dan menurut bunyi riwayat Ahmad, Nasai dan Tirmidzi: ‘orang yang berkendaraan itu di belakang jenazah dan yang berjalan kaki itu di mana yang dikehendakinya’”.
            Hadits Ibnu Umar;
الْجَنَازَةِ أَمَامَ يَمْشُوْنَ وَعُمَرَ وَأَبَابَكْرٍ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ رَأَى أَنَّهُ عُمَرَ ابْنِ وَلِحَدِيْثِ
(الْخَمْسَةُ رَوَاهُ)
Artinya: “Dan menurut hadits Ibnu Umar, bahwa ia melihat Nabi saw. serta Abu bakar dan Umar berjalan di muka jenazah” (HR. Lima ahli hadits)
            Hadits riwayat Thabrani;
وَعِنْدَالْجَنَازَةِ الزَّحْفِ وَعِنْدَ الْقُرْاَنِ تِلاَوَةِ عِنْدَ : عِنْدَثَلاَثٍ الصُّمْتَ يُحِبُّّ اللَّهَ إِنَّ : وَلِحَدِيْثٍ
(اَرْقَمَ بْنِ زَيْدِ عَنْ الطَّبَرَانِيُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Lagi menilik hadits: ‘sesungguhnya Allah menyukai ketenangan pada tiga waktu: waktu pembacaan al-Qur’an, waktu perang dan waktu jenazah’” (Diriwayatkan oleh Thabrani dari Zaid bin Arqam).
            Hadits Ummu Athiyah (1);
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) عَلَيْنَا يُعْزَمْ وَلَمْ الْجَنَازَةِ اتِّبَاعِ عَنِ نُهِيْنَا : قَالَتْ عَطِيَّةَ أُمِّ لِحَدِيثِ
Artinya: “Menilik hadits Ummi Athiyah katanya: ‘Kami (wanita) dilarang mengikuti jenazah meskipun larangan itu tidak diperkeras’” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadits Ummu Athiyah (2);
فِىجَنَازَةٍ يَخْرُجْنَ أَنْ هُنَّ نَهَا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ اَنَّ وَفِيْهِ الطَّبَرَانِيِّ عِنْدَ أَيْضًا وَلِحَدِيْثِهَا
Artinya: “dan mengingat haditsnya pula dalam riwayat Thabarani, bahwa Nabi saw. melarang mereka (wanita) keluar mengantarkan jenazah”
3.      Duduk dan berdiri di Makam dalam proses pemakaman
Ketika jenazah sampai di pekuburan, Tarjih memberi tuntunan dalam HPT, “Dan jangan kamu duduk hingga jenazah itu diletakkan”. Selanjutnya “Dan apabila kamu melihat jenazah, meskipun jenazah Yahudi, maka berdirilah sehingga melalui kamu atau diletakkan”.
Dasarnya ialah hadits Ibnu Sa’id dan hadits Rabi’ah serta hadits Sahl bin Hunaif sebagaimana nukilan berikut;
Hadits Ibnu Sa’id;
فَمَنِ فَقُوْمُوْالَهَا الْجَنَازَةَ إِذَارَأَيْتُمُ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ اَبِىسَعِيْدٍ لِحَدِيْثِ
(مَاجَهْ إِلاَّابْنَ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) تُوْضَعَ حَتَّى يَجْلِسْ فَلاَ اتَّبَعَهَا
Artinya: “Karena hadits Abu Sa’id, bahwa Rasulullah saw. bersabda : ‘bilaman kamu melihat jenazah, maka berdirilah, maka barangsiapa mengiringinya maka janganlah sampai duduk sehingga jenazah diletakkan’” (Diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Ibnu Majah)
            Hadits Rabi’ah;
حَتَّىتَخْلُفَكُمْ فَقُوْمُُوْا الْجَنَازَةَ إِذَارَاَيْتُمُ : قَالَ  وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَنِ رَبِيْعَةَ وَلِحَدِيْثِ
(الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) أَوْتُوْضَعَ
Artinya: “Dan mengingat hadits Rabi’ah dari Nabi saw. sabdanya: ‘bilamana kamu melihat jenazah, maka berdirilah, sehingga melewati kamu atau diletakkannya’” (Diriwayatkan oleh Jamam’ah)
            Hadits Sahl bin Hunaif;
بِهِ مَرَّتْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ إِنَّ : قَالَ سَعْدٍ بْنِ وَقَيْسِ حُنَيْفٍ ابْنِ سَهْلِ وَلِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىُّ مِنَ مُحْتَصَرٌ) نَفْسًا اَلَيْسَتْ : فَقَالَ . يَهُوْدِىٍّ اِنَّهَاجَنَازَةُ لَهُ فَقِيْلَ . فَقَامَ جَنَازَةٌ
Artinya: “Dan lagi hadits Sahl bin Hunaif dan Qais bin Sa’d katanya bahwa Rasulullah saw. dilalu jenazah maka beliau berdiri. Maka dikatakan pada beliau: ‘Bukanlah ia itu manusia juga?’” (ringkasan dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
4.      Bentuk galian atau liang lahat
Mengenai bentuk galian makam dianjurkan lubangnya digali secara baik dan dalam serta di atasnya dipasang batu-batu mentah. Selain itu juga dianjurkan jenazah Muslim untuk dikuburkan di tempat yang khusus bagi jenazah Muslim berkelompok).
Tuntunan Tarjih mengenai hal ini didasarkan atas hadits Hisyam bin Amir, hadits Amir bin Sa’id bin Sa’ad dan hadits Abu Ishaq di bawah ini.
Hadits Hisyam bin Amir,
يَا : فَقُلْنَا أُحُدٍ يَوْمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ إِلَى شَكَوْنَا : قَالَ عَامِرٍ بْنِ هِشَامٍ لِحَدِيْثِ
اِحْفِرُوا : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَقَالَ . شَدِيْدٌ إِنْسَانٍ لِكُلِّ عَلَيْنَا اَلْحَفْرُ ، اللَّهِ رَسُوْلَ
(وَصَحَّحَهُ بِنَحْوِهِ وَالتِّرْمِذِىُّ النَّسَائِيُّ رَوَاهُ) الْحَدِيْثِ . وَأَحْسِنُوْا وَاَعْمِقُوْا
Artinya: “Menurut hadits Hisyam bin Amir, katanya: Kami mengadu kepada Rasulullah saw. pada hari Uhud kami berkata: ‘Ya Rasulullah saw., membuat liang kubur untuk tiap-tiap orang itu berat bagi kami’. Maka sabda Rasulullah saw. : ‘Galilah perdalamkanlah dan kerjakanlah dengan baik . . ’ seterusnya hadits. Diriwayatkan oleh Nasai dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa itu dan menshahihkannya”.
            Hadits Amir bin Sa’id bin Sa’ad;
اللَّهِ بِرَسُوْلِ كَمَاصُنِعَ نَصْبًا عَلَىَّاللَّبِنَ وَأَنْصِبُوْ لَحْدًا أَلْحِدُوْالِى : سَعْدٍ سَعْدِبْنِ بْنِ عَامِرِ لِحَدِيْثِ
(وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
Artinya: “Menilik hadits Amir bin Sa’id katanya: ‘Buatlah bagiku liang lahat dan pasanglah di atas kuburku batu bata sebagaimana yang diperbuat pada Rasulullah saw.’” (Diriwayatkan Ahmad dan Muslim)
            Mengenai pengelompokkan pemakaman jenazah kaum Muslim, Tarjih hanya menambabhkan keterangan bahwa karena hal itu telah berlaku sebagai kebiasaan berabad-abad.
5.      Bacaan dan Arah memasukkan jenazah ke Lahat
Ketika sampai di pemakaman, cara memasukkan jenazah hendaknya dari arah kaki dan sewaktu meletakkan membaca; ‘bismillaahi wa ‘alaa millati rasulillaah’. Tidak dijelaskan lebih lanjut apa maksud “dari kaki kubur”. Landasan Tarjih adalah Abu Ishaq dan hadits Ibnu Umar.
Hadits Abu Ishaq;

