SHALAT
Shalat merupakan
ibadah paling populer sering dilakukan dalam kehidupan seorang Muslim. Namun
demikian justru dalam hal shalat banyak diantara mereka berbeda pendapat dan
berselisih faham. Walaupun pada umumnya perselisihan demikian hanya mengenai
cabang-cabang masalah shalat, tetapi sering kali menyita waktu. Energi dan
kesempatan untuk melakukan dan memikirkan masalah lain yang lebih penting
karena terlibat perdebatan yang tak kunjung selesai.
Perselisihan
diantara para ulama justru terjadi dari hilir hingga ke udik. Diantara mereka
telah muncul perbedaan dalam hal metode yang dipergunakan seperti seperti
apakah qiyas bisa diterima atau ijma atau lainnya. Demikian pula yang berkaitan
dengan sumber atau bahan yang dapat dipakai untuk menetapkan amalan seperti
kebiasaan sahabat dan ucapan-ucapannya, kesepakatan ulama pada suatu kurun
waktu tertentu mengenai masalah tertentu, dan banyak lagi lainnya.
Mengenai masalah
shalat, perselisihan terjadi sejak niat wudlu bahkan sebelum niat yaitu air
atau debu yang dapat digunakan untuk bersuci. Kapan niat dilakukan dan
bagaimana lafalnya, sampai dengan cara berdiri, takbir mengangkat tangan, duduk
akhir dan hampir di seluruh bacaan dan semua jenis shalat.
Begitu pula halnya
dengan keputusan Tarjih yang termuat dalam HPT akan segera terlihat perbedaan
tata cara shalat. Walaupun Tarjih justru berusaha memecahkan perbedaan dan
perselisihan, yang diperoleh justru sebalilknya. Usaha Tarjih yang paling
berharga ialah paradigma ibadah yang ia kembangkan yang disebut dengan ittiba’.
Ittiba’ ialah sikap
beragama dengan meneladani Rasulullah saw.. Adapun jalan yang ditempuh ialah
mengetahui sumber suatu amalan yang dilakukan selalu dapat dikembalikan kepada
amal yang memang dicontohkan Rasulullah saw. Cara memperoleh pengetahuan
demikian salah satu diantaranya ialah dengan mengetahui dalil penetapan suatu
amalan.
Yang pasti
penetapan suatu dalil dilakukan Tarjih berdasarkan pertimbangan kuat-lemahnya
yang diukur dari kedekatannya dengan Rasulullah saw.. Seandainya paradigma ini
diterima oleh mayoritas ummat mungkin memang dapat mengurangi sumber
perselisihan pendapat diantara ulama. Namun demikian pihak lain yang tidak
setuju juga bisa mengatakan seandainya banyak ulama mengikuti cara yang mereka
gunakan hasilnya juga akan sama.
Masalahnya kemudian
adalah kaitannya dengan fungsi Rasul dalam seluruh sistem beragama Islam. Jika
Rasul ditempatkan pada posisi mediator dalam arti sebaagi pembawa risalah Allah
dan sekaligus juru bicaranya, agaknya setiap usaha untuk mengembalikan suatu
persoalan kepada ada tidaknya sumber yang meyakinkan bahwa hal itu dicontohkan
Rasul harus dipertimbangkan.
Terlepas dari
problem beragama diatas, masalah keikhlasan tentunya juga merupakan persoalan
yang harus menjadi perhatian semua pihak. hanya saja ikhlas tidaknya seseorang
lebih banyak hanya diketahui oleh orang itu sendiri atau kita sendiri.
Seandainyapun perselisihan memang tak dapat dihindari namun semuanya memang
benar-benar karena keikhlasannya menundukkan diri kepada Allah, tentu akan jauh
lebih baik daripada didorong oleh gengsi dan harga diri kelompok, gengsi atau
harga diri zaman apalagi jika gengsi dan harga diri itu hanya menyangkut diri
pribadi.
Kitab shalat Tarjih
dibuka dengan mengutip surat An-Nisa ayat 103, Ali-Imran ayat 30 dan dua hadits
dari Talhah bin Ubaidillah dan hadits Malik bin Huwairits. Ayat dan hadits
pembuka kitab shalat HPT itu mengandung isi mengenai kewajiban shalat bagi kaum
beriman dengan waktu tertentu yaitu lima kali sehari semalam serta mengenai contoh
shalat Rasul Muhammad saw. secara lengkap kutipan HPT mengenai ayat tersebut
ialah sebagaimana di bawah ini.
Artinya: “Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS.
An-Nisa: 103)
Surat Ali-Imran
ayat 30;
Artinya: “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan
dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; Ia
ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan Allah sangat Penyayang
kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali-Imran: 30)
Hadits Thalhah bin
Ubidillah;
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلِ إِلَى
رَجُلٌ جَاءَ:قَالَ عَنْهُ
رَضِىَاللَّهُ عَبَيْدِاللَّهِ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ
حَتَّىدَنَافَإِذَاهُوَيَسْأَلُ مَايَقُوْلُ وَلاَنَفْقَهُ صَوْتِهِ دَوِيَّ
نَسْمَعُ ثَائِرَالرَّأْسِ نَجْدٍ أَهْلِ مِنْ وَسَلَّمَ
فَقَالَ .وَاللَّيْلَةِ فِىالْيَوْمِ صَلَوَاةٍ خَمْسُ: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ فَقَالَ.الأِسْلاَمِ عَنِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْحَدِيْثَ .تَطَوَّعَ إلاَّاَنْ ، لاَ :قَالَ ؟ غَيْرُهَا عَلَيَّ هَلْ :
Artinya: “Hadits dari Thalhah bin Ubaidillah bahwa ada seorang
laki-laki penduduk Najed yang kusut rambut kepalanya, datang kepada Rasulullah
saw. yang kami dengar dengungan suaranya, tetapi tidak memahami apayang
dikatakannya sehingga setelah dekat rupanya ia menanyakan tentang Islam: maka sabda
Rasulullah saw. : “Shalat lima waktu dalam sehari semalam”. Kata orang tadi:
“adalah lagi kewajibanku selain itu?” jawab Nabi saw.: “Tidak, kecuali bila
kamu hendak bertathawwu (shalat sunnat)”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim)
Hadits dari Malik bin
Huwairits ra.
عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ:قَالَ عَنْهُ
رَضِىَاللَّهُ الْحُوَيْرِثِ بْنِ مَالِكِ عَنْ
(الْبُخَارِيُّ رَوَاهُ) . أُصَلِّى رَأَيْتُمُوْنِى كَمَا
ا صَلُّوْ : وَسَلَّمَ
Artinya: “Hadits dari Malik bin Huwairits ra. Bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku melakukan shalat””.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
- Cara Shalat Wajib
Berbeda denga kebiasaan umumnya tindakan pertama shalat
yang ditetapkan Tarjih adalah membaca takbir. Barulah kemudian disyaratkan
dengan niat ikhlas.
1.
Membaca
Takbir
Rumusan Tarjih dalam HPT itu berbunyi sebagai berikut;
bila kamu hendak menjalankan shalat, maka bacalah: “Allahu Ajbar”. Adapun dalil
yang dipergunakan landasan untuk ini ialah hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah di
bawah ini.
وَتحرِيْمُهَا الْوُضُوْءُ الصَّلاَةِ مِفْتَحُ :بِإِسْنَادٍصَحِيْحٍ أَبِىدَاوُدَوَالتِّرْمِذِّيُّ وَلِحَدِيْثِ
التَّسْلِيْمُ وَتَحْلِيْلُهَا التَّكْبِيْرُ
Artinya: “Menurut hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Tirmidzi: “Kunci (pembuka) shalat itu wudlu, permulaannya takbir dan
penghabisannya salam””.
Hadits Ibnu Majah;
السَّاعِدِيِّ حُمَيْدٍ حَدِيْثِ مِنْ حِبَّانَ وَابْنُ خُزَيْمَةَ ابْنُ
وَصَحَّحَهُ مَاجَهْ ابْنِ وَحَدِيْثِ
وَرَفَعَ الْقِبْلَةَ اسْتَقْبَلَ إِلَىالصَّلاَةِ إِذَاقَامَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَ
مُتَّفَقٌ) الْحَدِيْثَ ٠فَكَبِّرْ إِلَىالصَّلاَةِ إِذََاقُمْتَ :وَلِحَدِيْثِ ٠ “أَكْبَرُ اَللَّهُ” وَقَالَ يَدَيْهِ
(عَلَيْهِ
Artinya: “Dan hadits shahih dari Ibnu Majah yang dishahihkan oleh
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari hadits Abi humaid Sa’idl bahwa Rasulullah
saw. jika shalat ia menghadap ke kiblat dan mengangkat kedua belah tangannya
dengan membaca “Allahu Akbar”. Dan menurut hadits: “Bila kamu menjalankan shalat,
takbirlah . . . ” seterusnya hadits”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
2.
Niat
Sementara itu niat ikhlas didasarkan Surat al-Bayyinah
ayat 6, dan hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Surat al-Bayyinah ayat 5;
Artinya: “Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah:
5)
Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim;
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) اَلْحَدِيْثَ . بِالنِّيَاتِ إِنَّمَاالَعْمَالُ : وَلِحَدِيْثَ
Artinya: “Dan menurut hadits: “Sesungguhnya (sahnya) amal itu
tergantung kepada niat . . .” seterusnya hadits”. (Diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim).
3.
Mengangkat
Tangan dalam Takbir
Membaca takbir diikuti dengan mengangkat kedua belah
tangan sejajar menyamping bahu dan tinggi ibu jari sejajar dengan daun telinga.
Dasarnya ialah hadits Umar, Ibnu Khuwairits dan Abu Dawud.
Hadits Ibnu Umar;
حَذْوَمَنْكِبَيْهِ يَدَيْهِ يَرْفَعُ كاَنَ
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ اَنَّ :ض ر
عُمَرَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
:وَقَالَ رَفَعَهُمَاكَذَلِكَ الرّكُوْعِ مِن
َ رَأْسُهُ وَاِذَارَفَعَ لِلرُّكُوْعِ وَاِذَكَبَّرَ الصَّلاَةَ إِذَاافْتَتَحَ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) فِىالسُّجُوْدِ ذَلِكَ لاَيَفْعَلْ وَكاَنَ “الْحَمْدُ رَبَّنَاوَلَكَ حَمِدَهُ لمَن اللَّهُْ سَمِعَ”
Artinya: Menurut hadits Ibnu Umar
bahwa nabi saw. mengangkat kedua tangannya selurus bahunya bila ia
memulai shalat, bila takbir hendak ruku dan bila mengangkat kepalanya dari ruku
ia mengangkat kedua tangannya juga dengan mengucapkan: ‘Sami’allahu liman
hamidah rab bana walakalhamd’; dan tidak mennjalankan demmikian itu dalam
(hendak) sujud”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hadits Ibnu
Khuwairits;
كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلَ اَنَّ :الْحُوَيْرِثِ بْنِ
مَالِكِ عَنْ مُسْلِمٍ وَفِىصَحِيْحِ
بِهِمَا يُحَاذِىَ حَتَّى
يَدَيْهِ رَفَعَ ،وَإذَارَكَعَ أُذُنَيْهِ بِهِمَا
يُحَاذِىَ حَتَّى يَدَيْهِ رَفَعَ إِذَاكَبَّرَ
ذَلِكَ مِثْلَ فَعَلَ “حَمِدَهُ لِمَنْ اللَّهُ سَمِعَ” فَقَالَ الرُّكُوْعِ مِنَ رَأْسَهُ وَإِذَارَفَعَ ، أُذُنَيْهِ
Artinya: “Tersebut dalam shahih Muslim dan Malik bin Huwairits,
bahwa Rasulullah saw. apabila takbir ia mengangkat kedua tangannya sampai
sejajar pada telinganya, begitu juga bila hendak ruku dan bila mengangkat
kepalanya dari ruku’ lalu mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah”, ia
mengerjakan demikian juga”.
Hadits Abu Dawud;
وَحَاذَى مَنْكِبَيْهِ حَتَّىكاَنَتَاخِيَالَ :أَبِىدَاوُدَبِلَفْظِ عِنْدَ وَائِلٍ عَنْ أُخْرَى
وَفِىرِوَايَةٍ
(۱۵۰ ص ۲ ج فِىالْفَتْحِ قَالَهُ) أُذُنَيْهِ بِإِبْهَامَيْهِ
Artinya: “Dan dalam hadits riwayat Abu Dawud dari wali dengan
kalimat: “Sehingga kedua tangannya itu selempang dengan bahunya serta ibu
jarinya sejjar dengan telinganya””. (Tersebut dalam kitab Fath juz II hal.150)
4.
