Rabu, 01 Agustus 2012

Pendidikan Nilai dan Pengembangan Kepribadian Pertemuan 5 dan 6


PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN SEHAT

A.                Pengertian Kepribadian sehat
Orang berkepribadiaan sehat adalah seseorang yang dinilai mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hidupnya tenang, selaras dengan dunia luar dan di dalam dirinya sendiri ( Hurlock, 1898:423 ). Menurut Frank dalam (Hurlock, 1998:423) inti kepribadian sehat adalah  seseorang yang mampu menerima diri dan orang lain tanpa perasaan bersalah, gelisah, permusuhan dan tidak merusak diri dan orang lain.
Jourard  (dalam Hurlock , 1998: 423) mendefinisikan kepribadian sehat adalah seseorang yang mampu memenuhi kebutuhannnya melalui tingkahlaku yang sesuai dengan norma sosial dan suara hatinya. Dengan demikian ada dua esensi kepribadian sehat. Pertama,bahwa seseorang tidak harus memainkan perannya dalam kehidupan secara memuaskan tetapi dia harus mendapatkan kepuasan tersebut dari peran itu. Kepuasan  mengarah pada pernyataan emosi yang dikenal dengan kebahagiaan atau kesenangan. Tanpa kebahagiaan seseorang tidak dapat dikatakan berkepribadian sehat. Cavan (dalam Hurlock , 1998: 423 ) menekankan bahwa seseorang yang mampu menyesuaikan diri  adalah yang dapat memuaskan kebutuhannya secara cepat dan sesuai dengan sistem pengawasan dan ketentuan yang dibuat oleh budayanya.  Sedangkan Maslow (dalam Hurlock, 1974: 423) menggambarkan bahwa seseorang berkepribadian sehat yaitu seseorang yang mampu mengaktualisaikan diri. Maslow mengartikan  aktualisasi diri merupakan suatu proses pemenuhan potensial yang melekat pada seseorang . Hal ini mungkin jika hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar tertentu, seperti kepuasan fisik, rasa aman, penghargaan dan cinta. Kedua, esensi kepribadian sehat adalah seseorang harus memainkan perannnya dalam kehidupan terhadap kepuasan orang  lain. Dia harus berbuat sesuai dengan peraturan, kode moral, dan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya.
Sedangkan menurut (Kartini Kartono dan Jenny Andari, 1989) memformulasikan kepribadian sehat adalah seseorang yg bertingkah laku adekuat (serasi, tepat) dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya; sikap hidupnya sesuai denegn norma dan pola hidup kelomok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan. Biasanya orang berkepribadian sehat kehidupan psikisnya stabil, tidak banyak memendam konflik internal; suasana hatinya tenangimbang, dan jasmaninnya selalu sehat.

B.       Karakteristik  Kepribadian Sehat
Dari kajian terhadap masyarakat dari berbagai umur, status sosial dan latar belakang kebudayaan para ahli kepribadian telah mengidentifikasi sejumlah karakteristik orang yang memiliki kepribadian sehat. Tidak semua orang memiliki karakteristik tersebut. Di antara mereka ada yang memiliki sebagian besar karakteristik itu, sedangkan yang lain hanya memiliki bagian kecil.
Hurlock (1998: 425-433) mengemukakan beberapa karakteristik orang yang memiliki kepribadian sehat. Karakteristik tersebut meliputi memiliki penilaian diri  secara realistis, menerima kenyataan secara realistis, realistis terhadap prestasi, bertanggung jawab, otonom (mandiri), mampu mengontrol emosi, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki visi hidup yang luas, penerima sosial, memiliki falsafah hidup diri dan bahagia.
1. Penilaian  diri secara realistik (Realistic self-appraisals) 
Orang yang mampu menyesuaikan diri atau well adjusted menerima diri apa adanya. Gap antara yang sebenarnya dengan konsep diri yang seharusnya sangat luas pada seseorang yang menderita karena kepribadiannya yang sakit sangat sedikit dengan orang yang berkepribadian sehat. Selama seseorang tersebut mampu menilai dirinya sendiri, kemampuannya, serta prestasinya secara realistik maka dia tidak membutuhkan mekanisme pembelaaan untuk berusaha menyakiti dirinya sendiri dan lainnya, karena  kegagalannya yang muncul sebagai harapannya adalah merupakan  kesalahan dari lainnya atau dari kondisi lingkungan yang tidak terkontrol(Hurlock, 1974: 425).