ثُمَّ عَلَيْهِ فَصَلَّى يَزِيْدَ ابْنُ اللَّهِ عَبْدُ عَلَيْهِ يُصَلِّىَ أَنْ الْحَرْثُ اَوْصَى :قَالَ إِسْحَاقَ أَبِى لِحَدِيْثِ
رِجَالُ إِسْنَادِهِ وَرِجَالُ أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) السُّنَّةِ مِنَ هَذَا : قَالَ وَ الْقَبْرِى رِجْلَىِ قِبَلِ مِنْ الْقَبْرَ أَذْخَلَهُ
(الصَّحِيْحِ
Artinya: “Menilik hadits Abu Ishaq, katanya: ‘Al-Harits berpesan supaya ia dishalatkan oleh Abdulah bin Yazid, lalu Abdullah menshalatkannya kemudian memasukkan jenazahnya ke dalam kubur dari arah kedua kakinya seraya berkata: ‘Inilah daripada sunnah’” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Sanadnya Shahih)
            Hadits Ibnu Umar;

بِسْمِ : قَالَ فِىقَبْرِهِ الْمَيِّتُ إِذَاوُضِعَ كاَنَ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَنِ عُمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
(اِلاَّالنَّسَائِىَّ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) اللَّهِ رَسُوْلِ مِلَّةِ وَعَلَى اللَّهِ
Artinya: “Menurut hadits Ibnu Umar dari Nabi saw. Ibnu Umar berkata: ‘Adalah Rasulullah saw. bila mayat telah diletakkan dalam kubur beliau membaca: ‘Bismillahi wa ‘alaa millati rasulillaah’” (Diriwayatkan oleh lima ahli hadits kecuali Nasai).

6.      Tutup jenazah wanita
Mengenai pemakaman jenazah wanita, diatasnya dianjurkan ditutup sewaktu memasukkannya ke liang lahat. Dasarnya ialah hadits berikut ini;

اِنْشِطُوْا :قَالَ ثُمَّ : وَزَادَ –٤١- فِى الْمُتَقَدِّمِ حَدِيْثِهِ نَحْوَ إِسْحَاقَ أَبِى عَنْ فِىسُنَنِهِ سَعِيْدٌ لِمَاأَخْرَجَهُ
بْنُ عَبْدُاللَّهِ فَجَذَبَهُ َثَوْبًا  قَبْرِهِ فَمَدُّوْاعَلَى :بِلَفْظِ شَيْبَةَ أَبِى ابْنِ وَعِندَ بِالنِّسَاءِ هَذَا فَاِنَّمَايُصْنَعُ الثَّوْبَ
رَجُلٌ هُوَ اِنَّمَا :وَقَالَ يَزِيْدَ
Artinya: “Menilik hadits Sa’id dalam kitab Sunnahnya, dari Abu Ishaq sebagaimana yang tersebut pada (Abu Ishaq) diata, dengan tambahan: kemudian berkata: ‘gulunglah kain itu, karena yang sedemikian itu dikerjakan pada wanita’. Dan hadits Ibnu Abi Syaibah dengan perkataan: ‘Maka mereka membentangkan kain diatas kuburnya, lalu Andullah bin Yazid menariknya dengan berkata: ‘Dia seorang pria’”
7.      Orang yang boleh turun ke lahat
Tarjih dalam HPT menyatakan; ‘Dan turunlah ke dalam kuburnya orang yang tak bersetubuh pada tadi malamnya’. Dasarnya ialah hadits Anas berikut;

عَلَىالقَبْرِ وَهُوَجَالِسٌ تُدْفَنُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ بِنْتَ شَهِدْتُ : قَالَ أَنَسٍ لِحَدِيْثِ
:فَقَالَ . أَنَا :اَبُوْطَلْحَةَ فَقَالَ ؟ اللَّيْلَةَ يُقَارِفِ لَمْ أَحَدٍ مِنْ فِيْكُمْ هَلْ : فَقَالَ مَعَانِ تَدْ عَيْنَيْهِ فَرَاَيْتُ
(وَالْبُخَارِىُّ أَحْمَدُ رَوَاهُ) فِىقَبْرِهَا فَنَزَلَ ، فِىْقَبْرِهَا فَاَنْزِلْ
Artinya: “Mengingat hadits Anas, katanya: ‘Aku melihat anak perempuan Rasulullah saw. ketika dikubur dan ketika beliau duduk di sisi kuburan itu (sebab duduk diatas kubur, dilarang Nabi), maka aku melihat kedua mata beliau berlinang-linang, maka sabdanya: ‘adalah diantaramu orang yang tidak bercampur tasi malam?’ maka jawab Abu Thalib: ‘saya!’ kemuidan beliau bersabda: ‘Turunlah ke dalam kuburnya!’. Ia lalu turun ke dalam kuburnya” (HR. Bukhari dan Ahmad)
8.      Perawatan makam
Bagaimana sesungguhnya merawat makam, benarkah dengan cara menembok atau mendirikan bangunan serta bagaimana ketika kita berada di makam, akan dijelaskan tuntunan Islam hasil penelitian Tarjih dalam uraian berikutnya.
a.       Tembok makam. Tuntunan Islam sebagaimana kesimpulan Tarjih dalam HPT menyatakan; ‘Serta janganlah meninggikan kubur lebih dari sejengkal, serta janganlah kamu buat tembok diatasnya’. Landasannya ialah hadits Ali ra., Sufyan Tammar dan hadits Shalih bin Abi Shalil serta hadits Jabir di bawah ini.
Hadits Ali Ra:
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ بَعَثَنِ عَلَىمَا أَبْعَثُكَ : قَالَ عَلِىٍّ عَنْ الأَسَدِىِّ الهَيَّاجِ أَبِى لِحَدِيْثِ
(مَاجَهْ وَابْنَ الْبُخَارِىَّ اِلاَّ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) سَوَّيْتَهُ إِلاَّ مُشْرِفًا وَلاَقَبْرًا إِلاَّطَمَسْتَهُ تِمْثَالاً لاَتَدَعْ
Artinya: “Menilik hadits Abu Hayyaj Asadi dari Ali ra. katanya: ‘Aaku mengutus kamu, sebagai Rasulullah saw. mengutus aku. Jangan kamu membiarkan arca kecuali harus kamu singkirkan dan kuburan yang diitnggalkan melainkan kamu ratakanlah’”. (Diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Bukhari dari Ibnu Majah)
            Hadits Sufyan Tammar;
(الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) مُسَنَّمًا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ رَاَىقَبْرَ أَنَّهُ التَّمَّارِ سُفْيَانَ وَلِحَدِيْثِ