Meletakkan
Tangan di Dada
Setelah takbir tindakan berikutnyaialah meletakkan
tangan kanan pada punggung telapak tangan kiri diatas dada. Tak dijelaskan
apakah yang diletakkan diatas punggung telapak tangan kiri itu telapak tangan atau
seluruh tangan. Banyaka cara yang dipraktekkan ummat secara berbeda-beda
mengenai hal ini.
Sumber dalil yang dipakai Tarjih untuk mengambil
kesimpulan diatas ialah hadits Wail, Abu Dawud dan Bukhari.
Hadits Wail;
الْيُمْنَى يَدَهُ وَسَلَّمَ وَوَضَعَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلِ مَعَ صَلَّيْتُ :قَالَ وَاعِلٍ لِحَدِيْثِ
(فِىصَحِيحِهِ خُزَيْمَةَ ابْنُ
رَوَاهُ) عَلَىصَدْرِهِ الْيُسْرَى عَلَىيَدِهِ
Artinya: “Menilik hadits shahih dari Wail yang berkata: “Saya shalat
bersama Rasulullah saw. dan beliau meletakkan tangan kanannya pada tangan
kirinya diatas dadanya””. (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan
dishahihkannya).
Hadits Abu Dawud;
، الْيُسْرَى ظَهْرِكَفِّهِ الْيُمْنَىعَلَى يَدَهُ وَضَعَ
ثُمَّ :وَالنَّسَائِيِّ أَبِىدَاوُدَ عِنْدَ
وَاعِلٍ وَفِىحَدِيْثِ
الزِّيَادَةِ بِدُوْنِ مُسْلِمٍ فِىصَحِيْحِ وَأَصْلُهُ وَغَيْرُهُ خُزَيْمَةَ ابْنُ
وَصَحَّحَةُ وَالسَّاعِدِى وَالرُّسْغِ
(۱۵۲ص٢ج) فِىالْفَتْحِ قَالَهُ
Artinya: “Dan hadits dari Wail juga menurut riwayat Abu Dawud dan
Nasai: “lalu beliau meletakkan tangan kanannyapada punggung telapak tangan
kirinya, serta pergelangan dan lengannya. (Hadits ini dishahihkan oleh lainnya,
sedang asalnya dalam shahih Muslim, dengan tidak ada tambahan, sebagaiman
tersebut dalam kitab Fath Juz II halaman 152)”.
Hadits Bukhari;
يَدَهُ الرَّجُلُ يَضَعَ
أَنْ يُؤْمَرُوْنَ النَّاسُ كاَنَ :قَالَ سَعْدٍ
بْنِ سَهْلِ عَنْ وَفِىالْبُخارِيِّ
عَلَىذِرَاعِه الْيُمْنَىِ
Artinya: “ Dan tersebut dalam Bukhari dari Sahl bin Sa’ad yang
berkata: “bahwa orang-orang yang diperintahkan supaya meletakkan tangan
kanannya pada lengannya”.
5.
Do’a
Iftitah
Setelah meletakkan tangan di dada sempurna, kemudian
membaca do’a ifititah. Tarjih menetapkan memilih beberapa bacaan iftitah. Do’a
ifititah itu ialah;
اللَّهُمَّ . وَالْمَغْرِبِ وَالْمَشْرِقِ بَيْنَ بَاعَدْتَ كَمَا خَطَايَاي َ بَيْنِىوَبَيْنَ بَاعِدْ
اَللَّهُمَّ
بِالْمَاءِ خَطَايَايَ اغْسِلْ اللَّهُمَّ .الدَّنَسِ مِنَ
الأَبْيَضُ الثَّوْبُ يُنَقَّى نَقِّنِىمِنَ الْخَطَايَاكَمَا
وَالْبَرَدِ وَالثَّلْجِ
“Allahumma ba’id baini-wabaina khata-ya-ya kama-ba- ‘adtabainal
masyriqi wal maghrib. Alla-humma naqqini-minal khatha-ya kama-yunaqqas tsaubul
abyadu minad danas. Alla-hummaghsil khatha-ya-ya bilma’I wats tsalji wal
barad”.
Dasar penetapan
do’a iftitah diatas ialah hadits Abu Hurairah. Sayangnya HPT (Tarjih) tidak
mengutip secara lengkap, kecuali kutipan di bawah ini.
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) ذَلِكَ فِى ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Menurut hadits Abu Hurairah tentang bacaan itu
(diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)”.
Bacaan do’a iftitah
lainnya yang dapat dibaca yang ditarjihkan ialah do’a berikut:
اِنَّ ، الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ حَنِيْفًامُسْلِمًاوَمَاأَنَا وَالاَرْضَ فَطَرَالسَّمَوَاتِ لِلّذِى وَجْهِيَ وَجَّهْتُ
وَأَنَا أُمِرْتُ وَبِذَلِكَ لَهُ لاَشَرِيْكَ ، العَالَمِيْنَ رَبِّ لِلَّهِ
وَمَمَاتِيْ وَمَحْيَايَ صَلاَةِىوَنُسُكِى
وَاَنَا
رَبِّي أَنْتَ ، اِلاَّأَنْتَ لاَاِلَهَ الْمَلِكُ أَنْتَ اَللَّهُمَّ (الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ
وَأَنَا) الْمُسْلِمِيْنَ أَوَّلُ
اِلاَّاَنْتَ الذُّنُوْبِ لاَيَغْفِرُ جَمِيْعًا بِذَنْبِىفَاغْفِرْلِىذَنُبِى نَفْسِىوَاعْترَفْتُ ضَلَمْتُ عَبْدُكَ
سَيِّئَهَا عَنِّى لاَيَصْرِفُ سَيِّئَهَا عَنِّى وَاصْرِفْ لاَيَهْدِىلِأَحْسَنِهَاالأَخْلاَقِ وَاهْدِنِىلِاَحْسَنِ
، وَإِلَيْكَ اَنَابِكَ ، إِلَيْكَ وَالشَّرُّلَيْسَ ، فِىيَدَيْكَ كَلُّهُ وَالْخَيْرُ وَسَعْدَيْكَ لَبَّيْكَ ، إِلاَّاَنْتَ
إِلَيْكَ وَاَتُوْبُ اَسْتَغْفِرُكَ وَتَعَالَيْتَ تَبَارَكْتَ
“Wajjahtu wajhiya liladzi fatharas sama-wa-ti wal ardla hani-fan
musliman wa ma- ana- minal musy riki-n. Inna shalati wa nusuki wa mahya-ya wa
mama-ti lillahi rabbil ‘a-lami-n. La-syari-kalauwa bidza-lika ummirtu wa
ana-awwalul muslim-n”. Alla-humma antal maliku la-ila-ha illa-anta, anta
rabbi-wa ana ‘abduka, dhalamtu nafai- wa’taraftu bidzambi-fagh
firli-dzunu-bi-jami’-an. la-yagh firudz dzunu-ba illa- anta, wah dini-li
ahsanil akhla-qi la-yahdili ahsaniha-illa- anta. Washrif ‘anni sayyiaha-la-yash
rifu ‘anni-sayyiaha-illa-anta. Lab-baika wa sa’daika wal khairu
kulluhu-fiyadaika, wasysyarru laisa ilaika. Ana-bika wa ilaika. Tabarakta wa
ta’a-laita astaghfiruka wa atu-bu ilaika”.
Sebagaimana do’a
iftitah pilihan pertama, dasar penetapan do’a iftitah diatas juga tidak dikutip
secara lengkap. Nukilan itu ialah di bawah ini.
(فِىصَحِيْحِهِ مُسْلِمٌ رَوَاهُ) ذَلِكَ فِى ض ر عَلِيٍّ
لِحَدِيْثِ
Artinya: “Mengambil dari hadits Ali ra. Tentang bacaan itu.
(diriwayatkan oleh Muslim dan shahihnya)”.
6.
Membaca
Ta’awudz
Setelah membaca salah satu dari kedua do’a iftitah di
atas kemudian membaca ta’awudz atau do’a
minta perlindungan sebagiamana di bawah ini;
“الرَّجِيمِ السَّيْطَانِ مِنَ
بِاللَّهِ أَعُوْذُ”
(“A’u-dzu billahi minasy syaitha-nir raji-m”)
Sumber dalil Tarjih
dalam HPT ialah surat An-Nahl ayat 98, dan hadits Abu Sa’id.
Surat An-Nahl ayat
98;
Artinya: “Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Hadits Abu Sa’id;
ذَلِكَ يَقُوْلُ كانَ
وَسَلَّمََ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ :ض ر
الْخُدْرِيِّ سَعِيْدٍ أَبُوْ وَلِمَارَوَى
النَّبِيَّ جَاءَ:الْمُنْذِرِ ابْنُ
وَقَالَ .(فِىالْمُهَذَّبِ) “الرَّجِيمِ السَّيْطَانِ مِنَ بِاللَّهِ أَعُوْذُ” أَى
“الرَّجِيمِ السَّيْطَانِ مِنَ بِاللَّهِ أَعُوْذُ”:الْقِرَاءَةِ قَبْلَ
يَقُوْلُ كاَنَ أَنَّهُ وَسَلَّمََ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
(الثَّانِى الْجُزْء فِى
الاَوْطَارِ فِىنَيْلِ كَمَاوَرَدَ)
Artinya: “Dan menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Khudri
bahwa Nabi saw. adalah membaca ta’awudz itu (sebagai yang etrsebut dalam kitab
Muhadzdzab). Ibnul Mundzir berkata: bahwa diceritakan dari Nabi saw. bahwa
sebelum membaca al-Qur’an beliau berdo’a: “A’udzu billahi minasy Syaithanir
rajim””. (tersebut dalam kita Nailul Authar juz 11)
7. Membaca Basmalah
Setelah itu lalu
membaca basmallah yaitu bacaan yang bunyinya: “Bismillahir rahmanirrahim”.
Sumber haditsnya ialah hadits Nu’aim berikut:
الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ”: فَقَرَأَ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ وَرَاءَ
صَلَّيْتُ :قَالَ الْمُجْمِرِ نُعَيْمٍ وَلِحَدِيْثِ
“اَمِيْنَ” النَّاسُ وَقَالَ
، اَمِيْنَ :فَقَالَ “وَلاَالضَّاّلِيْنَ” حَتَّىبَلَغَ الْقُرْآنِ بِأُمِّ
قَرَأَ ثُمَّ “الرَّحِيْمِ
وَيَقُوْلُ “أَكْبَرُ اَللَّهُ” قَالَ فِىالاِثْنَتَيْنِ الْجُلُسِ مِنَ
وَإِذَاقَامَ “أَكْبَرُ اَللَّهُ” كُلَّمَاسَجَدَ
وَيَقُوْلُ
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
بِرَسُوْلِ صَلاَةً اِنِّىلَأَشْبَهُكُمْ نَفْسِىبِيَدِهِ وَالَّذِى : إِذَاسَلَّمَ وَيَقُوْلُ
ص۲ج) فِىالْفَتْحِ قَالَ
، وَغَيْرُهُمْ حِبَّانً وَابْنُ وَالسِّرَاجُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ النَّسَائِيُّ رَوَاهُ)
(فِىذَلِكَ وَرَدَ
حَدِيْثٍ أَصَحٌّ وَهُوَ (۱۸۱
Artinya: “Mengingat hadits Nu’aim Mujmir, katanya: “Saya bershalat
di belakang Abu Hurairah ra. maka ia membaca “Bismillahirrahmanirrahim” lalu
membaca induk Qur’an (Surat Fatihah) sehingga tatkala sampai pada
“waladldlalli-n” beliau membaca “a-mi-n” dan orang-orangpun sama membaca
a-mi-n”. begitu juga tiap-tiap hendak sujud, mengucapkan: “Allahu Akbar dan
bila berdiri dari duduk dalam raka’at kedua beliau mengucapkan: “Allahu Akbar”.
Setelah bersalam beliau berkata: “Demi yang menguasai diriku, sungguh shalatku
myang paling menyerupai dengan shalatnya Rasulullah saw.” (Diriwayatkan oleh
Nasai, Ibnu Khuzaimah, Siraj, Ibnu hibban dan lainnya: tersebut dalam kitab
al-Fath Juz 11 halaman 181, dengan katanya bahwa inilah hadits yang paling
shah, tentang hal tersebut)”.
8. Membaca Surat al-Fatihah
Berikutnya ialah
membaca surat al-Fatihah yang didasarkan pada dua buah hadits “Ubadah dan
‘Aisyah di bawah ini.