2. Menilai situasi secara realistic (realistic appraisal of situation)   
Orang yang berkepribadian sehat tidak mengharapkan menjadi sempurna  maupun dia mengharapkan situasi pada dirinya untuk menjadi sempurna. Dia mendekati situasi dengan sikap yang realistik, menerima keburukan dengan baik. Bukan berarti  bahwa dia memiliki sifat mengalah.
Orang yang well adjusted mengakui bahwa tidak ada seseorang yang dapat menjadi hukum terhadap dirinya – apakah yang dia inginkan dan kapan dia inginkan. Dia juga menyadari bahwa harus ada peraturan yang melindungi hak-hak orang lain dan dirinya sendiri.  Orang yang memiliki kepribadian sehat mampu menilai sukses dan gagal dan memberikan reaksi yang rasional, dan mampu menarik hikmah dari hasil upayanya (Hurlock, 1974: 425).


3. Penilaian prestasi secara realistic  (realistic evaluation of achievements) 
Orang yang memiliki kepribadian sehat mampu mengevaluasi prestasinya dan berbuat secara realistik menentukan pilihannya dan menanggung apapun akibat dari perbuatannya. Hal ini berlawanan dengan pribadi yang tidak dapat menyesuaikan diri (the maladjusted person). The maladjusted person adalah orang yang menganggap kesuksesannya sebagai keberhasilan pribadi yang memperlihatkan kepada superioritasnya melebihi yang lain. The maladjusted person membiarkan dirinya untuk mengembangkan kerumitan superioritasnya di mana dia mengungkapkan dalam kesombongan (boasting), pembualan (bragging), dan komentar-komentar penghinaan tentang pertasi-prestasi yang berada di bawahnya. (Hurlock, 1974: 426). Sebaliknya bagi orang yang berkepribadian sehat dia mengungkapkan kesuksesan prestasi-prestasinya, sebagaimana yang dinyatakan Lawton, “Dia tidak membesar-besarkan kesuksesannya atau memperluas permintaan mereka dari bidang di mana mereka datang secara asali.” (79).
Kepribadian sehat membebani tugas-tugas di mana dia mencapai kesuksesan dan kegagalan menurut pendapat orang lain, untuk menentukan prestasi yang diraihnya secara nyata. Dia mencoba untuk mengetahui secara lebih mendalam apakah kesuksesannya merupakan haknya secara nyata karena tidak adanya persaingan (lack of competition), yang mana menjadikann prestasinya lebih menonjol dari pada apa yang sungguh-sungguh diupayakan, apakah dia mempunyai kemampuan bawaan (innate ability) untuk mencapai kesuksesan dengan usaha minimum, ataukah dia berhasil melakukannya dengan bekerja keras (Hurlock, 1974: 426).