Artinya: “Dan  menilik hadits Sufyan Tammar, bahwa ia melihat kubur Rasulullah saw. beronggok” (HR. Bukhari)
            Hadits Shalih bin Shalih
شِبْرًا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ قَبْرَ رَأَيْتُ :قَالَ صَالِحٍ أَبِى بْنِ صَالِحِ وَلِحَدِيْثِ
(فِىالْمَرَاسِيْلِ أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) أَوْنَحْوَسِبْرٍ
Artinya: “Lagi menilik hadits Shalih bin Abi Shalih katanya: ‘Aku melihat kuburan Rasulullah saw. sejengkal atau sekedar sejengkal tingginya’” (HR. Abu Dawud dalam kitabnya Marasil)
            Hadits Jabir;

عَلَيْهِ يُبْنَى وَأَنْ عَلَيْهِ يُقْعَدَ وَاَنْ الْقَبْرُ يُجَصَّصَ اَنْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ نَهَى جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
(وَالنَّسَائِيُّ دَاوُدَ وَأَبُوْ أَحْمَدُوَمُسْلِمٌ رَوَاهُ)
Artinya: “Menilik hadits Jabir, Bahwa Nabi saw. melarang menembok kuburan dan duduk diatas kuburan serta melarang mendirikan bangunan di atasnya” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Nasai)
b.      Tanda makam di arah kepala. Adalah kebiasaan pada umumnya untuk cungkup atau tembok di atas makam seseorang. Dalam hal ini Tarjih menyatakan; “Tetapi buatlah tanda diatasnya dengan batu umpamanya pada arah kepalanya”. Ladasannya ialah Muthallib bin Abdullah berikut;

النَّبِىُّ فَأَمَرَ ، فَدُفِنَ بِجَنَازَةِ خَرَجَ مَضْعُوْنٍ بْنُ عُثْمَانُ لَمَّامَاتَ : قَالَ عَبْدِاللَّهِ بْنِ مُطَّلِبِ لِحَدِيْثِ
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ إِلَيْهِ فَقَامَ حَمْلَهُ يَسْتَطِعْ فَلَمْ بِحَجَرٍ يَاتِيَ أَنْ رَجُلاً وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
رَاعَى ذِ بَيَاضِ إِلَى أَنْظُرُ كَأَنِّى أَخْبَرَنِى الَّذِى قَالَ : الْمُطَلِّبُ قَالَ . ذِرَاعَيْهِ وَحَسَرَعَلَى وَسَلَّمَ
إِلَيْهِ وَأَدْفِنُ أَخِى قَبْرَ بِهَا أُعَلِّمُ : فَقَالَ رَأْسِهِ عِنْدَ فَوَضَعَهَا حَمَلَهَا ثُمَّ عَنْهُمَا حَسَرَ حِيْنَ اللَّهِ رَسُوْلِ
(أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ) أَهْلِى مِنْ  مَاتَ مَنْ
Artinya: “Karena hadits Muthallib bin Abdullah, katanya bahwa ketika Utsman bin Madh’un wafat, jenazahnya dibawa keluar dan dikubur, lalu Nabi saw. perintahkan kepada  seorang laki-laki supaya mengambil batu, tetapi tidak kuat mengangkatnya, lalu Rasulullah saw. mendekatinya dan menyingsingkan kedua lengannya. Berkata Muthallib: ‘berkata seseorang yang mengkhabarkan kepadaku seolah-olah aku melihat kedua lengan Rasulullah saw. yang putih sewaktu disingsingkannya. Kemudian beliau saw. mengangkat batu itu dan meletakkan diatas kepalanya, dengan sabdanya: ‘Aku memberi tanda kubur saudaraku ini dan aku mengubur ahliku yang meninggal disitu juga’” (HR. Abu Dawud)
c.       Tabur Tanah. Tuntunan Islam menurut Tarjih dalam HPT dianjurkan untuk menaburi kubur dengan tanah diatasnya dari arah kepala sebanyak tiga kali. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah;

وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ اَنَّ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ عَنْ وَصَحَّحَهُ وَأَبُوْدَاوُدَ مَاجَهْ ابْنُ رَوَى لِمَا
ثَلاَثًا رَأْسِهِ قِبَلِ مِنْ عَلَيْهِ فَحَثَى الْمَيِّتِ قَبْرَ أَتَى ثُمَّ جَنَازَةٍ عَلَى صَلَّى
Artinya: “Mengingat hadits Ibnu Majjah dan Abu Dawud serta dishahihkannya dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi saw., menshalatkan jenazah, lalu datang pada kubur si mayat, maka menaburkanlah tanah diatasnya dari arah kepala sebanyak tiga kali”.
d.      Duduk menghadap kiblat ketika berada di makam. Pada saat berada di kompleks pemakaman serta ketika menghantarkan jenazah sementara penggalian atau penutupan lahat belum selesai, berdasarkan hasil penelitian Tarjih dalam HPT menyatakan; “Dan kalau kamu tiba di kuburan, sedang kubur belum selesai digali, maka duduklah menghadap kiblat”.
      Penjelasan Tarjih selanjutnya menyatakan bhwa posisi duduk demikian harus tidak di atas kubur akan tetpai di tempat yang kosong.
      Dalil yang dipandang dapat dijadikan pegangan ialah hadits Bara’ bin Azib, dan hadits Abu Hurairah.
      Hadits Bara’ bin Azib;
مِنَ رَجُلٍ فِىجَنَازَةِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مَعَ خَرَجْنَا :قَالَ عَازِبٍ بْنِ الْبَرَاءِ لِحَدِيْثِ
الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَجَلَسَ يُلْحَدْ وَلَمْ إِلَىالْقَبْرِ فَانْتَهَيْنَا الأَنْصَارِ
(دَاوُدَ أَبُوْ رَوَاهُ) مَعَهُ وَجَلَسْتُ
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah, bahwa akami keluar bersama-sama Rasulullah saw. mengantarkakn seorang sahabat Anshar, maka sampailah ke kubur, padahal belum digali maka duduklah Rasulullah saw. menghadap qiblat dan akupun duduk juga (Duduknya tidak diatas kubur mayat tetapi di atas tanah kosong yang belum digunakan mengubur)” (HR. Abu Dawud)
      Hadits Abu Hurairah;
عَلَى أَحَدُكُمْ يَجْلِسَ لَأَنْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ أَبِىهُرَيْرَةَ عَنْ لِمَارَوَى
إِلأَّ الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) قَبْرٍ عَلَى يَجْلِسَ أَنْ مِنْ خَيْرٌلَهُ جِلْدِهِ إِلَى فَتَخْلُصَ ثِيَابَهُ فَتَحْرِقَ جَمْرَةٍ
-٤٨- فِى تَقَدَّمَ وَلِمَا . (وَمُسْلِمٌ الْبُخَارِىَّ
Artinya: “Mengingat hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Sungguh seorang daripadamu duduk diatas bara api hingga membakar pakaiannya sampai tembus kulitnya, lebih baik daripada duduk di atas kubur’”. (Diriwayatkan oleh Jama’ah selain Bukhari dan Tirmidzi).
      Di samping anjuran duduk menghadap qiblat dan di tanah kosong, juga Tarjih menyatakan; “Janganlah kamu berjalan diantara kuburan dengan alas kaki”. Dasarnya ialah hadits Basyir bin Khashashiyah berikut;