Hadits Ubadah (1);
لاَصَلاَةَ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ أَنَّ :ض ر
الصَّامِتِ بْنِ عُبَادَةَ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْكِتَابِ بِفَاتِحَةٍ لاَيَقْرَأُ لِمَنْ
Artinya: “Mengungat hadits ‘Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak shah shalatnya orang yang tidak membaca permulaan kita
(Fatihah)””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hadtis Ubadah (2);
الْقِرَاءَةُ عَلَيْهِ فَثَقُلَتْ الصُّبْحَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ صلَّىَ :قَالَ عُبَادَةَ وَلِحَدِيْثِ
، وَاللَّهِ إِى اللَّهِ
يَارَسُوْلَ :قُلْنَا :قَال َ إِمَامِكُمْ وَرَاءَ وَتَقْرَءُوْنَ إِنِّىأَرَاكُمْ قَالَ
فَلَمَّاانْصَرَفَ
(وَالْبَيْهَقِيُّ وَالدَّارَقُطْنِيُّ اَحْمَدُ رَوَاهُ) الْقُرْأَنِ اِلاَّبِأُمِّ لاَتَفْعَلُوْا :قَالَ
Artinya: “Ada lagi hadits Ubadah bahwa Rasulullah saw. shalat subuh
maka merasa terganggu oleh pembacaab ma’mum. Setelah selesai beliau bersabda:
“Aku melihat kamu sama membaca di belakang imammu?” kata Ubadah, bahwa kita
semua menjawab: “Ya Rasulullah saw., demi Allah benar begitu!” maka sabda Nabi:
“Janganlah kamu mengerjakan demikian
kecuali bacaan Fatihah””. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Daraquthni dan Baihaqi).
Hadits Aisyah;
: وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ أَنَسٍ حَدِيْثِ مِنْ حِبَّانَ ابْنُ
وَلِمَارَوَاهُ
بِفَاتِحَةِ وَالْيَقْرَأْأَحَدُكُمْ فَلاَتَفْعَلُوْا يَقْرَأُ وَالأِمَامُ الاِمَامِ خَلْفَ فِىصَلاَتِكُم أَتَقْرَءُوْنَ
فِىنَفسِهِ الْكِتَابِ
Artinya: “Dan mengingat hadits Anas, katanya bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Apakah kamu sekalian membaca dalam shalatmu di belakang imammu,
padahal imam sedang membaca: Janganlah kamu mengerjakannya, hendaklah
masing-masing kamu membaca Fatihah sekedar didengar olehnya sendiri””.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban).
9. Membaca Ta’mi-n
Sesudah selesai
fatihah diikuti mengucapkakn, “ami-n”. hal ini berdasarkan hadits Abu
Hurairah di bawah ini;
فَإِنَّهُ فَأَمِّنُوا الاِمَامُ إِذَاأَمَّنَ : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ ض ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
صَلَّى اللَّهِ رَسُوْلَ أَيْضًاأَنَّ وَعَنْهُ . ذَنْبِهِ مِنْ
تَقَدَّمَ غُفِرَلَهُ الْمَلاَئِكَتِ تَأْمِيْنَ تَأْمِيْنُهُ وَافَقَ مَنْ
الأُخْرَى إِحْدَاهُمَا فَوَافَقَ ، آمِيْنَ الْمَلاَئِكَةُ وَقَالَتِ ، آمِيْنَ :اَحَدُكُمْ إِذَاقَالَ : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ
فِىصَلاَتِهِ أَحَدُكُمْ إِذَاقَالَ :مُسْلِمٍ وَفِىرِوَايَةِ . (عَلَيْهِ مُتَفَّقٌ) .ذَنْبِهِ مَاتَقَدَّمَ لَهُ
غُفِرَ
Artinya: “Mengingat hadits Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw.
bersabda: “Apabila “imam” membaca amin maka kamu hendaklah pula membaca “amin”
karena sungguh barangsiapa yang bacaan “ami-n”nya bersamaan “a-mi-n”nya
malaikat, tentulah diampuni dosanya yang telah lalu”. Dan hadits dari Abu
Hurairah juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang diantara
kamu membaca “a-mi-n” sedang Malaikat” di langitpun membaca “a-mi-n” pula, dan
bersamaan keduanya, maka diampunilah ia dari dosanya yang sudah-sudah”.
(Diriwayatkan oleh Buhari dan Muslim dan dalam hadits riwayat Muslim ada
tambahannya: “Apabila slaah seorang diantaramu membaca dalam shalatnya)”.
10. Membaca al-Qur’an
Setelah membaca
surat al-Fatihah kemudian diikuti membaca salah satu surat dari al-Qur’an.
membaca surat ini dilakukan dengan memperhatikan artinya dan secara perlahan.
Dasarnya ialah
hadits Abu Qatadah dan al-Qur’an surat Muhammad ayat 24 dan Muzammil ayat 5
sebagaimana kutipan di bawah ini.
Hadits Abu Qatadah;
فِىالعُلَيَيْنِ فِىالضُّهْرِ يَقّرَأُ كاَنَ
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيَّ أَنَّ قَتَادَةَ ابْنِ لِحَدِيْثِ
وَيُطَوِّلُ الاَيَةَ وَيُسْمِعُنَا الْكِتَابِ بِأُمِّ
الأُخْرَيَيْنِ وَفِىالرَّكْعَتَيْنِ وَسُوْرَتَيْنِ الْكِتَابِ بِأُمِّ
فِىالصُّبْحِ وَهَكَذَا وَهَكَذَافِالْعَصْرِ الثَّانِيَةِ فِىالرَّكْعَةِ مَالاَيُطِلُ الاُوْلاَ فِىالرَّكْعَةِ
(عَلَيْهِ مُتَفَّقٌ)
Artinya: “Menilik hadits Abu Qatadah bahwa Nabi saw. dalamshalat
Dzuhur pada kedua raka’at permulaan (raka’at ke-1 dan ke-2), membaca induk
kitab (Fatihah) dan dua surat, serta pada dua raka’at lainnya (raka’at ke-3 dan
ke-4) membaca Fatihah saja, dan beliau memperdengarkan kepada kami akan bacaan
ayat itu, dan pada raka’at ke-1 diperpanjang tidak seperti dalam raka’at ke-2;
demikian juga dalam shalat Ashar dan
Subuh”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Surat Muhammad ayat
24 dan Muzammil ayat 5;
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah
hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Artinya: “Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang
berat.” (QS. Muzammil: 5)
Mengenai membaca
salah satu surat dari Al-Qur’an, dalam praktek kita sering menemukan imam hanya
membaca sebagian dari suatu surat dalam al-Qur’an. masalah ini juga pernah
muncul dalam tanyanjawab yang diasuh oleh Tim Tarjih.
Menjawab persoalan
tersebut Tim Tarjih menjelaskan mengenai bolehnya membaca satu atau beberapa
ayat dari suatu surat dalam al-Qur’an. Dasarnya ialah hadits riwayat Muslim dan
Ibnu Khuzaimah berikut;
، اِلَيْنَا وَمَاأُنْزِلَ بِاللَّهِ قُوْلُوْاآَمَنَّا :مِنْهَااَيَةً فِىالاُوْلَى بَعدَالْفَتِحَةِ اَحْيَانًايَقْرَأُ وَكاَنَ
، بَيْنَنَاوَبَيْنَكُمْ سَوَاءٍ اِلَىكَلِمَةٍ تَعَالَوْا الْكِتَبِ يَآَهْلَ قُلْ :وَفِىالاُخْرَى ، آَخِرِالاَيَةِ إِلاَ
إِلَىأَخِرِهَا
Artinya: “ . . . dan kadang-kadang (Rasulullah) membaca sesudah
fatihah satu ayat ‘qu-lu a-manna billa-hi wama- unzila ilaina-‘ sampai akhir
ayat (Al-Baqarah ayat 136) dan apda raka’at yang lain (membaca) ‘qul ya-ahlal
kitabi ta’a-lau ila- kalimatin sawa-in bainana-wa bainakum’ sampai akhirnya
(Ali Imran ayat 64)”.
11. Takbir Kedua
Selesai membaca
Al-Qur’an, kemudianmengangkat kedua belah tangan untuk takbir seperti gerakan
takbir permulaan sebaagimana telah dikemukakan
terdahulu untuk ruku’. Dasarnya ialah sebagaiman hadits Ibnu Umar
mengenai takbir.
12. Ruku’
Setelah takbir
dengan sempurna kemudian melakukan ruku’. Gerakan ini dilakukan setelah selesai
membaca al-Qur’an diatas. Dasarnya ialah surat al-Hajj ayat 77 dan 2 hadits Abu
Hurairah di bawah ini.
Surat al-Hajj ayat
77;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku`lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS. al-Hajj: 77)
Hadits Abu Hurairah
(1);
اِلَىالصَّلَوةِ قُمْتَ إِذَا : قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ النَّبِىَّصَلَّىاللَّهُ أَنَّ ض
ر هُرَيْرَةَ وَلِخَبَرِأَبِي
حَتَّىتَعْتَدِلَ ارْفَعْ ثُمَّ رَاكِعً حَتَّىتَطْمَئِنَّ ارْكَعْ ثُمَّ الْقُرْاَنِ مَاتَيَسَّرَمِنَّ اقْرَأ ثُمَّ فَكَبِّرْ
اسْجُدُ ثُمَّ جَالِسًا حَتَّىتَطْمَئِن َّ ارْكَعْ ثُمَّ سَاجِدًا حَتَّىتَطْمَئِنَّ اسْجُدُ ثُمَّ قَائِمًا
(عَلَيْهِ مُتَفَّقٌ) كُلِّهَا صَلاَتِكَ فِى
ذَلِكَ افْعَلْ سَاجِدًاثُمَّ حَتَّىتَطْمَئِنَّ
Artinya: “Dan menurut hadits dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw.
bersabda: “Apabila kamu menjalankan shalat bertakbirlah, lalu membaca sekedar
dari Al-Qur’an, lalu ruku’ sehingga tenang, (tuma’ninah), terus berdiri sampai
lurus, kemudian sujud sehingga tenang, kemudian duduklah sampai tenang, lalu
sujud lagi sehingga tenang pula; kemudian lakukan seperti itu dalam semua
shalatmu””. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits dari Abu
Hurairah (2);
إِذَاقَامَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ :قَالَ ض
ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
“حَمِدَهُ لِمَنْ
اللَّهُ سَمِعَ” : يَقُوْلُ ثُمَّ
َيرْكَعُ يُكَبِّرُحِيْنَ ثُمَّ يَقُوْمُ يُكَبِّرُحِيْنَ اِلَىالصَّلَوةِ
يُكَبِّرُحِيْنَ ثُمَّ “الْحَمْدُ رَبَّنَاوَلَكَ” وَهُوَقَائِمٌ يَقُوْلُ ثُمَّ الرُّكُوْعِ مِنَ
صُلْبَهُ يَرْفَعُ حِيْنَ
ثُمَّ يَرْفَعُ يُكَبِّرُحِيْنَ ثُمَّ يَسْجُدُ يُكَبِّرُحِيْنَ ثُمَّ
رَأْسَهُ يَرْفَعُ يُكَبِّرُحِيْنَ يَهْوِىسَاجِدًاثُمَّ
(عَلَيْهِ مُتَفَّقٌ) بَعْدَالْجُلُوْسِ الثِّنّتَيْنِ مِنَ
يَقُوْمُ يُكَبِّرُحِيْنَ وَ كُلِّهَا فِىالصَّلاَةِ ذَلِكَ يَفْعَلُ
Artinya: “Karena hadits Abu
Hurairah ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw. kalau shalat ia bertakbir ketika
berdiri, lalu bertakbir ketika ruku’. Lalu membaca “sami’alla-hu liman hamidah”
ketika mengangkat punggungnya (bangun) dari ruku’, lalu membaca selagi beliau
berdiri: “Rabbanawalakal hamd”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu
bertakbir tatkala hendak mengangkat kepala (duduk antar dua sujud), lalu
bertakbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian
melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari
raka’at yang kedua sesudah duduk”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya cara
melakukan gerakan ruku’ dituntunkan Tarjih adalah sebagaimana berikut;
meluruskan atau melempangkan (meratakan) punggung dengan lehermu dan memegang
kedua lututmu dengan dua belah tanganmu. Hal ini didasarkan pada hadits Abu
humaidi berikut;
اللَّهِ رَسُوْلِ لِصَلاَةِ أَحْفَظَكُمْ اَنَاكُنْتَ : قَالَ ض ر السَّاعِدِىٍّ أَبِىحُمَيْدٍ لِحَدِيْثِ
يَدَيْهِ أَمْكَنَ وَإِذَارَكَعَ حَذْوَمَنْكِبَيْهِ يَدَيْهِ جَعَلَ إِذَاكَبَّرَ رَأَيْتُهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ
، قَفَارٍمَكَانَهُ كُلُّ
يَعُوْدَ اسْتَوَىحَتَّى رَأْسَهُ فَإِذَارَفَعَ هَصَرَظَهْرَهُ ثُمَّ رُكْبَتَيْهِ مِنْ
أَصَابِعِ بِأَطْرَافِ وَاسْتَقْبَلَ وَلاَقَابِضِهِمَا مُفْتَرِشٍ غَيْرَ يَدَيْهِ فَاِذَاسَجَدَوَضَعَ
الْيُمْنَى وَنَصَبَ الْيُسْرَى عَلَىرِجْلِهِ جَلَسَ الرَّكْعَتَيْنِ فِى
فَإِذَاجَلَسَ الْقِبْلَةَ رِجْلَيْهِ
٠عَلَىمَقْعَدَتِهِ الاُخْرَىوَقَعَدَ الْيُسْرَىوَنَصَبَ رِجْلَهُ قَدَّمَ
الاَخِرَاةِ فِىالرَّكْعَةِ وَإِذَاجَلَسَ
(الْبُخَارِيُّ رَوَاهُ)
Artinya: “Karena hadits dari Abu Humaid Sa’idi ra. yang berkata:
“Saya lebih cermat (hafal) dari padamu tentang shalat Rasulullah saw. kulihat
apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan
apabila beliau ruku’ meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu
membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengangkat kepalanya ia berdiri tegak
sehingga luruslah tiap tulang-tulang
punggungnya seperti semula; lalu apabila sujud, ia letakkan kedua telapak
tangannya pada tanah dengan tak meletakkan lengan dan tidak merapatkannya pada lambung, dan
ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah qiblat. Kemudian apabila duduk pada rakaat yang terakhir ia majukan kaki
kirinya dan menumpukkan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya ””.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya).
a.