Dengan cara yang sama, dia mengevaluasi kegagalan-kegagalannya secara realistis untuk melihat jika kegagalan-kegagalan itu karena dirinya ataukah kegagalan itu terjadi karena persaingan dengan orang lain yang mempunyai kemampuan yang lebih besar darinya. Dia juga mempertimbangkan apakah dia telah berusaha cukup keras, dan jika tidak cukup keras, apakah kekurangan usaha kerasnya karena kemalasan (laziness), takut gagal (fear of failure), atau karena adanya sebab lain. Sebagai tambahan, dia merasakan aspirasi-aspirasinya untuk melihat jika kegagalan-kegagalan  mereka realistic dan jika tidak realistic, dia mengambil pelajaran karena kegagalan-kegagalannya itu, merencanakan aspirasi-aspirasinya ke depan lebih realistis.
Bagi orang yang mempunyai kepribadian sehat, kesuksesan dan kegagalan, tidak menempatkannya sebagai rangkaian kesuksesannya ketika dia berhasil atau menyerah ketika dia gagal. Dia menerima akibat sebagai tantangan to bekerja lebih keras dan melakukan kegiatan lebih baik di masa depan. Kemudian dia mengambil pelajaran dari kesuksesan-kesuksesannya  sebagaimana kegagalan-kegagalannya (Hurlock, 1974: 426-427)
4. Menerima Kenyataan (acceptance of reality)
Salah satu karakteristik orang yang berkepribadian sehat adalah kesediaannya untuk menerima kenyataan dan tidak menghindar darinya (instead of running away from it). Dia boleh tidak menyukainya, tetapi dia harus cukup realistis  mengetahui bahwa dia bisa merubah kenyataan tersebut atau memindahkannya dimana kenyataan tersebut menjadi lebih dia sukai.
Dalam beberapa hal, menerima kenyataan merupakan hal yang inti bagi seorang yang berkepribadian sehat. Orang tersebut harus belajar menerima keterbatasan-keterbatasannya, baik secara fisik maupun psikologis, jika tidak mampu merubahnya, maka dia harus melakukan sesuai dengan kemampuannya. Dia juga bisa mengimbangi keterbatasannya dengan melakukan improvisasi pada sifat-sifat tersebut di mana dia merasa paling mampu (kuat). Sebaliknya, orang yang berkepribadian lemah mengembangkan kebencian yang rumit, perasaan bersalah karena dirinya sendiri atau menuduh dirinya atau orang lain karena keterbatasan-keterbatasannya.
Seorang yang realistis menerima fakta bahwa hidup selalu sulit. Dia mengakui bahwa kesuksesan-kesuksesannya dan kepuasan-kepuasannya untuk sebuah  pengimbangan luas yang besar bagi kegagalan dan kekecewaannya. Hal itu sebagaimana dinyatakan Lawton (79):
The well-adjusted would not change, even if he could, the fact that life is an endless struggle in which human purposes are hurled against external resisting forces, human and natural. He knows, and makes use of the knowledge, that in this struggle the person who fights himself least will have the most strength and the best judgment left for the outside battle.