يَمْشِى رَجُلاً رَأَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ اَنَّ الْخَصَاصِيَّةِ بْنِ بَشِيْرِ عَنْ لِمَارُوِىَ
، فِىمُصَنَْفِهِ شَيْبَةَ أَبِى ابْنُ أَخْرَجَهُ). أَلْقِهِمَا السِّبْتِيَّتَيْنِ يَاصَاحِبَ : فَقَالَ الْقُبُوْرِ بَيْنَ فِىنَعْلَيْنِ
صَحِيْحُ :وَقَالَ وَالْحَاكِمَ التِّرْمِذِىَّ إِلاَّ وَالاَرْبَعَةُ هِمَا فِىمَسَانِيْدِ وَأَحْمَدُ ، الطَّيَالِسِىُّ وَأَبُوْدَاوُدَ
(يُجْرِجَاهُ وَلَمْ الاِسْنَادِ
Artinya: “Mengingat riwayat dari Basyir bin Khashashiyah, bahwa Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki berjalan dengan terumpah di atas kubur, maka sabda beliau: ‘Hai orang yang berterumpah, lepaskanlah terumpahmu!’. (Hadits ini diriwayatkan oleh Abi Syaiban dalam mushannatnya dan Abu Dawud Thayalisi dan Ahmad dalam musnadnya masing-masing, juga diriwayatkan  oleh empat ahli hadits(Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah) kecuali Tirmidzi). Begitu juga oleh Hakim dengan katanya bahwa hadits itu sanadnya shahih hanya Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.”
      Khusus masalah melepaskan terumpah, dalam penjelasan Tarjih dalam HPT menyatakan bahwa yang dimaksud ialah pada saat berjalan di antara dua kubur dan tidak di atas jalan dlam kuburan.
e.       Do’a selesai pemakaman. Setelah seluruh proses penguburan selesai, islam menuntunkan membacakan do’a untuk memintakan ampunan dan ketetapan hati jenazah. Hal ini didasarkan hadits Utsman berikut;

عَلَيْهِ وَقَفَ الْمَيِّتِ دَفْنِ مِنْ إِذَافَرَغَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ كاَنَ : قَالَ عُثْمَانَ عَنْ رُوِىَ لِمَا
(دَاوُدَ أَبُوْ رَوَاهُ) . يُسْأَلُ الاَنَ فَإِنَّهُ التَّثْبِيْتَ وَسَلُوْالَهُ لاَِخِيْكُمْ اِسْتَغْفِرُوْا : فَقَالَ
Artinya: “Menurut hadits Utsman, bahwa Rasulullah saw. bila selesai mengubur mayat, berdiri di sisinya seraya bersabda: ‘mintakanlah mapun bagi saudaramu dan mohonkanlah ketetapan baginya, karena dia sekarang sedang disoal (ditanya)!’” (HR. Abu Dawud).
D.    Ta’ziyah dan Melawat
Penetapan Tarjih mengenai hal Ta’ziyah dan pelawatan kematian seseorang diawali dengan pernyataan; “Bilamana kamu mendapat malapetaka maka berdo’alah: ‘Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Allahumma ajirni fii mushiibatii wakhlufii khairan minha’. Sebagaimana hal ini dapat difahami dari firman surat al-Baqarah ayat 156 berikut;

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"” (QS. Al-Baqarah: 156)
            Demikian pula pemahaman atas hadits Ummi Salamah;

تُصِيْبُهُ عَبْدٍ مَامِنْ :يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ سَمِعْتُ : قَالَتْ أَنَّهَا سَلَمَةَ أُمِّ وَلِحَدِيْثِ
، خَيْرًامِنْهَا لِى وَاخْلُفْ مُصِيْبَتِى فِى اَجِرْنِى اَللَّهُمَّ رَاجِعُوْنَ اِلَيْهِ وَاِنَّا اِنَّالِلَّهِ : فَيَقُوْلُ مُصِيْبَةٌ
(مَاجَهْ وَابْنُ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ . خَيْرًامِنْهَا لَهُ وَأَخْلَفَ مُصِيْبَتِهِ فِى بِهِ إِلاَّآَجَرَهُ
Artinya: “Lagi menilik hadits Ummi Salamah, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Kalau seorang hamba terkena malapetaka lalu berdo’a: ‘Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Allahumma ajirni fii mushiibatii wakhlufii khairan minha’, tentulah Allah memberikan pahala dan ganti kebaikan padanya . . .” seterusnya hadits (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah)
1.      Anjuran Sabar
Tarjih menyatakan, “Lawatlah ahli mayat dan anjurilah bersabar”, dasarnya ialah hadits Usamah bin Zaid dan hadits Anas berikut ini;

تَدْعُوْهُ بَنَاتِهِ إِحْدَى فَأَرْسَلَتْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ كُنَّاعِنْدَ : قَالَ زَيْدٍ بْنِ أُسَامَةَ لِحَدِيْثِ
أَنَّ فَأَخْبِرْهَا إِلَيْهَا اِرْجِعْ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ فَقَالَ فِىالْمَوْتِ صَبِيًّالَهَا أَنَّ وَتُخْبِرُهُ
الْبُخَارِىُّ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ ولْتَحْتَسِبْ فَمُرْهَا مُسَمًّى بِأَجْلٍ عِنْدَهُ شَيئٍ وَكُلَّ مَاأَعْطَى وَلَهُ مَاأَخَذَ لِلَّهِ
(وَمُسْلِمٌ
Artinya: “menurut hadits Usamah bin Zaid, katanya: ‘Kami sedang di hadapan Nabi Muhammad saw. maka seorang anak perempuan beliau memanggilnya dan mengkhabarkannya bahwa seorang anak dalam sakaratul maut, maka sabda Nabi saw.: ‘Kembalilah kepadanya dan beritahukanlah adalah hal Allah untuk mengambil dan memberi. Segala sesuatu itu ada batas ketentuannya. Suruhlah ia mengharapkan pahala Tuhan . . .’ seterusnya hadits” (HR. Bukhari dan Muslim)