Bacaan
ruku’. Bacaan sewaktu ruku’ yang dituntunkan
Tarjih sebagaimana dalam HPT ialah beberapa do’a pilihan di bawah ini.
“اغْفِرْلِى اَللَّهُمَّ رَبَّنَاوَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَّ سُبْحَانَكَ”
“Subha-nakallahumma rabbana-wa bihamdikallahummaghfirli”
Bacaan do’a ruku diatas berdasarkan hadits dari Aisyah;
فِىرُكُوْعِهِ يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ كاَنَ : قَالَتْ ض
ر عَائِشَةَ لِحَدِيْثِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ)٠ اَلْحَدِيْثَ ٠ “سُبْحَانَكَ” وَسُجُوْدِهِ
Artinya: “Menilik hadits Sayyidatina ‘Aisyah ra. menceritakan bahwa
Rasulullah saw. dalam ruku dan sujudnya beliau mengucapkan: Subha-nakallahumma
rabbana-wa bihamdikallahummaghfirli . .
. seterusnya hadits”. (Muttafaq ‘alaih atau diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim)
b.
Bacaan
Ruku’ lainnya. Di samping bacaan dan do’a diatas terdapat beberapa do’a yang
sering di baca Rasulullah saw. Do’a-do’a
sebagaimana dalam HPT itu ialah:
(1)
فِىرُكُوْعِهِ يَقُوْلُ فَكاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ مَعَ
صَلَّيْتُ :قَالَ حُذَيْفَةَ لِحَدِيْثِ
الْخَمْسَةُ رَوَاهُ . اَلْحَدِيْثَ) “رَبِّىَالأَعْلَى” وَفِىسُجُوْدِهِ “رَبِّىَالْعَظِيْمِ سُبْحَانَ”
(التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
Artinya:
“Menurut hadits Hudzaifah. Katanya: Aku bershalat bersama Nabi saw., maka dalam
ruku’nya beliau membaca: “Subhana Rabbi-al a’la”. . . seterusnya hadits.
(Diriwayatkan oleh lima ahli hadits (yaitu; 1. Abu Dawud, 2. Nasai, 3.
Tirmidzi, 4. Ibnu Madjah dan 5. Ahmad) dan dishahihkan oleh Tirmidzi)”.
(2)
فِىرُكُوْعِهِ يَقُوْلُ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلَ أَنَّ ض ر عَائِشَةَ وَحَدِيْث
وَاَبُوْدَاوُدَ وَمُسْلِمٌ أَحْمَدُ رَوَاهُ) “وَالرُّوْحِ الْمَلاَئِكَةِ رَبُّ
قُدُّوْسٌ سُبُّوْحٌ” وَسُجُوْدِهِ
(الْجُزْءُالثَّانِىمِنْهُ الاَوْطَارِ فِىنَيْلِ كِلاَهُمَا – وَالنَّسَائِيُّ
Artinya: “Dan ada lagi hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim,
Abu Dawud dan Nasai dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. dalam ruku’ dan
sujudnya membaca: Subbuhun quddu-sun rabbul Mala-ikati waru-h”. (Kedua hadits
ini tersebut dalam kitab Nailul Authar juz 20
13. I’tidal
Selesai membaca
bacaan ruku’ kemudian berdiri mengangkat kepala dengan mengangkat kedua belah
tangan seperti dalam takbiratul ihrom kemudian membaca do’a berikut;
حَمِدَهُ لِمَنْ
اللَّهُ سَمِعَ
“Sami’ allahu liman hamidah”
Setelah posisi
lurus berdiri kemudian membaca do’a;
“Rabbana-wa lakalhamdu”
الْحَمْدُ وَلَكَ
رَبَّنَا
Sumber dalil
tuntunan diatas ialah hadits dari Abu Hurairah mengenai takbir diatas.
Di samping bacaam
do’a diatas terdapat bacaan do’a lainnya dalam I’tidal sebagaimana di bawah
ini:
كَمَا) (بَعْدُ شَيْئٍ مِنْ مَاشِئْتَ وَمِلْءَالاَرْضِ السَّمَوَاةِ وَمِلْءَ الْحَمْدُ رَبَّنَالَكَ اَللَّهُمَّ)
:قَالَ ض ر رَافِعٍ بْنِ
رِفَاعَةَ عَنْ الْبُخَارِيِّ وَفِىصَحِيْحِ (۱۸٤ مُسْلِمٍ رِوَايَةِ فِىبَعْضِ
الرَّكْعَةِ مِنَ
رَأْسَهُ رَفَعَ فَلَمَّا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ وَرَاء يَوْمًا
نُصَلِّى كُنَّا
كَثِيْرًا حَمْدًا
الْحَمْدُ رَبَّنَاوَلَكَ” : وَرَاءِهِ مِنْ
رَجْلٌ فَقَالَ (حَمِدَهُ لِمَنْ
اللَّهُ سَمِعَ): قَالَ
قَالَ .اللَّهِ أَنَايَارَسُوْلَ :قَالَ ؟ الْمُتَكَلِّمُ مَنِ :قَالَ فَلَمَّاانْصَرَفَ “مُبَارَكاًفِيْهِ طَيِّبًا
٠ أَوَّلَ يَكْتُبُهَا يَبْتَدِرُوْنَهَاأَيُّهُمْ مَلَكاً وَثَلاَثِيْنَ بِضْعَةً لَقَدْرَأَيْتُ
Artinya: “Ya Tuhanku, segala puji itu bagi Tuhan yang memenuhi
segala langit, yang memenuhi bumi dan yang memenuhi segala sesuatu yang Tuahn
hendakkan”. (Sebagaimana tersebut dalam hadits Muslim halaman 184).
Dan tersebut dalam
Shahih Bukhari dari Rif’ah bin Rafi’ berkata: “Adalah kita shalat pada suatu
hari di belakang Rasulullah saw., maka ketika
beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, membaca: “Sami’ alla-hu liman
hamidah”. (Mudah-mudahan Tuhan Allah mendengarkan orang yang memuju-Nya). Maka
membaca orang itu dari belakang: “Rabbana-walakalhamd, hamdan katsiran
thayyiban muba-rakan fi-h”. (Ya Tuhanku, bagi Tuahn segala puji yang banyak,
yang baik dan yang memberkati). Maka ketika sudah selesai Nabi bertanya:
“Siapakah yang membaca tadi?” orang itu menyahut: “Saya!” Maka Nabi bersabda:
“Aku telah melihat lebih dari 30 Malaikat memburunya, siapakah dari mereka yang
menulisnya lebih dulu””.
14. Sujud Pertama
Selesai I’tidal
dengan do’a diatas kemudian sujud dngan membaca takbir sebagaimana hadits Abu
Hurairah dan ayat mengenai takbir yang telah dikutip diatas.
Adapun cara sujud
ialah dengan meletakkan kedua lutut, jari kaki, kedua tangan dahi dan kemudian
hidung diatas tanah (tempat sujud secara berurutan). Setelah itu meletakkan
ujung jari kaki menghadap ke arah qiblat, kedua tangan dalam keadaan renggang
terhadap lambung dengan menganngkat kedua siku.
Dasarnya ialah
hadits Ibnu Abbas, Wail bin Hajur dan Abu Hurairah serta hadits Abdillah.
Hadits Ibnu Abbas;
أَسْجُدَ أَنْ
آُمِرْتُ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ ض ر عَبَّاسٍ لِخَبَرِابْنِ
وَاَطْرَافِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَالْيَدَيْنِ – أَنْفِهِ إِلَى
وَأَشَارَبِيَدِهِ – عَلَىالْجَبْحَةِ أَعْظُمٍ عَلَىسَبْعَةِ
(عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) الْقَدَمَيْنِ
Artinya: “Menurut hadits dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintah supaya bersujud diatas tujuh tulang
dahi seraya menunjuk kepada hidungnya – diatas dua belah tangan, kedua lutut
dan diatas kedua ujung kaki”.” (Muttafaq ‘alaih)
Hadits Wail bin
Hajur;
وَضَعَ إِذَاسَجَدَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ رَأَيْتُ :حُجْرٍقَالَ بْنِ
وَائِلِ وَحَدِيْثِ
(الاَوْطَارِ نَيْلِ
كَمَافِى اِلاَأَحْمَدَ الْخَمْسَةُ رَوَاهُ) يَدَيْهِ رَفَعَ
وَإِذَانَهَضَ ، يَدَيْهِ قَبْلَ
رُكْبَتَيْهِ
Artinya: “Ada lagi hadits dari Wail bin Hadjur, katanya: “Aku
melihat Rasulullah saw. bila bersujud meletakkan kedua lutut sebelum kedua
tangannya dan kalau berdiri mengangkat kedua tangannya sebelum kedua
lututnya””. (Diriwayatkan oleh lima imam kecuali Ahmad, sebagaimana yang
tersebut dalam kitab Nailul Authar).
Hadits Abu
Hurairah;
إِذَاسَجَدَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلُ قَالَ : قَالَ ض
ر أَبِىهُرَيْرَةَ وَحَدِيْثِ
(الْوُصُوْلِ فِىتَيْسِيْرِ قَالَهُ) ٠ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ
يَدَيْهِ يَضْعُ الْبَعِيْرُ كَمَايَبْرُكُ فَلاَيَبْرُكْ أَحَدُكُمْ
Artinya: “Dan menurut hadits dari Abu hurairah ra. yang mengatakan
bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Kalau salah seorang dari padamu bersujud, maka
janganlah berdekam sebagai unta berdekam, ialah meletakkan tangannya sebelum
lututnya””. (Tersebut dalam kitab Taisirul-Wushul)
Hadits ‘ Abdillah:
إِذَاصَلَّى كاَنَ : وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ بُحَيْنَةَ بْنِ مَالِكِ
بْنِ عَبْدِاللَّهِ لِحَدِيْثَ
أَنَّ : مُسْلِمٍ وَفِىصَحِيْحِ (عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ) ٠ إِبْطَيْهِ حَتَّىيَبْدُوَبَيَاضُ يَدَيْهِ بَيْنَ فَرَّجَ
حَتَّىإِنِّى إِبْطَيْهِ عَنْ
يَدَيْهِ فَرَّجَ إِذَاسَجَدَ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلَ
إِبْطَيْهِ لَأَرَىبَيَاضَ
Artinya: “Lihatlah hadits Abi Humaid mengenai ruku’. Dan mengingat
hadits dari “Abdullah bin Malik bin Buhainah, bahwa Nabi saw. jika shalat
merenggangkan antara kedua tangannya sehingga kelihatan putih ketiaknya.
(Muttafaq ‘alaih atau diriwayatkan Bukhari dan Muslim) Dan dalam Shahih Muslim
bahwa Rasulullah saw. jika bersujud merenggangkan kedua tangannya dari
ketiaknya, sehingga kulihat putih ketiaknya. Dan hadits dari Bara’ bin ‘Azib
dalam shahih Muslim juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda; “Bila kamu bersujud,
letakkanlah kedua belah telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu””.
Setelah sempurna
sujudnya kemudian membaca do’a: “Subhanakallahumma rabbana- wa
bihamdikalla-hummaghfirli”. Dasarnya ialah hadits Aisyah sebagaimana telah
dikutip dalam bahasan ruku.
15. Duduk diantara Dua Sujud
Selesai membaca
do’a dalam sujud kemudian mengangkat kepala dengan bertakbir dan kemudian duduk
tenang. Setelah itu lalu membaca do’a: “Allahummaghfirli warhamni wajburni
wahdini warzuqni”. Dasarnya ialah hadits Ibnu Abbas di bawah ini.