Artinya:
Meskipun dia mampu melakukannya, orang yang berkepribadian sehat tidak akan merubah kenyataan bahwa hidup merupakan perjuangan yang tiada pernah berakhir di mana tujuan-tujuan manusia diperlawankan dengan kekuatan-kekuatan penolakan luar, manusia dan alam. Dia mengetahui, dan memanfaatkan pengetahuan, bahwa dalam perjuangan ini pribadi yang melawan dirinya sendiri  akan mempunyai kekuatan yang paling kuat dan sisa pertimbangan yang terbaik terhadap peperangan luar.

Seseorang yang berkepribadian sehat yang menerima kenyataan mengetahui bahwa tidak ada seorang pun dapat memutar kembali jarum jam tangan atau mempercepat hari ini dengan masa depan. Dia menyadari bahwa dia harus hidup hari ini, meskipun dia merasa bahwa masa lalu atau masa depan lebih baik yang dia sukai. Lebih jauh Lawton menyatakan bahwa orang yang berkepribadian sehat “berperan serta dengan kenikmatan (pleasures) dalam pengalaman-pengalaman yang mempunyai tahapan pergantian zaman, tidak menolak hal-hal yang telah berlalu maupun tidak pula mempunyai masa-masa yang lebih awal. (Hurlock, 1974: 427).
 Bagi orang yang berkepribadian sehat, dunia tidak menyenangkan bukanlah persoalan. Dia tidak akan mencoba untuk melarikan diri kemudian masuk dalam dunia khayalan di mana dia mampu menguasai apapun  yang dia suka. Dia tetap menerima kewenangan kenyataan (the authority of reality): Itulah, dia menemukan kepuasan-kepuasan hidupnya yang besar dalam prestasi-prestasi dan pengalaman-pengalaman yang berada di dunia nyata dan tidak dalam impian maupun keyakinan.” (79).
Tentu saja hal itu tidak berarti bahwa seorang yang mempunyai kepribadian sehat  tidak menggunakan khayalan. Hanya saja, hal itu berarti bahwa melarikan diri pada dunia mimpi bukanlah pola-pola karakteristiknya menyesuaikan diri pada kesulitan dan situasi kehidupan nyata yang tidak menyenangkan (unpleasant real-life situations). Ketika dia melamun, pelariannya adalah sesaat dan dia kembali pada dunia nyata untuk menghadapi persoalan-persoalan yang ada.  (Hurlock, 1974: 427).

  1. Menerima tanggung jawab (acceptance of responsibility)
Orang yang berkepribadian sehat adalah orang yang bertanggung jawab. Dia merasa percaya atas kemampuan untuk mengatasi persoalan-persoalannya dan bertanggung jawab sesuai usia dan tingkat kemampuannya. Orang yang berkepribadian sehat adalah seorang realis yang mengenal dirinya bahwa seharusnya tidak menerima tanggung jawab yang dia tidak siap untuk mengatasinya hingga sukses. Dia mengetahui bahwa dengan melaksanakan pekerjaan dia tidak hanya hanya mendapat celaan social karena kegagalannya, tetapi akan ragu-ragu menerima tanggung jawab kemudian. Dia menerima tantangan karena kemampuannya tetapi bukan karena suatu keterpaksaan menilai terlalu tinggi mereka.
Orang yang berkepribadian sehat menerima tanggung jawab dengan sejumlah pertimbangan. Dia menerima tanggung jawab karena dirinya dan karena lingkungannya. Jika semua berjalan salah dan jika dia dikritik, dia akan dituduh dan diakui telah melakukan suatu kesalahan.
Menerima tanggung jawab berarti bahwa seseorang yang berkepribadian sehat dapat dipercaya. Masyarakat mengetahui mereka dapat menilai dirinya dan perkataanya. Apa yang dilakukan oleh yang berkepribadian sehat berlawanan dengan orang yang berkepribadian tidak sehat. Berikut pernyataan Hurlock:
If he says that he will be at a certain place at certain time, they know he will be there unless he meets some situations over which he has no control. If he says he will do something, they know it will not only be done but that it will be done when he said it would…. The poorly adjusted person who has an excuse for everything and who is cronically late in meeting appointment and doing what he said he would do.   (Hurlock, 1974: 428)

Artinya:
Jika berkata dia akan berada di tempat tertentu pada waktu tertentu, mereka mengetahuinya dia akan berada di sana meskipun menghadapi situasi yang dia sendiri tidak mampu mengendalikannya. Jika dia ingin melakuan sesuatu, mereka tahu kegiatannya itu tidak hanya akan berjalan tetapi akan terlaksana sebagaimana yang dia katakana…. Orang yang berkepribadian tidak sehat yang senantiasa meminta maaf karena apapun dan secara parah terlambat pada janji-janji pertemuan dan tindakan atas apa yang dia katakan.