اِتَّقِىاللَّهَ : فَقَالَ عِنْدَقَبْرٍ تَبْكِى مَرَّبِامْرَأَةٍ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ إِنَّ :قَالَ أَنَسٍ وَلِحَدِيْثِ
(الْجَمَاعَةُ رَوَاهُ) اَلْحَدِيْثَ . وَصْبِرى
Artinya: “Dan menilik hadits Anas, Bahwa Nabi saw. lewat dekat seorang wanita yang menangis di kuburan, maka sabdanya: ‘Berbaktilah kamu kepada Allah dan sabarlah! . . . ’ seterusnya hadits” (Diriwayatkan oleh Jama’ah)
2.      Dilarang Meratapi Jenazah
Setiap hampir dapat dikatakan pasti bersedih ketika orangtuanya, familinya, bahkan juga temannya meninggal dunia. Di antara mereka ada yagn kesedihannya menyebabkan meratapi kematian tersebut, sehingga memukul-mukul badannya, berguling-guling dan bentuk penyesalan yang berlebihan. Mengenai ini Tarjih menyatakan; “Janganlah kamu meratapi mayat, menampar pipi, merobek pakaian dan meratap ratapan Jahiliyyah. Tetapi tidak mengapa menangisinya.”
Pernyataan Tarjih tersebut di dasarkan pada hadits Abu Malik, Ibnu Mas’ud, Abu Burdah dan hadits Jabir dalam nukilan di bawah ini.
Hadits Abu Malik Asy’ari;

أَمْرِالْجَاهِلِيَّةِ مِنْ فِىاُمَّتِى أَرْبَعٌ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ اَنَّ الأَشْعَرِىِّ مَالِكٍ أَبِى لِحَدِيْثِ
. وَالنِّيَاحَةُ ، بِالنُّجُوْمِ وَالاِسْتِسْقَاءُ ، فِىالاَنْسَابِ وَالطَّعْنُ ، بِالأَحْسَابِ اَلْفَخْرُ : كُوْنَهُنَّ لاَيَتْرُ
مِنْ دِرْعٌ وَ مِنْ قَطِرَانٍ مِنْ سِرْبَالٌ وَعَلَيْهَا الْقِيَامَةِ يَوْمَ تُقَامُ مَوْتِهَا قَبْلَ تَتُبْ لَمْ إِذَا اَلنَّائِحَةُ :وَقَالَ
(وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) جَرَبٍ
Artinya: “Menilik hadits Abu Malik Asy’ari, bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Di tengah-tengah ummatku ada empat hal dari Jahiliyyah yang belum mereka tinggalkan: 1. Membanggakan kedudukan, 2. Mencela keturunan, 3. Minta hujan kepada bintang dan 4. Meratapi mayat.’ Dan sabdanya: ‘Wanita yang meratapi mayat bila tidak bertaubat sebelum matinya, akan dibangkitkan di hari Kiyamat dengan pakaian daripada getah dan baju daripada koreng.’” (HR. Ahmad  dan Muslim).
            Hadits Ibnu Mas’ud;
وَشَقَّ الْخُدُوْدَ ضَرَبَ مِنَّامَنْ لَيْسَ : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ اَنَّ مَسْعُوْدٍ ابْنِ لِحَدِيْثِ
الْجَاهِلِيَّةِ وَدَعَابِدَعْوَى الْجُبُوْبَ
Artinya: “Menurut hadits Ibnu Mas’ud bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Bukan golongan kami, orang yang menampar pipi dan merobek-robek pakaian serta berteriak-teriak cara Jahiliyyah’”
            Hadits Abu Burdah;
رَسُوْلُ مِنْهُ بَرِئَ مِمَّنْ أَنَابَرِئٌ :وَجَعِهِ غَشْيَةِ مِنْ أَفَاقَ حِيْنَ قَالَ أَبَامُوْسَى أَنَّ بُرْدَةَ أَبِى وَلِحَدِيْثِ
وَالْحَالِقَةِ الصَّالِقَةِ مِنَ بَرِئَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ اِنَّ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) وَالشَْاقَّةِ
Artinya: “Dan hadits Abu Burdah, bahwa Abu Musa berkata ketika ia siuman dari pingsannya: ‘Aku cuci tangan dari mereka, sebagaimana Rasulullah saw. cuci tangan; yaitu Rasulullah cuci tangan dari perempuan yang meratapi, mencukur rambutnya dan merobek-robek pakaian (pada waktu kematian)’” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadits Jabir;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ يَنْهَوْنِى أَبْكِىفَجَعَلُوا فَجَعَلْتُ أُحُدٍ أَبِىيَوْمَ أُصِيْبَ :قَالَ جَابِرٍ لِحَدِيْثِ
مَازَالَتِ أَوْلاَتَبْكِيْنَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ فَقَالَ تَبْكِى عَمَّتِى فَجَعَلَتْ لاَيَنْهَانِى وَسَلَّمَ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) حَتَّىرَفَعْتُمُوْهُ بِاَجْنِحَتِهَا تُظِلُّهُ الْمَلاَئِكَةُ
Artinya: “Menilik hadits Jabir, katanya: ‘Bapakku gugur pada hari perang Uhud, maka aku menangisinya; lalu mereka mencegah aku, padahal Rasulullah saw. tidak mencegah. Begitu juga bibiku menangisi juga, maka sabda Nabi saw.: ‘Baikpun kau tangisi atau tidak, Malaikat selalu menaunginya dengan sayapnya, hingga kamu mengangkatnya’” (Muntafaq alaih atau diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

3.      Makanan Kerabat Jenazah
Bagi keluarga yang ditmpa musibah karena salah satu diantara anggota keluarganya meninggal, kaum Muslimin lalu dianjurkan untuk membuatkan makanan bagi mereka. Tarjih menyatakan; ‘Butkanlah makanan bagi kerabat mayat, dan janganlah kamu berkumpul di tempat keluarga jenazah sesudah dikuburnya dimana mereka membuat makanan bagi kamu.’
Tuntunan Tarjih demikian didasarkan pada  hadits Abdullah bin Ja’far dan hadits Jarir bin Abdullah Bajali berikut ini.
Hadits Abdullah bin Ja’far;