: السَّجْدَتَيْنِ بَيْنَ
يَقُوْلُ كاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ عَبَّاسٍ ابْنِ
عَنِ لِمَارُوِيَ
كمافى الترمذي
رواه) ٠ وَارْزُقْنِي وَاهْدِنِيْ وَاجْبُرْنِى وَارْحَمْنِي اغْفِرْلِي اَللَّهُمَّ
(الاوطار نيل
Artinya: “Mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Tarmidzi dari Ibnu
Abbas ra. bahwa Nabi saw. diantara kedua sujud mengucapkan: Allahummaghfirli-
warhamni- wajburni- wahdini- warzuqni-” (tersebut dalam kitab Nailul Authar).
16. Sujud Kedua
Selesai membaca
do’a dalam duduk setelah sujud untuk yang kedua dengan cara dan bacaan do’a
seperti sujud pertama.
17. Berdiri Raka’at Kedua
Begitu selesai
membaca do’a untuk sujud kedua, kemudain mengangkat kepala dengan takbir dan
duduk sebentar sebelum berdiri untuk melakukan rakaat kedua dengan menekankan
tangan di tempat sujud.
Dasar dari cara
melakukan tindakan setelah selesai sujud yang kedua ialah firman Allah dalam
surat al-Hajj ayat 77 dan hadits-hadits Abu Hurairah dan Aisyah sebagaimana
dikutip dalam bahasabn mengenai ruku’ diatas.
Di samping itu juga
dari sumber hadits dari Malik bin Huwairits berikut;
يُصَلِّىْفَاِذَكاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ رَأَى
أَنَْهُ ض ر الْحُوَيْرِثِ بْنِ مَالِكِ
لِحَدِ
(صحيحژفي ال
رواه) قَاعِدًا يَسْتَوِيَ حَتَّى
يَنْهَضْ لَمْ صَلاَتِهِ مِنْ فِىْوِتْرٍ
قَامَ ثُمَّ
عَلَىالاَرْضِ وَاعْتَمَدَ جَلَسَ الثَّانِيَةِ السَّجْدَةِ مِنَ رَأْسَهُ فَإِذَارَفَعَ : لَهُ لَفْظٍ
وَفِى
Artinya: “Menilik hadits dari Malik Ibn
Huwairits mengatakan bahwa ia mengetahui Nabi saw. shalat; maka apabila beliau
berada dalam raka’at ganjil dari shalatnya, beliau sebelum berdiri, duduk
dahulu sehingga lurus duduknya”. (Riwayat Bukhari dalam shahihnya). Ada lain
hadits oleh Bukhari juga, apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud yang
kedua, duduk dan menenkan kepada tanah lalu berdiri.”
Setelah berdiri dengan tenang kemudian mengerjakan berbagai kegiatan seperti rakaat pertama dengan tata
urutan yang sama. Bedanya ialah bahwa
dalam rakaat kedua tidak perlu membaca do’a iftitah dan bacaan salah satu surat al-Qur’an.
Dasarnya, di samping hadits Abu Hurairah sebagaimana telah dikutip
dalam bahasan mengenai ruku’ juga hadits Abu Hurairah di bawah ini.
الرَّكْعَةِ مِنَ
إِذَانَهَضَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ كاَنَ : مُسْلِمٍ صَحِيْحِ فِيْ وَلَهُ
يَسْكُتْ وَلَمْ
الْعَالَمِيْنَ رَبِّ لِِلَّهِ بِالْحَمْدُ الْقِرَاءَةَ اِسْتَفْتَحَ الثَّانِيَةِ
Artinya: “Dan tersebut dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah juga
bhawa jikalau Rasulullah saw. berdiri dari raka’at kedua, beliau tidak diam
melainkan memulai bacaan dengan “Alhamdulilla-hi rabbil ‘a-lami-n””.
Dalam satu penjelasan
di akhir bab shalat, Tarjih memberi keterangan bahwa yang dimaksud dengan
hadits ini ialah bahwa rakaat kedua dimulai tanpa do’a iftitah, tetapi langsung
membaca al-Fatihah dengan didahului membaca Ta’awudz dan Basmalah.
18. Duduk Tasyahud Awal
Setelah mengerjakan
seluruh rangkaian raka’at kedua, setelah sujud yang kedua, yang kemudian perlu
dilakukan ialah duduk Tasyahud awal.
Adapun cara
melakukan duduk Tasyahud awal ini ialah dengan duduk diatas kaki kiri dan
bertumpu pada kaki kanan. Setelah itu kedua tangan diletakkan diatas kedua
lutut dengan menjulurkan jari tangan kiri dan tangankanan menggengam jari
kelingking, jari manis dan jari tengah. Jari telunjuk diacungkan dan ujung ibu
jari menyentuh jari tengah.
Landasan dalil dan
cara diatas ialah hadits Abu Humaidi mengenai ruku’ dan hadits Ibnu Umar
berikut;
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلَ أَنَّ ض ر عُمَرَ
ابْنِ عَنِ مُسْلِمٍ صَحِيْحِ وَلِمَافِى
الْيُمْنَى يَدَهُ
وَضَعَ الْيُسْرَىوَ عَلَىرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى يَدَهُ وَضَعَ فِىالتَّشَهُّدِ إِذَاقَعَدَ كاَنَ
:ض ر الزُّبَيْرِى عَنِ أَيْضًا
وَفِيْهِ ، السَّبَابَةِ وَأَشَارَبِأَصْبُعِهِ وَخَمْسِيْنَ ثَلاَثٌا وَعَقَدَ
عَلَىفَخِذِهِ الْيُمْنَى يَدَهُ
يَدْعُوْوَضَعَ إِذَاقَعَدَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ كاَنَ
عَلَى إِبْهَامَهُ وَوَضَعَ السَّبَابَةِ بِأَصْبُعِهِ وَأَشَارَ الْيُسْرَى فَخِدِهِ عَلَى
الْيُسْرَى الْيُمْنَى
رُكْبَتَهُ الْيُسْرَى كَفُّهُ
وَيَلْقَمُ الْوُسْطَى أَصْبُعِهِ
Artinya: “Dan yang tersebut dalam shahih Muslim dari Ibnu Umar ra.
Bahwa Rasulullah saw. Jika duduk dalam tasyahud, meletakkan tangan kirinya
diatas lutut kirinya dan tangan kanan diatas lutut kanannya serta
menggenggamkannya seperti membuat isyarat “Lima puluh tiga” dengan mengacungkan
jari telunjuknya, dan telapak tangan kirinya menggengam lututnya”.
19. Raka’at Ketiga dan Keempat
Setelah selesai mengerjakan
tasyahud awal kemudian berdiri dan takbir mengerjakan raka’at ketiga jika itu
shalat maghrib atau empat jika itu shalat dzuhur, ashar dan isya. Cara
melakukan raka’at ketiga dan atau keempat sama seperti rakaat kedua sebagaimana
telah dikemukakan tanpa membaca do’a iftitah dan salah satu surat dari
al-Qur’an.
Namun demikian
apabila itu shalat subuh setelah sujud
kedua dalam rakaat kedua maka langsung mengerjakan tasyahud akhir.
Jika sedang
mengerjajkan shalat dengan tiga atau empat rakaat, selesai tasyahud awal
kemudian berdiri dan bertakbir dengan
mengangkat tangan. Dasarnya ialah hadits berikut:
فِىْ دَخَلَ
إِذَا كاَنَ ض ر عُمَرَ
ابْنَ أَنَّ : نَافِعٍ عَنْ
صَحِيْحِهِ فِي الْبُخَرِيٌّ لِمَارَوَى
رَفَعَ حَمِدَهُ لِمَنْ
اللَّهُ سَمِعَ : وَإِذَاقَالَ ، يَدَيْهِ رَفَعَ وَإِذَارَكَعَ يَدَيْهِ وَرَفَعَ كَبَّرَ
الصَّلاَةِ
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ عَنِ
عُمَرَ ابْنُ ذَلِكَ رَفَعَ). يَدَيْهِ رَفَعَ الرَّكْعَتَيْنِ مِنَ وَإِذَاقَامَ ، يَدَيْهِ
عَنِ دَثَّارٍ بْنِ مَحَارِبَ طَرِيْقِ مِنْ الْبُخَارِىُّ وَصَحَّحَهُ وَرَوَىأَبُوْدَاوُدَ (وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
كَبَّرَ فِىالرَّكْعَتَيْنِ إِذَاقَام وَسَلَّمَ عَلَيْهِ َ
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىُِّ كاَنَ : قَالَ ض
ر عُمَرَ ابْنِ
(١٥١ ص الثَّانِىمِنْهُ الْجُزْءُ) فِىالْفَتْحِ قَالَهُ شَوَاهِدُ وَلَهُ يَدَيْهِ وَرَفَعَ
Artinya: “Dalam shahih Bukhari dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar kalau
shalat bertakbir serta mengangkat kedua tangannya, kalau ruku’ mengangkat kedua
tangannya, apabila membaca “sami’alla-hu liman hamidah” mengangkatnya, dan jika
berdiri dari rakaat yang kedua mengangkatnya pula. (Hadits ini marfu’
(disambungkan) oleh Ibnu Umar kepada Nabi saw.). dan dalam riwaayat Abu Dawud
yang dishahihkan oleh Bukhari perantaraan Muharib bin Datsar dari Ibnu Umar
juga, bahwa Nabi saw.apabila berdiri dari rakaat yang kedua bertakbir dan
mengangkat kedua tangannya.” (Dan hadits ini dikuatkan oleh oleh hadits lain
sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Fath Djuz II halaman 152)
Hadits Abu
Hurairah;
-٣٠- فِى الْمُتَقَدِّمِ مُسْلِمٍ فِىصَحِيْحِ أَيْضًا
وَلَهُ -١٤- فِى الْمُتَقَدِّمِ اَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
-١١- فِى الْمُتَقَدِّمِ فَتَادَةَ أَبِى
وَلِحَدِيْثِ
Artinya: “Lihatlah Hadits Abu Hurairah yang tersebut dalam no.14,
dan dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah yang tersebut pada no. 30 dan hadits
Abu Qatadah yang tersebut pada no.11 diatas”.
20. Duduk Tasyahud Akhir
Cara mengerjakan
Tasyahud akhir ialah dengan duduk diatas tempat sujud sedang kaki kiri masuk di
bawah kaki kanan yang diletakkan di samping pantat.
Landasan penerapan
cara diatas ialah hadits Abu Humaid mengenai ruku’ yang telah dibahas diatas.
Adapun bacaan
tasyahud dalam duduk akhir ini ialah sebagai berikut;
“Attahiyya-tu lilla-h washshalawa-tu waththayyiba-t, assala-mu
‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa baraka-tuh. Assala-mu ‘alaina- wa
‘ala ‘iba-dilla-hish sha-lihi-n. Asyhadu alla-ila-ha ila-ha illalla-h wa
asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu- wa rasu-luh”.
Dasarnya ialah
hadits dari Abdullah bin Mas’ud berikut;
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ
رَسُوْلِ صَلَّيْنَاخَلْفَ كُنَّاإِذَا :قَالَ ض
ر مَسْعُوْدٍ بْنِ عَبْدِاللَّهِ لِمَارُوِىَعَنْ
إِلَيْنَا فَالْتَفَتَ وَفُلاَنٍ عَلاَفُلاَنٍ اَلسَّلاَمُ : وَمِيْكاَئِيْلَ جِبْرِيْلَ عَلَى
السَّلاَمُ :قُلْنَا وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
: فَلْيَقُلْ فَإِذَاصَلَّىاَحَدُكُمْ هُوَالسَّلاَمُ اللَّهَ
إِنَّ :فَقَالَ وَسَلَّم عَلَيْهِ َ
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ
وَجْهٍ مِنْ
خُزَيْمَةَ وَلاِبْنِ ٠ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ الْحَدِيْثُ وَالطَّيِّبَاةُ وَالصَّلَوَاتُ لِلَّهِ
اَلتَّحِيَّاتُ
التَّشَّهُدَ وَسَلَّم عَلَيْهِ َ
صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ عَلَّمَنِى : عَبْدِاللَّهِ عَنْ الأَسْوَادِ عَنِ آَخَرَ
اَخِرِهَا وَفِي
الصَّلاَةِ فِىوَسَطِ
Artinya: Karena hadits dari Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa tatkala
kita shalat di belakang Rasulullah saw. Kita sama membaca;
“Assala-nu ‘ala
Jibri-la wa Mika-i-la Assala-mu ‘ala- fula-n wa fula-n”, maka berpalinglah
Rasulullah saw. Kepada juta lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Yang Maha
Selamat, maka apabila salah seorang dari padamu shalat, hendaklah berdo’a: Attahiyya-tu lilla-h washshalawa-tu
waththayyiba-t . . . dan seterusnya hadits” (Mutaffaq alaih). Dalam kitab Fath
(Juz II halaman 200) dari Aswad dan Abdullah pula dengan riwayat lain oleh Ibnu
Khuzaimah, bahwa Rasululllah saw. Telah mengajarkan kepadaku tasyahud dalam
pertengahan dan penghabisan shalat”
Selanjutnya setelah membaca tasyahud kemudian membaca shalawat
berikut;
٠ إِبْرَهِيْمَ وَأَلِ
عَلَىإِبْرَاهِيْمَ
كَمَاصَلَّيْتَ ، مُحَمَّدٍ وَعَلَىاَلِ عَلَىمُحَمَّدٍ صَلِّى
اَللَّهُمَّ
إِنَّكَ ٠ إِبْرَاهِيْمَ وَأَلِ عَلَىإِبْرَاهِيْمَ كَمَابَارَكْتَ ، مُحَمَّدٍ وَأَلِ عَلَىمُحَمَّدٍ وَبَارِكْ
مَجِيْدٌ حَمِيْدٌ
“Allah-humma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala a’li Muhammad, kama
shallaita ‘ala Ibra-hi-m wa a-li Ibra-him, wa ba-rik ‘ala Muhammad wa a-li
Muhammad, kama- ba-rakta ‘ala- Ibra-hi-m wa a-li Ibra-hi-m, innaka hami-dum
maji-d”.