  1. Otonom (mandiri)
Orang yang memiliki kepribadian sehat tidak sangat berharap pada orang lain, mampu memillih, mengarahkan dan menata apa yang terbaik menurut dirinya sendiri. Ia percaya dan bergantung pada kemampuan dan pengalamannya sendiri. Karena mengarahkan dirinya sendiri, orang yang berkepribadian sehat dapat menghargai diri sendiri sebagai seorang individu yang memilih pola kehidupannya untuk menemui kebutuhan dan keinginannya sendiri sebagaimana dia mampu menghormati orang lain. Meskipun dia tidak menunjukkan pola-pola kehidupannya mereka pasti memilihnya. (Hurlock, 1974: 428).
Kemandirian orang yang berkepribadian sehat bisa dilihat pada beberapa hal berikut ini;
a.       decision making. Orang yang berkepribadian sehat yang mandiri mampu membuat keputusan penting dengan minimnya kecemasan, konflik, mencari nasehat (advise-seeking), dan tipe-tipe sikap melarikan diri dari yang lainnya. Usai membuat suatu pilihan, dia membiarkannya sampai muncul faktor penting mendesak yang baru masuk ke dalam pilihannya tersebut. (Hurlock, 1974: 428). 
b.      Independence. Dia tidak tergantung pada orang lain ketika dia mampu untuk tidak merdeka. Orang tersebut termotivasi oleh dirinya sendiri. Hal itu sebagaimana dituturkan oleh Brower; “one of the characteristics of the well-adjusted person is the “degree to which he has resolved his independencies and can function independently of social influences.” (Hurlock, 1974: 429). Beberapa kajian mengungkapkan bahwa perbedaan besar antara the well-adjusted dengan  the poorly udjusted di kalangan orang dewasa adalah terletak pada tingkat kemandiriannnya yang lebih besar. Dengan kata lain, semakin tidak mandiri seseorang maka dia semakin jauh menjadi orang yang berkepribadian sehat.
c.    conforms. Orang yang berkepribadian sehat yang mandiri senantiasa menyesuaikan diri pada kelompok-kelompok yang lebih besar. Dalam kelompok tersebut dia terindentifikasi  dan kelompok tersebut bertahan mengikuti gagasan-gagasan perubahan, kepentingan-kepentingan, dan aktivitas-aktivitas, dia tidak merasa bahwa dia harus menyetujui setiap persoalan yang digunakan orang lain. Tetapi sebagai konformist yang bertanggung jawab, karena hal itu menjadi tanda-tanda orang yang berkepribadian sehat. (Hurlock, 1974 :428).

3.    Pengendalian emosi yang wajar (acceptable emotional control)
Pengendalian emosi tidak dapat dipaksakan oleh orang lain. Orang yang berkepribadian sehat harus menerima tanggung jawab demi pertahanan emosi di bawah kendali sehingga emosinya tersebut tidak menyakiti orang lain dan dirinya sendiri. Dia harus mampu menghadapi kekecewaannya tanpa menimbulkan kekerasan ataupun kerusakan.  Orang yang memiliki kepribadian sehat memiliki stabilitas emosi yang matang dan mapan, jauh dari perangai-perangai emosi yang merusak. Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Lawton (79) (Hurlock, 1974: 429).
He is able to show his anger directly when injured and to act in defence of his rights, with both indignation and action appropriate in kind and amount to the injury. He is able to show his affection directly and to give evidence of it in acts that are fitting in amount and kind to its extent. He can endure pain, especially emotional pain and frustation, whenever it is not in his power to alter the cause.”

Artinya:
Dia mampu menunjukkan kemarahannya secara langsung ketika orang yang dilukai dan membalas sesuai hak-haknya, dengan kejengkelan dan tindakan yang pantas sesuai dengan luka-luka. Dia mampu menunjukkan kasih sayangnya secara langsung dan memberi bukti tindakan yang menjadikan terasa dalam keadaan semacam itu. Dia dapat menahan rasa sakit, terutama luka emosi dan putus asa, kapanpun hal itu tidak berada dalam kuasanya untuk merubah penyebabnya.