: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ قَالَ قُتِلَ جَعْفَرٍحِيْنَ نَعْىُ لَمَّاجَاءَ : قَالَ جَعْفَرٍ بْنِ عَبْدِاللَّهِ لِحَدِيْثِ
(الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) مَايُسْغِلُهُمْ فَقَدْأَتَاهُمْ طَعَامًا جَعْفَرٍ لاَِلِ اِصْنَعُوْا
Artinya: “Menurut hadits Abdullah bin Ja’far, bahwa ketika datang kabar terbunuhnya Ja’far bersabdalah Nabi saw.: ‘Buatlah makanan bagi kerabat Ja’far, karena mereka sedang berada dalam kesusahan’” (HR. Lima Ahli Hadits)
            Hadits Abdullah Bajali;

بَعْدَدَفْنِهِ الطَّعَامِ وَصُنْعَةَ الْمَيِّتِ أَهْلِ إِلَى الاِجْتِمَاعَ نَعُدُّ كُنَّا :قَالَ الْبَجَلِيِّ عَبْدِاللَّهِ جَرِيْرِبْنِ لِحَدِيْثِ
(أَحْمَدُ رَوَاهُ) مِنَالنِّيَاحَةِ
Artinya: “Menilik hadits Jarir bin Abdullah Bajali, katanya: ‘Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga yang kematian dan mengadakan jamuan sesudah mayat dikubur itu termasuk ratapan (yang dilarang)’” (HR. Ahmad)
4.      Ziarah Kubur
Menurut kesimpulan Tarjih, “Ziarah ke kubur agar kamu ingat akan akhirat”. sebagaimana hal itu dapat difahami dari makna hadits Abu Hurairah dan hadits Buraidah dalam kutipan berikut ini.
Hadits Abu Hurairah;

:فَقَالَ حَوْلَهُ مَنْ وَأَبْكَى فَبَكَى أُمِّهِ قَبْرَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُّ زَارَ :قَالَ هُرَيْرَةَ أَبِى لِحَدِيْثِ
، لِى فَأُذِنَ قَبْرَهَا أَزُوْرَ أَنْ فِىْ ذَنْتُهُ وَاسْتَأْ ، لِى يُؤْذَنْ فَلَمْ لَهَا أَسْتَغْفِرَ أَنْ فِى رَبِّى ذَنْتُ إِسْتأْ
(الْجَمَعَةُ رَوَاهُ) تُذَكِّرُالْمَوْتَ فَاِنَّهَا الْقُبُوْرَ فَزُرُوْا
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah, katanya: ‘Nabi saw. berziarah ke kubur ibunya lalu menangis dan menyebabkan orang-orang yang ada di sekelilingnya ikut menangis, maka sabdanya: ‘Aku memohon izin kepada Tuhanku agar aku diperkenankan memohon ampun bagi ibuku, maka tidak diizinkan. Lalu aku mohon izin untuk berziarah ke kuburnya, maka diizinkannya. Maka dari itu ziarahlah ke kubur, sebab hal itu dapat mengingatkan mati’”. (Diriwayatkan oleh Jama’ah ahli hadits)
            Hadits Buraidah;

فَقَدْ الْقُبُوْرِ زِيَارَةِ عَنْ نَهَيْتُكُمْ كُنْتُ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ بُرَيْدَةَ وَلِحَدِيْثِ
وَابْنُ وَالتِّرْمِذِىُّ وَاَبُوْدَاوُدَ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) الاَخِرَةَ تُذَكِّرُ فَأِنَّهَا فَزُوْرُوْهَا قَبْرِأُمِّهِ لِزِيَارَةِ لِمُحَمَّدٍ أُذِنَ
(وَالْحَاكِمُ حِبَّانَ
Artinya: “Dan menilik hadits Buraidah bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Dahulu aku pernah melarang ziarah kubur, maka telah diizinkan bagi Muhammad berziarah kubur bundanya. Maka berziarahlah kubur, sebab hal itu mengingatkan akhirat’” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnun\ Hibban dan Hakim).
a.       Mohon kepada Kuburan. Sebagaimana banyak dipraktekkan masyarakat dengan mengajukan permintaan kepada kuburan atau si jenazah mengenai sesuatu, Tarjih menyatakan; “dan janganlah mengerjakan disitu sesuatu yang tiada diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti: ‘Meminta-minta pada mayat dan membuatnya perantaraan hubungan kepada Allah’”.
Hal tersebut didasarkan pemahaman atas firman Allah SWT suat Yunus ayat 106, surat az-Zumar ayat 3 sebagaimana kutipan di bawah ini.

Artinya: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa`at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim".” (QS. Yunus 106)

Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3)

b.      Salam dan do’a untuk ahli kubur. Ketika kita sampai di depan kompleks pemakaman dituntunkan untuk mengucapkan salam kemudian menghadap kiblat lalu mendo’akan hali kubur. Tarjih dalam HPT menyatakan, “Bila kamu sekalian datang ke kuburan, maka ucapkanlah: Asalāmu ‘alaikum dāra qaumin mukminīna wa innā insya Allāhu bikum lā hiqūn. Allāhummā lā tahrimnā ajrahum walā taftinā ba’dahum”.
Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah, tiga buah hadits Aisyah, dan terakhir hadits Bara’ dan Buraidah.
Hadits Abu Hurairah;
دَارَقَوْمٍ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ” :فَقَالَ الْمَقْبَرَةَ أَتَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ اَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(وَالنَّسَائِىُّ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) “لاَحِقُوْنَ بِكُمْ اللَّهُ شَاءَ إِنْ وَإِنَّا مُؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Mengingat hadits Abu Hurairah bahwa nabi saw. datang ke kuburan, maka beliau ucapkan: ‘Asalāmu ‘alaikum dāra qaumin mukminīna wa innā insya Allāhu bikum lā hiqūn!’” (HR. Ahmad, Muslim dan Nasai)
            Hadits Aisyah (1);
بَعْدَهُمْ وَلاَتَفْتِنَّا أَجْرَهُمْ لاَتَحْرِمْنَا اَللَّهُمَّ : وَزَادَ مِثْلُهُ عَائِشَةَ حَدِيْثِ مِنْ وَلأَِحْمَدَ
Artinya: “Dan hadits Aisyah ra. sebagai itu, dengan tambahan: ‘Allāhummā lā tahrimnā ajrahum walā taftinā ba’dahum’” (Diriwayatkan oleh Ahmad)
            Hadits Bara’:

إِلَىالْمَقْبَرَةِ لَمَّاخَرَجَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ جَلَسَ أَنَّهُ الْبَرَاءِ لِحَدِيْثِ
(أَبُوْدَاوُدَ رَوَاهُ)
Artinya: “Menilik hadits Bara’ bahwasanya Rasulullah saw. duduk menghadap kiblat ketika berziarah kubur” (HR. Abu Dawud)
            Hadits Buraidah;
فَكاَنَ الْمَقَارِبِ إِلَى اِذَاخَرَجُوْا يُعَلِّمُهُمْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ : قَالَ بُرَيْدَةَ لِحَدِيْثِ
، لَلاَحِقُوْنَ اللَّهُ شَاءَ اِنْ وَاِنَّا وَالْمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ مِنَ الدِّيَارِ أَهْلَ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ :يَقُوْلُ قَائِلُهُمْ
(مَاجَهْ وَابْنُ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) الْعَافِيَةََ وَلَكُمُ لَنَا اللَّهَ أَسْأَلُ
Artinya: “Mengingat hadits Buraidah, katanya: ‘Adalah Rasulullah saw. mengajarkan mereka bilamana mereka pergi ke kuburan, agar supaya membaca ‘Assalāmu alaikum ahlad diyāri minal mukrimīna wal muslimīn, wa inna insyā Allāhu la lāhiqūn’” (HR. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah)
            Hadits Aisyah (2);
لَيْلَتُهَا كاَنَ كُلَّمَا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَتْ أَنَّهَا عَائِشَةَ عَنْ مُسْلِمٍ وَلِحَدِيْثِ
عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ: فَيَقُوْلُ الْبَقِيْعِ إِلَى اللَّيْلِ أَخِرِ مِنْ يَخْرُجُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ مِنْ
لَأَهْلِ اغْفِرْ اَللَّهُمَّ . لاَحِقُوْنَ بِكُمْ شَاءَاللَّهُ إِنْ وَاِنَّا مُؤَجَّلُوْنَ غَدًا مَاتُوْعَدُوْنَ وَأَتَاكُمْ مُؤْمِنِيْنَ دَارَقَوْمٍ
الْغَرْقَدِ بَقِيْعِ
Artinya: “Dan menilik hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah saw. pada tiap malam gilirannya, pergi ke Baqi pada akhir malam, dengan ucapannya: ‘Assalāmu’alaikum dāra qaumin mukminīn wa atākum matū‘adūna ghadan muajjalūn, wa innā insyā Allāhu bikum lāhiqūn’” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Nasai)
            Hadits Aisyah (3);

وَأَطَالَ لَهُمْ يَسْتَغْفِرُ الْبَقِيْعِ إِلَى لَيْلاً خَرَجَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ اَنَّ أَيْضًا عَنْهَا وَلَهُ
مُحْتَصَرًا مَرَّاتٍ ثَلاَثَ يَدَيْهِ وَرَفَعَ الْقِيَامَ
Artinya: “Dan hadits lainnya dari Aisyah ra. juga, bahwa Rasulullah saw. pergi pada waktu malam ke Baqi; beliau lama berdo’a, memohonkakn ampun bagi mereka, dengan mengangkat kedua tangnnya tiga kali” (Hadits diringkaskan dan diriwayatkan oleh Muslim juga)
c.       Wanita ziarah Kubur. Dalam masyarakat terdapat kebiasaan seperti wanita ziarah kubur yang seringkali kurang atau tidak sesuai dengan tuntunan Rasul dalam hidup beragama. Sebagian besar mereka melakukannya karena tidak tahu, sebagian yang lain karena sulit meninggalkan kebiasaan.
Mengenai pernyataan Tarjih, “Janganlah orang perempuan sering berziarah kubur”. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah berikut;

، اَحْمَدُ رَوَاهُ) الْقُبُوْرِ زَوَّارَاتِ لَعَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
(الْمُبَالَغَةِ مِنَ الصِّيْغَةُ بِمَاتَقْتَضِيْهِ
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. melaknati (mengutuk) perempuan-perempuan yang selalu berziarah kubur.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, dengan mengingatk kalimat zawwarat, dalam shighah mubalaghah, yakni ahli ziarah atau selalu berziarah kubur).
d.      Membuka alas kaki di makam. Sebagaimana telah dibahas mengenai hasil penelitian Tarjih atas masalah membuka alas kaki atau terompah dalam pembahasan sebelumnya, akan diuraikan Penjelasan Tarjih dalam HPT secara lebih rinci sebagaimana uraian selanjutnya, beralasan dengan hadits:
بَيْنَ فِىنَعْلَيْنِ يَمْشِى رَجُلاً رَأَى وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ اَنَّ الْخَصَاصِيَّةِ بَشِيْرِبْنِ عَنْ
الطَّيَالِسِىُّ وَاَبُوْدَاوُدَ ، فِىمُصَنَّفِهِ أَبِىْشَيْبَةَ ابْنُ أَخْرَجَهُ )اَلْقِهِمَا السِّبْتِيَّتَيْنِ يَاصَاحِبَ : فَقَالَ الْقُبُوْرِ
يُخْرِجَاهُ وَلَمْ الأِسْنَادِ صَحِيْحُ :قَالَ وَالْحَاكِمُ اِلاَّالتِّرْمِذِىَّ وَالأَرْبَعَةُ ، مُسْنَدَيْهِمَا فِى وَاَحْمَدُ
Artinya: “Dari Basyir bin Khashasshiyyah, bahwa Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki berjalan dengan terumpah di kuburan maka bersabda: ‘Hai yang berterumpah, bukalah terumpahmu!’ (hadits ini diberitakan Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya, dan oleh Abu Dawud Thayalisis serta Ahmad dalam masnadnya masing-masing, juga oleh imam empat (Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah) kecuali Tirmidzi, pun al-Hakim dengan berkata bahwa hadits itu sanadnya sahih)”
            Mengenai hadits ini Tarjih menjelaskan selanjutnya. Hadits itu oleh Imam Syaukanidalalm kitab Nailul Authar dikatakan: “haditsnya Basyir tidak disebut-sebut oleh Abu Dawud dan Mundziri dan orang-orang yang diambil sanadnya kuat, kecuali Khalid bin Numair yang diragukan karena sering keliru”.
            Menurut penyelisikan kekeliruan itu adalah dari pihak Imam Syaukani, karena sanad hadits itu bukan dari “Khalid bin Numair” sebagai kata beliau, akan tetapi adalah dari “bin Sumair” atau seperti keterangan Abu Syaibah “Khalid bin Sumair” dengan huruf Syin. (Tahdzibut Tahdzib II: 97). Begitu pula tentang Tarjih pada rawinya “Basyir bin Nahik” yang mana oleh Imam Hakim dikatakan: “Haditsnya itu setelah diselidiki dengann seksamanya, nyatalah bahwa Tarjih tadi tidak bersandar pada sesuatu, sedang banyak sekali yang menshahihkannya seperti keterangan berikut”:
            Sesungguhnya Basyir bin Nahik termasuk dari Tabi’in yang ternama dan laki-laki yang dipercaya oleh Imam Enam, dipercaya oleh Ibnu Sa’id, Ahmad, Ijli dan Ibnu Hibban; kecuali Abu Hatim mengatakan bahwa haditsnya itu tidak terpakai untuk Hujjah (lihat kitab Mizan I’tidal juz I halaman 154, Tahdzibu Tahdzib juz I halaman 470, Hadyus Sari juz II halaman 199 dan Qanunul Maudlu’at wadl-Dlu’afa olwh Muhammad Thari bin ‘Ali Hindi, halaman 244). Sedang hadits tersebut telah disahkan juga oleh Imam Dzahabi dalam Talhishil Mustadrak dan Ibnu Qudamah menukilnya dalam kitab Mughni dari Ahmad, dengan berkata bahwa sanad hadits itu baik.
            Dari itu, teranglah bahwa hadits tersebut adalah shahih, maka oleh karena itu, tetaplah keputusan Majelis Tarjih dalam Mu’tamar Seperempat Abad di Jakarta dan Mu’tamar ke-26 Yogyakarta, ialah:
بِسِبْتِيَّتَيْنِ الْقُبُوْرِ بَيْنَ وَلاَتَمْشُوْا
Artinya: “Janganlah berjalan diantara kuburan dengan alas kaki”
E.     Bacaan Shalat dan Do’a Jenazah
1.      Talqin kepada orang yang akan meninggal
إِلاَّاللَّهُ لاَإِلَهَ
Artinya: “Tiada Tuhan melainkan Allah”
2.      Do’a dalam Shalat Jenazah