Dasarnya ialah
hadits Ka’ab bin ‘Ujrah berikut;
أَنَّهُ وَسَلَّم عَلَيْهِ َ
صَلَّىاللَّهُ النَّبِيِّ عَنِ عُجْرَةَ بْنِ كَعْبِ
عَنْ (١٠٢ ص ا
ج) وَفِىالاُمِّ
َ كَمَاصَلَّيْتَ مُحَمَّدٍ اَلِ
وَعَلَى مُحَمَّدٍ عَلَى صَلِّى اَللَّهُمَّ ” : فِىالصَّلاَةِ يَقُوْلُ كاَنَ
عَلَىاِبْرَاهِيْمَ كَمَابَارَكْتَ مُحَمَّدٍ وَاَلِ
مُحَمَّدٍ عَلَى وَبَارِكْ . إِبْرَاهِيْمَ وَاَلِ عَلَىاِبْرَاهِيْم
مَنْصُوْرٍ بْنِ
فَعِنْدَسَعِيْدٍ (٢١٨
ص ٢ ج) وَفِىالْفَتْحِ “حَمِيْدٌمَجِيْدٌ إِنَّكَ . اِبْرَاهِيْمَ وَاَلِ
بَعْدُ لِنَفْسِهِ يَدْعُوْ ثُمَّ
Artinya: “”Dan dalam kitab Um (juz I halaman 102) dari Ka’b bin
‘Ujrah, bahwa Nabi saw. Membaca shalawat: “Alla-humma shalli ala’ Muhammad wa
‘ala a’li Muhammad, kama shallaita ‘ala Ibra-hi-m wa a-li Ibra-him, wa ba-rik
‘ala Muhammad wa a-li Muhammad, kama- ba-rakta ‘ala- Ibra-hi-m wa a-li
Ibra-hi-m, innaka hami-dum maji-d”. Dan dalam kitab Fath (juz II halaman 218),
maka pada Said bin Mansur dan Abu Bakar bin Abi Sjaibah dengan sanad
(rangkaian) shahih sampai kepada Abu Ahwash berkata: “berkata ‘Abdullah:
“Supaya orang itu dalan shalatnya membaca tasyahud lalu membaca shalawat kepada
nabi saw. Kemudian berdo’a untuk dirinya sendiri””.
21. Do’a lain sesudah Tasyahud
Dalam hal ini
Tarjih dalam HPT-nya menambahkan keterangan bahwa bacaan Tasyahud dari riwayat
Ibnu Abbas, dimulai dari; “Attahiyya-tush shalawa-tuth thayyiba-tu lilla-h” dan
seterusnya,
Berikutnya ialah
berdo’a kepada Tuhan dengan do’a yang lebih pendek daru tasyhadud. Adapun isi
dan bentuk do’anya bebas. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Mas’ud berikut
ini;
قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ مُحَمَّدًا إِنَّ :قَالَ مَسْعُوْدٍ ابْنِ عَنِ
الأَوْطَارِ نَيْلِ فِي لِمَاوَرَدَ
عَلَيْكَ اَلسَّلاَمُ ، وَالطَّيِّبَاتُ وَالصَّلَوَاةُ ، لِلَّهِ
اَلتَّحِيَّةُ ”:فَقُوْلُوْا رَكْعَتَيْنِ فِىكُلِّ إِذَاقَعَدْتُمْ :
أَنْ أَشْهَدُ ٠الصَّالِحِيْنَ عِبَادِاللَّهِ عَلَيْنَاوَعَلَى اَلسَّلاَمُ ، وَبَرَكاَتُهُ اللَّهِ وَرَحْمَةُ النَّبِيُّ أَيُّهَا
أَعْجَبَهُ الدُّعَاءِ مِنَ أَحَدُكُمْ لْيَتَخَيَّرْ ثُمَّ “وَرَسُوْلُهُ عَبْدُهُ مُحَمَّدًا اَنَّ
وَأَشْهَدُ ، اِلاَّاللَّهُ لاَاِلَهَ
ابْنِ عَنِ الْوُصُوْلِ وَفِىتَفْسِيْرِ .(وَالنَّسَائِيُّ أَحْمَدُ رَوَاهُ) وَجَلَّ عَزَّ رَبَّهُ بِهِ
فَلْيَدْعُ إِلَيْهِ
الرَّكْعَتَيْنِ فِى إِذَاجَلَسَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلَ كاَنَ :قَالَ ض
ر مَسْعُوْدٍ
حَتَّىيَقُومَ عَلَىالرَّضْفِ كَاَنَّهُ الاُلَيَيْنِ
Artinya: “Menilik yang tersebut dalam kitab Nailul Authar,d ari Ibnu
Mas’ud ra. katanya, bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Bila kamu duduk dalam
tiap-tiap dua raka’at, bacalah: Atthahiyatu lillah washalawa-tu wathayyiba-t,
Assala-mu ‘alaikaayyuhan Nabiyu wa rahmatulla-hi wabaraka-tuh, assala-mu
‘alaina wa’ala-‘iba-dilla-hish sha-lihin. Asyhadu alla- illa-ha illalla-h wa
asyadu anna Muhammad ‘abduhu-wa rasu-luh”, lalu pilihlah do’a yang disukai dan
berdo’alah dengan itu kepada Tuhannya”. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasai).
Dan dalam kitab Taisirul Wushul dari Ibnu Mas’ud ra. bahwa Rasulullah saw. jika
duduk dalam dua raka’at diatas batu yang panas, hingga segera berdiri.
Selanjutnya membaca
do’a untuk memohon perlindungan Allah sebagaimana bacaan berikut;
وَالْمَمَاتِ الْمَحْيَا فِتْنَةِ وَمِنْ
الْقَبْرِ عَذَابِ وَمِنْ جَهَنَّمَ عَذَابِ مِنْ
أَعْوْذُبِكَ إِنِّى اَللَّهُمَّ
الدَّجَّالِ الْمَسِيْحِ شَرِّفِتْنَةِ وَمِنْ
“Alla-humma inni-a’u-dzu bika min ‘adza-bi jahannama wa min
‘adza-bil qabri wa min fitnatil mahya- walmama-ti wa min syarri fitnatil
masi-hid dajja-l”
Dasarnya ialah
hadits Abu Hurairah berikut:
إِذَاتَشَهَّدَ :وَسَلَّم عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ قَالَ :قَالَ ض
ر أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
مُسْلِمٌ رَوَاهُ) الْحَدِيْثَ ٠ “أَعُوْذُبِكَ إِنِّ اَللَّهُمَّ” :يَقُوْلُ أَرْبَعٍ مِنْ بِااللَّهِ فَلْيَسْتَعِذْ أَحَدُكُمْ
مِنْ بِاللَّهِ فَلْيَتَعَوَّذْ الاَخِرِ التَّشَهُّدِ مِنَ
اَحَدُكُمْ إِذَافَرَغَ : بِلَفْظٍ أَيْظً
وَفِيْهِ (فِىصَحِيْحِهِ
(اَلْحَدِيْثِ) أَرْبَعٍ
Artinya: “Dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah menerangkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang dari padamu bertasyahud,
hendakklah minta perlindungan kepada Allah dari empat perkara (yaitu; 1.siksa
jahannam, 2. siksa kubur, 3. fitnah hidup dan mati dan 4. fitnah dajjal
(pendusta berkeliaran)), dengan berdo’a: “Alla-humma inni-a’u-dzubika”. . . dan
seterusnya hadits. Demikian pula dalam riwayat lain, dengan kalimat: “Kalau
selesai bertasyahud akhir, hendaklah meminta perlindungan dari empat perkara” .
. . dan seterusnya hadits”.
22. Membaca Salam
Terakhir ialah
membaca dengan berpaling ke kanan dan ke kiri. Berpaling ke kanan sampai
terlihat pipi-kananmu dan yang kedua ke kiri sampai terlihat pipi-kirimu oleh
orang yang berada di belakangmu. Landasannya ialah hadits Abu Dawud sebagaimana
telah dibahas dalam hal takbir awal dan hadits Sa’id di bawah ini.
رَسُوْلَ أَرَى
كُنْتُ :قَالَ سَعِيْدٍ وَلِحَدِيْثِ -١- فِى الْمُتَقَدِّمِ وَالتِّرْمِذِىِّ دَاوُدَ
أَبِي لِحَدِيْثِ
٠ خَدِّهِ بَيَضَ حَتَّىأَرَى يَسَارِهِ وَعَنْ يَمِيْنِهِ عَنْ
يُسَلِّمُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ
(فِىصَحِيْحِهِ مُسْلِمٌ رَوَاهُ)
Artinya: “Periksalah dalil yang tersebut no.1. dan hadits dari Sa’d:
“Saya melihat Rasulullah saw. bersalam ke arah kanan dan ke arah kirinya,
sampai kulihat putihi pipinya””. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab
Shahihnya).
Bersamaan dengan gerakan berpaling itu membaca bacaan,
“assalamu’alaikum wa rahmatulla-hi wa baraka-tuh.”
Hal diatas
didasarkan hadits Abu Dawus berikut;
صَلَّىاللَّهُ النَّبِىِّ مَعَ
صَلَّيْتُ :قَالَ حُجْرٍ
بْنِ وَائِلِ عَنْ أَبِىدَاوُدَبِإِسْنَادٍصَحِيْحٍ لِحَدِيْثِ
وَعَنْ ، “وَبَرَكاَتُهُ اللَّهِ وَرَحْمَةُ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ” يَمِيْنِهِ عَنْ يُسَلِّمُ فَكاَنَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
(الْمَرَامِ بُلُوْغُ فِي
قَلَهُ) “وَبَرَكاَتُهُ اللَّهِ
وَرَحْمَةُ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ” شِمَالِهِ
Artinya: “Menurut hadits Abu Dawud dengan sanad shahih dari Wail bin
Hujur, katanya: “Aku shalat bersama-sama Rasulullah saw. maka beliau bersalam
ke kanannya dengan membaca: “assala-mu ‘alaikum wa rahmatullahi wa baraka-tuh
””. (tersebut di dalam kitab Bulughul Maram).
Jika shalatnya
hanya dua raka’at, maka letak do’a Isti’adzah (A’udzu billa-h) terletak setelah
membaca “shalawat kepada nabi” sesudah raka’at yang kedua. Kemudian mengucapkan
salam sebagaimana tersebut diatas. Dasarnya ialah hadits mengenai takbir
pertama atau takbiratul ikhram yang telah dibahas dan hadits mengenai salam
diatas.
Teks asli
kesimpulan Tarjih dalam HPT ialah sebagaimana berikut;
-٤٠- فِى الْمُتَقَدِّمِ حُجْرٍ
بْنِ وَائِلِ وَلِحَدِيْثِ ، -١- فِى الْمُتَقَدِّمِ أَبِىهُرَيْرَةَ لِحَدِيْثِ
Artinya: “Periksalah dalil nomor 38 nomor 1 dan dalil Wail bin
Hujur, nomor 40 tersebut diatas”.
Mengenai tata cara
shalat demikian itu tidak ada keterangan yang membedakan antara wanita dan
pria. Dasarnya sebagaimana kutipan Tarjih dalam HPT berikut;
بْن أَمْرُهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ
صَلَّى النَّبِىِّ عَنِ قُدْرُوِىَ نَعَمْ فِىذَلِكَ الْحَدِيْثِ وُرُوْدِ لِعَدَمِ
ِ زَيْدِ
عَنْ اَبِىدَاوُدَ كَمَافِىمَخْرَجِ فِىالصَّلاَةِ بَعْضِهَاإِلَىبَعْضٍ الْمَرْأَةِ بِضَمٍّ
(الاَوَّلِ الْجُزْءِ السَّلاَمِ فِىسُبُلِ قَالَهُ ). مُرْسَلٌ هَذَالْحَدِيْثِ إِلاَّأَنَّ ، أَبِىحَبِيْبٍ
Artinya: “Sebab tidak ada hadits tentang hal ini (perbedaan pria dan
wanita dalam bershalat). Benar telah diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau
menyruh wanita supaya merapatkan
setengah anggotanya kepada
lainnya, dalam sholat, sebagai hadits Abu Dawud dari Zaid bin Abi Habib, hanya
saja hadits ini mursal (sebagaimana yang tersebut dalam kitab sulubus-salam juz
pertama)”.
- Bacaan Ta’awwudz dan Tiap Raka’at
Dalam buku HPT setelah bahasan mengenai tata cara dan
bacaan shalat, terdapat penjelasan ringkas
mengenai beberapa hal.
1.
Ta’awwudz
dan Basmalah Tiap Raka’at
Mengingat ada catatan penting, teks penjelasan itu
dimuat lengkap secara bebas di bawah ini. Dalam penjelasan itu dinyatakan
bahwa; (1) Do’a iftitah dibaca pada raka’at pertama saja; (2) Pada raka’at
ketiga dan keempat tidak dibaca surat lain selain fatihah; (3) Selesai raka’at
pertama (sujud kedua) langsung berdiri membaca surat al-Fatihah tanpa do’a
iftitah.
Sementara itu bacaan ta’awwudz dan basmalah tetap
dibaca. Mengenai raka’at kedua tanpa iftitah diatas sejalan dengan keputusan
Kongres ke-19 di Minangkabau 1930. kongres tersebut selanjutnya menyatakan
bahwa; (a) Bacaan ta’awwudz dan Basmalah tetap seperti yang tersebut dalam
kitab ini, yakni dibaca dalam tiap raka’at; (b) Bacaan fatihah bagi makmum
adalah wajib walaupun imam membaca dengan keras atau tidak.
2.
Lampiran
Bacaan Shalat
Dalam HPT dilampirkan catatan khusus mengenai bacaan
shalat lengkap dengan artinya. Catatan lampiran ini sangat membantu karena
kutipan hadits dalam HPT yang mengandung rumusan mengenai cara shalat sering
tumpang tindih dengan hadits serupa lainnya. Hal ini mengakibatkan orang yang
membaca harus jeli memilah-milah. Kesulitan demikian ditambah dengan sering
tidak lengkapnya kutipan hadits dalam HPT tersebut.
Megningat pertimbangan diatas, lampiran bacaan shalat
dalam HPT itu akan dimuat lengkap baik teks Arab yang kemudian diikuti salinan
teks dalam tulisan Latin dan artinya di bawah ini yang diletakkan secara
berurutan sesuai gerakan shalat;
- Takbiratul Ikhram
اَكْبَرُ اَللَّهُ
“Allahu akbar”
Artinya: “Allah Maha Agung”
- Do’a Iftitah
نَقِّنِى اَللَّهُمَّ ، وَالْمَغْرِبِ الْمَشْرِقِ بَيْنَ كَمَابَاعَدْتَ خَطايَاىَ وَبَيْنَ بَيْنِى
بَاعِدْ اَللَّهُمَّ
بِالْمَاءِ خَطَايَايَ اغْسِلْ
اَللَّهُمَّ ، الدَّنَسِ مِنَ
الإَبْيَضُ الثَّوْبُ كَمَايُنَقَّ الْخَطَايَا مِنَ
وَالْبَرَدِ وَالثَّلْجِ
“Alla-humma ba-‘id baini wa baina khatha-ya-ya kama- ba-‘atta bainal
masyriqi wal maghrib. Alla-humma naqqini minal khatha-ya kama- yunaqqats
tsaubul abyadu minaddanas. Alla-hummaghsil khatha-ya-ya bilma-I watsalji wal
barad”.
Artinya: “Ya Allah, jauhkanlah antaraku dan antara segala
kesalahanku, sebagaimana kau telah jauhkan
antara Timur dan Barat. Ya Allah bersihkanlah aku dari kesalahan
sebagaimana dibersihkan pakaian putih dari kekotoran. Ya Allah cucilah segala
kesalahanku dengan air salju dan air hujan beku”.
- Do’a Iftitah lain
اِنَّ ، الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ حَنِيْفًامُسْلِمًاوَمَاأَنَا وَالاَرْضَ فَطَرَالسَّمَوَاتِ لِلّذِى وَجْهِيَ وَجَّهْتُ
وَأَنَا أُمِرْتُ وَبِذَلِكَ لَهُ لاَشَرِيْكَ ، العَالَمِيْنَ رَبِّ لِلَّهِ
وَمَمَاتِيْ وَمَحْيَايَ صَلاَةِىوَنُسُكِى
وَاَنَا
رَبِّي أَنْتَ ، اِلاَّأَنْتَ لاَاِلَهَ الْمَلِكُ أَنْتَ اَللَّهُمَّ (الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ
وَأَنَا) الْمُسْلِمِيْنَ أَوَّلُ
اِلاَّاَنْتَ الذُّنُوْبِ لاَيَغْفِرُ جَمِيْعًا بِذَنْبِىفَاغْفِرْلِىذَنُبِى نَفْسِىوَاعْترَفْتُ ضَلَمْتُ عَبْدُكَ
سَيِّئَهَا عَنِّى لاَيَصْرِفُ سَيِّئَهَا عَنِّى وَاصْرِفْ لاَيَهْدِىلِأَحْسَنِهَاالأَخْلاَقِ وَاهْدِنِىلِاَحْسَنِ
، وَإِلَيْكَ اَنَابِكَ ، إِلَيْكَ وَالشَّرُّلَيْسَ ، فِىيَدَيْكَ كَلُّهُ وَالْخَيْرُ وَسَعْدَيْكَ لَبَّيْكَ ، إِلاَّاَنْتَ
إِلَيْكَ وَاَتُوْبُ اَسْتَغْفِرُكَ وَتَعَالَيْتَ تَبَارَكْتَ
“Wajjahtu wajhiya liladzi fatharas sama-wa-ti wal ardla hani-fan
musliman wa ma- ana- minal musy riki-n. Inna shalati wa nusuki wa mahya-ya wa
mama-ti lillahi rabbil ‘a-lami-n. La-syari-kalauwa bidza-lika ummirtu wa
ana-awwalul muslim-n”. Alla-humma antal maliku la-ila-ha illa-anta, anta
rabbi-wa ana ‘abduka, dhalamtu nafai- wa’taraftu bidzambi-fagh
firli-dzunu-bi-jami’-an. la-yagh firudz dzunu-ba illa- anta, wah dini-li
ahsanil akhla-qi la-yahdili ahsaniha-illa- anta. Washrif ‘anni sayyiaha-la-yash
rifu ‘anni-sayyiaha-illa-anta. Lab-baika wa sa’daika wal khairu
kulluhu-fiyadaika, wasysyarru laisa ilaika. Ana-bika wa ilaika. Tabarakta wa
ta’a-laita astaghfiruka wa atu-bu ilaika”.
Artinya: “Aku hadapkan wajahku, ke ahdapan Yang Maha Menjadikan
semua langit dan bumi, dengan tulus hati dan menyerah diri dan aku bukanlah
gologan orang-orang musyrik. Sungguh shalatku, Ibadahku hidup dan matiku adalah
kepunyaan Tuhan yang menguasai seluruh alam, yang tidak bersyarikat dan
bandingannya, maka dengan demikan aku diperintah dan aku menjadi orang yang
mula-mula berserah diri (daripada orang-orang yang berserah diri). Ya Allah,
Engkaulah raja, tidak ada yang disembah melainkan Engkau. Engkaulah Tuhanku dan
aku inilah hambamu, aku telah berbuat aniaya pada diriku dan mengakui dosaku.
Maka ampunilah dosa-dosaku semua, yang mana tidak ada yang mengampuni dosa,
selain Engkau. Dan berilah petunjuk-Mu padaku, budi pekerti yang bagus, yang
mana tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada bagusnya budi pekerti selain
Engkau. Dan jauhkan dariku kelakuan jahat, yang mana tidak ada yang dapat
menjauhkannya kecuali Egnkau. Aku junjung dan aku turutlah perintah Engkau;
sedang semua kebaikan itu ada pada tangan Engkau, dan kejahatan itu tidak pada
engkau. Aku dengan Engkau dengan kembali kepada engkau. Engkaulah yang Maha
Memberkati dan Maha Mulia, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada Engkau.”
- Bacaan Ta’awwudz
الرَّخِيْمِ الشَّيطَانِ مِنَ بِاللَّهِ أَعُوْذُ
A’-udzu billa-hi minasy syaithanirraji-m
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari syaithan yang terkutuk”.
- Bacaan Basmalah
الرَّحِيْمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ
بِسْمِ
Bismilla-hirrahma-nirrahi-m
Artinya: “Atas nama Allah, Mah Pemurah, Maha Pengasih”.
- Bacaan Fatihah
Alhamdu lilla-hi Rabbil ‘alami-n. Arrahma-nir rahi-m. Ma-liki
yaumiddi-n. Iyya-ka na’budu waiyyaka nasta’in. Ihdinash shirathal mustaqi-m,
shira-thal ladzi-na an’amta ‘alaihim ghoiril maghdu bi alaihim waladldla-lli-n.
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang, Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu)
jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
- Bacaan Ta’min
آمِيْنَ
A-mi-n
Artinya: “Kabulkanlah permohonanku!”
- Bacaan Surat dari Al-Qur’an
Berikut dikutipkan contoh bacan surat-surat pendek
setelah membaca Fatihah untuk raka’at pertama dan kedua.
(1)
Contoh
Surat al-Ashr
Surat al-‘Ashr (diturunkan di Mekkah terdiri dari tiga
ayat);
Wal ‘ashriinnal
insa-na lafikhusrin. Illal ladzinaa-manu-wa ‘amilush sha-liha-ti wa tawashaubil
haqqi wa tawa shaubish shabri.
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.”
(2)
Contoh
Surat al-Ma’un
Surat al-Ma’un (diturunkan di Mekkah terdiri dari tujuh
ayat);
Araaitalladzi yukadzibu biddi-n. Fadza-likal ladzi-yadu ‘ul yatim.
Wala-yahudldlu ‘ala-tha’a-mil miskin. Fawailul lil mushali-n, alladzi nahum ‘an
shalati-him sa-hu-n. Alladzi-nahum yurau-na wa yam na’unal ma’un.
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang
yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai
dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
(QS. Al-Ma’un: 1-7)
- Bacaan Tasbih dalam Ruku’
اغْفِرْلِى اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ رَبَّنَا اللَّهُمَّ سُبْحَانَكَ
Subha-nakalla-humma rabbana wa bihamdikalla-hummaghfirli
Artinya: “Maha Suci Engkau. Ya Allah! Dan dengan memuji kepada
Engkau, Ya Allah! Aku memohon ampun”.
(1)
Bacaan
ruku’ lainnya:
الْعَظِيْمِ رَبِّيَ سُبْحَانَ
Subha-na rabbiyal ‘adhim
Artinya: “Maha suci Tuhanku, Yang Maha Agung”
(2)
Bacaan
ruku’ lainnya:
وَالرُّوْحِ الْمَلاَئِكَةِ رَبُّ
قُدُّوْسُ سُبُّوْحٌ
Subbu-hun quddu-sur rabbul mala-ikati warru-h
Artinya: “Maha Suci, Maha kudus, Tuhannya sekalian malaikat dan ruh
(Jibril)”.
- Bacaan Tasbih dalam I’tidal
الْحَمْدُ وَلَكَ
رَبَّنَا حَمِدَهُ لِمَنْ اللَّهُ سَمِعَ
Sami’alla-hu liman hamidah rabbana wa lakalhamd.
Artinya: “Semoga Tuhan Allah mendengar orang yang memujunya, Ya Tuhanku, Dan segala
puji itu bagi Engkau!”
(1)
Bacaan
i’tidal lainnya
Setelah bacaan “sami’alla-hu liman hamidah” dapat pula membaca;
بَعْدُ شَيْئٍ
مِنْ مَاشِئْتَ وَمِلْءُ الاَرْضِ وَمِلْءُ مِلْءَالسَّمَوَاةِ الْحَمْدُ رَبَّنَالَكَ اَللَّهُمَّ
Artinya: “Ya Allah, Tuhanku, bagi kau segala puji, sepenuh semua
langit, sepenuh bumi dan sepenuh semua apa yang Kau sukai dari sesuatu apapun.”