Artinya: “Ya Allah, berilah ampunan, rahmat dan afiyat kepadanya. Muliakanlah tempat turunnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dengan air dan salju, bersihkanlahd ari segala kesalahan, sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik daripadanya rumahnya, keluarganya yang lebih baik daripada keluarganya dan jodoh yang baik daripada jodohnya. Jauhkanlah darnya fitnah kubur dan siksaannya.”
            Atau

Artinya: “Ya Allah, berilah maghfirah (ampunan) kepada orang-orang kita yang hidup dan yang mati, yang menyaksikan  (hadir) dan yang tidak, yang tua dan yang muda, yang pria dan yang wanita. Ya Allah, kepada orang yang kau hidupkan daripada kami, maka hidupkanlah di atas Islam dan kepada orang yang Engkau matikan daripada kami, maka matikanlah diatas Iman.”
3.      Do’a dalam shalat Jenazah anak-anak
وَاَجْرًا وَفَرَطًا لَنَاسَلَفًا اجْعَلْهُ اَللَّهُمَّ
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah ia pendahulu (penjemput) dan pelebihan (tabungan) serta upah (pahala) bagi kami”.
4.      Tambahan do’a dalam shalat jenazah
بَعْدَهُ وَلاَتُضِلَّنَا أَجْرَهُ لاَتَحْرِمْنَا اَللَّهُمَّ
Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau menjauhkan kami dari pahalanya dan janganlah Engkau menyesatkan kami sesudahnya”
5.      Ucapan waktu mengangkat dan meletakkan jenazah
اللَّهِ رَسُوْلِ مِلَّةِ وَعَلَى اللَّهِ بِسْمِ
Artinya: “Dengan nama Allah dan atas (mengikuti) perilaku Rasulullah”
6.      Ucapan waktu mendapat musibah
خَيْرًامِنْهَا لِى وَاخْلُفْ مُصِيْبَتِى فِى أَجِرْنِى اَللَّهُمَّ . رَاجِعُوْنَ إِلَيْهِ وَإِنَّا لِلَّهِ إِنَّا
Artinya: “Kita ini kepunyaan Allah dan kepada-Nyakita kembali. Ya Allah, berilah kepadaku pahala dan musibahku dan gantikanlah musibah itu dengan kebaikan bagiku”
7.      Do’a waktu datang ke kuburan
وَلاَتَفْتِنَّا اَجْرَهُمْ لاَتَحْرِمْنَا اَللَّهُمَّ . لاَحِقُوْنَ بِكُمْ شَاءَاللَّهُ إِنْ وَاِنَّا مُؤْمِنِيْنَ قَوْمٍ دَارَ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ
بَعْدَهُمْ
Artinya: “Semoga selamat sejahtera kepadamu, wahai perumahan orang-orang Mukmin. Dan Insya Allah, kami akan menyusul kamu sekalian. Ya Allah, janganlah engkau menjauhkan kami dari pahala mereka dan janganlah engkau timbulkan  fitnah kepada kami, sepeninggal mereka.”
            Atau
لَنَا اللَّهَ نَسْأَلُ . لاَحِقُوْنَ بِكُمْ اللَّهُ إِنْشَاءَ وَاِنَّ . وَالْمُسْلِمِيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنَ الدِّيَارِ أَهْلَ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ
العَافِيَةَ وَلَكُمُ
Artinya: “Semoga selamat sejahtera kepadamu penghuni perumahan dari orang-orang mukmin dan dan orang-orang Muslim. Dan kami pun akan menyusul, insya Allah. Kami memohon kepada Allah ‘afiyah (kebaikan) bagi kami dan bagi kamu.”
            Atau

، لاَحِقُوْنَ بِكُمْ شَاءَاللَّهُ إِنْ وَاِنَّا مُؤَجَّلُوْنَ غَدًا مَاتُوْعَدُوْنَ وَأَتَكُمْ مُؤْمِنِيْنَ قَوْمٍ دَارَ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ
. . . لأَِهْلِ اغْفِرْ اَللَّهُمَّ
Artinya: “Semoga selamat sejahtera kepada perumahan kaum Mukmin. Dan semoga kamu segera memperoleh apa yang telah dijanjikan kepadamu. Dan Insya Allah, kami akan menyusul kamu. Ya Allah, berilah ampunan kepada penghuni kuburan (makam)”
8.      Mendo’akan jenazah
لَهُ وَاخْلُفْ ، فِيْهِ وَنَوِّرْلَهُ ، قَبْرِهِ فِى لَهُ وَافْسَحْ ، الْمَهْدِيِّيْنَ دَرَجَتَهُ وَارْفَعْ . . .اغْفِرْلِ اَللَّهُمَّ
فِىعَقِبِهِ
Artinya: “Ya Allah berilah ampunan sempurna kepada . . . (tersebut namanya) dan berilah derajat dalam golongan yang shalih (mendapat perlindungan) berpeganglah dalam kuburnya dan berilah penerangan di dalamnya serta berilah gantinya pada sesudahnya.”
9.      Ucapan kepada keluarga mayat

مُسَمَّى بِأَجَلٍ عِنْدَهُ شَيْئٍ وَكُلُّ أَعْطَى مَا وَلَهُ مَاأَخَذَ لِلَّهِ
Artinya: “Adalah hak Allah untuk mengambil dan memberi, segala sesuatu itu ada batasnya”

1 komentar:

  1. mkasihhh atas hadist-hadisnya ini..karna dengan ni saya mengetahuinya...

    BalasHapus