(2)
Bacaan
i’tidal lainnya
Setelah bacaan “sami’ Alla-hu liman hamidah”, dapat pula
membaca;
الْحَمْدُحَمْدًاكَثِيْرًاطَيِّبًامُبَارَكاًفِيْهِ رَبَّنَاوَلَكَ
Rabbana-wa lakalhamdu hamdan katsi-ran thayyiban muba-rakan fi-hi
Artinya: “Ya Tuhanku, bagi Kaulah segala puji-pujian yang banyak,
baik dan memberkati”.
- Bacaan Tasbih dalam Sujud
اغْفِرْلِي اَللَّهُمَّ رَبَّنَاوَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ سُبْحَانَكَ
Artinya: “Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan dengan memuji kepada, Ya
Allah, aku mohon ampun”.
(1)
Bacaan
sujud lainnya
الاَعْلَى رَبِّيَ
سُبْحَانَ
Artinya: “Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi”
(2)
Bacaan
sujud lainnya
وَالرُّوْحِ الْمَلاَئِكةِ رَبُّ
قُدُّوْسٌ سُبُّوْحٌ
Artinya: “Maha Suci, Maha Kudus (mutlak tidak campuran), Tuhannya
sekalian Malaikat dan ruh (Jibril)”.
- Bacaan do’a duduk diantara dua sujud
اغْفِرلِىوَارْحَمْنِىوَاجْبُرْنِىوَاهْدِنِىوَارْزُقْنِى اَللَّهُمَّ
Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihanilah aku,
cukupkanlah aku, tunjukilah aku dan berilah rezeki kepadaku”.
- Bacaan Tasyahud
٠ وَبَرَكاَتُهُ اللَّهِ
وَرَحْمَةُ النَّبِىُّ أَيُّهَا عَلَيْكَ اَلسَّلاَمُ ٠ وَالطَّيِّبَاةُ وَالصَّلَوَاةُ لِلَّهِ
اَلتَّحِيَّاةُ
أَنَّ وَأَشْهَدُ إِلاَّاللَّهِ لاَاِلَهَ أَنْ
أَشْهَدُ ٠ الصَّالِحِيْنَ عَلَيْنَاوَعَلَىعِبَادِاللَّهِ اَلسَّلاَمُ
وَرَسُوْلُهُ اعَبْدُهُ مُحَمَّدًا
Artinya: “Segala kehormatan, kebahagiaan dan kebagusan adalah
kepunyaan Allah. Semoga keselamatan bagi Engkau, Ya Nabi Muhammad, beserta
rahmat dan kebhagiaan Allah. Mudah-mudahan keselamatan juga bagi kita sekalian
dan hamba-hamba Allah yang baik-baik. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba Allah dan utusan-Nya”.
- Bacaan Do’a Shalawat Nabi
٠ إِبْرَاهِيْمَ وَاَلِِ
عَلَىإِبْرَاهِيْمَ
كَمَاصَلَّيْتَ ٠ مُحَمَّدٍ وَعَلَىآَلِ عَلَىمُحَمَّدٍ صَلِّى
اَللَّهُمَّ
إِنَّكَ إِبْرَاهِيْمُ وَاَلِ
إِبْرَاهِيْمَ عَلَى كَمَابَارَكْتَ ٠ مُحَمَّدٍ وَعَلَىآَلِ عَلَىمُحَمَّدٍ وَبَارِكْ
مَجِيْدٌ حَمِيْدٌ
Artinya: “Ya Allah limpahkan kemurahan-Mu kepada Muhammad dan
keluarganya, sebagaimana Kau telah melimpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya.
Berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana kau telah berkahi Ibrahim dan
keluarganya. Sesungguhnya Engkau yang Maha terpuji lagi Maha Mulia”.
- Bacaan Do’a Sesudah Tasyahud Awal
مِنْ مَغْفِرَةً فَاغْفِرْلِى اِلاَّاَنْتَ الذُّنُوْبَ وَلاَيَغْفِرُ ظُلْمًاكَثِيْرًا نَفْسِى
إِنِّىظَلَمْتُ اَللَّهُمَّ
الْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ اَنْتَ
اِنَّكَ وَارْحَمْنِي عِنْدِكَ
Artinya: “Ya Allah, aku sudah banyak menganiaya diriku, dan tidak
ada yang dapat mengampuni dosaku, selain Engkau. Maka ampunilah aku dan
kasihanilah aku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Maha
Penyayang”.
Mengenai bacaan ini
diterangkan Tarjih dalam HPT didasarkan
hadits Abu Bakar bahwa beliau minta diajar do’a dan shalat. Maka Rasulullah
menyuruhnya berdo’a: “Alla-humma inni dhalamtu nafsi- . . .dan seterusnya”.
(diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
- Bacaan Do’a Sesudah Tasyahud Akhir
الْمَحْيَاوَالْمَمَاتِ فِتْنَةِ وَمِنْ
، الْقَبْرِ عَذَابِ
وَمِنْ ، جَهَنَّمَ عَذَابِ
مِنْ أَعُوْذُبِكَ اِنِّى اَللَّهُمَّ
الدَّجَّالِ الْمَسِيْحِ فِتْنَةِ شَرِّ
مِنْ وَ
Artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada Engkau dari siksa Jahannam
dan dari siksa qubur, begitu juga dari fitnah hidup dan mati, serta dari
jahatnya fitnah Dajjal (Pengembara yang dusta)
- Bacaan Salam
وَبَرَكاَتُهُ اللَّهِ
وَرَحْمَةُ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ
وَبَرَكاَتُهُ اللَّهِ
وَرَحْمَةُ عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ
Artinya: “Berbahagialah kamu sekalian dengan rahmat dan berkah
Allah. Berbahagialah kamu sekalian dengan rahmat dan berkah Allah”.
3.
Masalah
Qunut
Salah satu diantara perbedaan cara beribadah yang banyak
menimbulkan perselisihan diantara berbagai kalangan umat ialah masalah qunut.
Secara khusus masalah ini berkaitan dengan apakah I’tidal pada raka’at kedua
dalam shalat subuh kemuduian harus diikuti selalu dengan membaca do’a qunut.
Di kalangan Muhammadiyah sendiri masalah ini juga belum
tuntas, walaupun qunut sering menjadi indikasi apakah seorang simpatisan
Muhammadiyah atau tidak. Demikian sebaliknya bagi organisasi Islam besar di
Indonesia lainnya.
Menghadapi masalah qunut, Tarjih mengambil beberapa
keismpulan sebagaimana urian di bawah ini.
- Bahwa qunut dengan arti berdiri lamauntuk membaca dan berdo’a di dalam shalat, itu masy’ru (ada tuntunannya).
- tidak membenarkana danya pengertian qiyam diatas dikhususkan untuk qunut subuh yang sudah dikenal dan diperselisihkan hukumnya.
- Nabi saw. menjalankan qunut nazillah sampai Allah menurunkan
Artinya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu
atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya
mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran: 128)
- Belum dapat mengambil keputusan tentang menilai hadits witir yang dipakai hujjah alasan bagi adanya qunut witir.
Pandangan Tarjih mengenai qunut diatas didasarkan dalil-dalil
berikut ini.
رَوَاهُ)٠ الْقُنُوْتِ طُوْلُ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ :قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ النَّبِىَّ أَنَّ جَابِرٍ
عَنْ
قَالَ ٦٤ص٣ الأَوْطَارِج
نَيْلُ (وَصَحَّحَهُ وَالتِّرْمِذِىُّ مَاجَهْ
وَابْنُ وَمُشْلِمٌ أَحْمَدُ
كاَنَ :عَنْهُمَاقَالَ رَضِىاللَّهُ عُمَرَ ابْنِ
عَنِ نَافِعٍ عَنْ عَجْلاَنَ بْنُ مُحَمَّدُ قَالَ :الْبُخَارِىُّ
بِأَسْمَائِهِمْ يُسَمِّيْهِمْ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ
عَلَىرِجَالٍ يَدْعُوْ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ صَلَّىاللَّهُ اللَّهِ رَسُوْلُ
(١٢٩:آَلِعِمْرَانَ) اَلاَيَةَ (شَيْئٌ الاَمْرِ مِنَ لَكَ
لَيْسَ) تَعَالَى اللَّهُ
أَنْزَلَ حَتَّى
كَثِيْرٍ لاِبْنِ
الْعَظِيْمِ تَفْسِيْرُالْقُرْأَنِ
Artinya: “Karena hadits dari Jabir, bahwa Nabi saw. bersabda: shalat
yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca dan berdo’a)”.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Ibnu Majjah dan Tirmidzi. Imam Tirmidzi
menshahihkan hadits tersebut). (Nailul Authar juz 3 hal. 64).
“Berkata Bukhari:
Berkata Muhammad bin ‘Ajlani dari Nafi Ibnu Umar, katanya: “Pernah Rasulullah
saw. mengutuk orang-orang Musyrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah
menurunkan:
الاية (شَيْئٌ الاَمْرِمِنَ لَكَ لَيْسَ)
(Tafsir al-Qur’an Ibnu Katsir juz: 1 hal. 403)
- Qunut Subuh
Mengenai qunut Subuh, Selanjutnya Tarjih dalam HPT
menjelaskan lebih lanjut dalam uraian berikut ini.
Di samping perkataan “qunut” yang berarti “tunduk kepada
Allah dengan penuh kebaktian”, Muktamar dlam keputusannya menggunakan makna
qunut yang berarti “Berdiri (lama) dalam shalat dengan membaca ayat al-Qur’an
dan berdo’a sekehendak hati”, sebagaimana pengertian tersebut dapat diambil
dari hadits di bawah ini;
الْقُنُوْتِ طَوْلُ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ
Dalam perkembangan sejarah fiqh, di masa lampau orang
telah cenderung untuk memberi arti khusus pada apa yang dinamakan qunut, yakni
“berdiri sementara” pada shalat subuh sesudah ruku’pada raka’at kedua dengan
membaca do’a: Alla-hummahdinin – fi-man hadai-t . . . dan seterusnya.
الخ هَدَيْتَ فِيْمَن اهْدِنِي اَللَّهُمَّ
Muktamar Tarjih ridak sependapat tentang hal tersebut
berdasarkan pemikiran bahwa:
a)
Setelah
diteliti kumpulan macam-macam hadits tentang qunut, maka Muktamar berpendapat
bahwa qunut sebagai bagian daripada shalat, tidak khusus hanya diutamakan pada
shalat subuh.
b)
Bacaan
do’a:
الخ هَدَيْتَ فِيْمَن اهْدِنِي اَللَّهُمَّ
c)
Penerapan
hadits riwayat Hasan tentang do’a:
الخ هَدَيْتَ فِيْمَن
اهْدِنِي اَللَّهُمَّ
Untuk khusus dalam qunut Subuh , tidak dibenarkan.
- Qunut Nazilah
Bunyi keputusan yang dirumuskan mengearah kepada
penampungan adanya pemahaman yang berbeda dan belum dapat dipertemukan,
disebabkan pemahaman yang berlainan mengenai hadits yang menerangkan bahwa
Rasulullah saw. tidak mengerjakan Qunut Nazilah setelah diturunkasn surat Ali
Imran ayat 128.
Artinya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam
urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka,
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran: 128)
Jelasnya ialah bahwa Rasulullah saw. pada beberapa
kesempatan telah mengerjakan qunut Nazilah dalam hubungan penganiayaan orang
kafir terhadapa kelompok orang Islam. Dalam do’a itu Rasulullah saw. mohon
dikutuknya mereka yag telah melakukan kejahatan dan dimohonkan pembalasan Allah
terhadap mereka. Kemudian turunlah ayat diatas.
Pemahaman yang timbul dari riwayat tersebut ialah; (1)
bahwa qunut nazilah tidak lagi boleh diamalkan; (2) boleh dikerjakan dengan
tidak menggunakan kata kutukan dan
permohonan pembalasan terhadap perorangan.
- Qunut Witir
Di samping dua qunut diatas, muncul juga perbedaan
mengenai qunut dalam shalat witir. Dalam menghadapi perbedaan ini Tarjih
mengambil ketetapan untuk ditangguhkan pengambilan keputusannya mengenai bisa
dan benar tidaknya qunut dalam shalat witir
Teks lengkap kesimpulan akhir bahasan mengenai qunut
dalam shalat witir itu ialah sebagaimana uraian di bawah ini.
Hadits yang dijadikan alasan bagi qunut witir
diperselisihkan oleh ahli-ahli hadits. Muktamar masih merasa memerlukan
penelitian dan mempertimbangkan dasar perbedaan penilaian ahli-ahli hadits
tersebut. Maka diambil keputusan “tawaqquf” untuk membahas pada lain
kesempatan.
Terimakasih pak. Sangat bermanfaat. Sedikit masukan, kyknya arab di doa iftitah ad yg salah. Tks
BalasHapusTerimakasih pak. Sangat bermanfaat. Sedikit masukan, kyknya arab di doa iftitah ad yg salah. Tks
BalasHapus