4.    Berorientasi pada tujuan (Goal Orientation)
Orang yang memiliki kepribadian sehat senantiasa berorientasi pada tujuan. Dia merencanakan cita-cita secara realistis. Ketika cita-cita dirasakan kurang realistis, dia akan merendahkan cita-citanya itu sehingga berada pada tataran sasaran yang lebih realistis dari cita-cita sebelumnya. Dia menjadikan perencanaan cita-citanya itu sebagai urusan untuk mendapatkan pengertahuan dan kecakapan yang dibutuhkan guna mencapai cita-citanya. Dia tidak akan menyerah, meskipun tiba-tiba mengalami kemunduran. Mereka meningkatkan pengertahuan dan keahliannya atau mereka menurunkan cita-citanya sehingga lebih realistis. Pada akhirnya bisa dipahami bahwa orang yang berkepribadian sehat adalah orang yang mampu mengorganisir upaya-upaya untuk mencapainya berdasarkan pengetahuan dan keterampilan hidup yang selalu dikembangkannya. Dia mengintegrasikan beragama fungsi dan perannya dalam kehidupan sesuai dengan pola yang konsisten dan seimbang (Hurlock, 1974 :429).

9.   Berorientasi Keluar (Outer Orientation)
Orang yang memiliki kepribadian berorientasi keluar, atau bersifat extrover. Sifat ini berlawanan dengan orang yang selalu berororientasi pada diri (self-bond person) yang biasa disebut introver. Orang yang berkepribadian sehat memperlihatkan suatu kepentingan di tengah masyarakat, dalam berbagai situasi dan persoalan. Dia mengambil kepuasan yang lebih dari masyarakat daripada daripada hubungan diri. Inilah yang membedakan dengan pribadi yang berorientasi pada diri, yang suka memamerkan pada kepentingan   diri pribadi.  Orang yang berorientasi keluar secara tanpa disadari memancara sifat-sifat berikut ini;
a.       unselfish – emphatize.  Dia tidak mementingkan diri sendiri tentang waktu, usaha, dan kepemilikan hartanya. Dia akan memberi perhatian dalam berbagai cara yang dia mampu pada kebutuhan-kebutuhan orang lain dan tidak menganggap perhatiannya itu sebagai sebuah kerugian. Dia juga harus mampu turut serta pada perasaan orang lain (empathizing), untuk memahami dan  bersimpati dalam kebahagiaan dan membayangkan kedukaan tanpa merasakan iri pada kesuksesan orang lain atau menghina atas kegagalan mereka. Lebih dari itu dia harus mempunyai keseimbangan yang baik dan kedewasaan yang mumpuni untuk mencintai dan dicintai.
b.       Gaining enough perspective. Mencapai perspektif yang cukup pada dirinya sendiri maupun kemampuannya karena diperbandingkan dengan kemampuan-kempauan sebayanya, guna mempertahankan  perkembangan khayalan kemegahan (delusions of grandeur). Dia kemudian mampu mengakui dan mengenal perasaan-perasaan dan tanggapan-tanggapannya. Jika dia tidak menyukai apa yang dia lihat, dia siap merubahnya.
c.       Flexible in his thinking. Orang yang berkepribadian sehat akan senantiasa lentur dalam pemikirannya. Dia tidak terpengaruhi bahwa dia percaya dia senantiasa benar dan orang-orang yang tidak setuju dengannya adalah salah. Dia jujur pada dirinya sendiri, dan kehadirannya di tengah orang lain sebagaimana adanya. Dia punya kerendahan hati untuk mengatakan, “saya salah.” Dengan kata lain, jika benar, dia tidak bersikap berlebihan pada orang-orang yang tidak menyetujuinya dan mengatakan, “aku telah mengatakannya kepadamu”
d.   Kindness. Orang yang berkepribadian sehat akan bersikap sopan santun pada sesama, bahkan kepada orang yang tidak sopan kepadanya sekalipun. Hal itu tidak berarti bahwa dia akan membalas yang lain dan masa bodoh pada ketidaksopanan orang lain, melainkan dia menganggap mereka lebih dengan bersimpati daripada dengan marah. 
e.    A reasonable degree of self-disclosure. Seorang yang berkepribadian sehat haruslah  membuka diri secara wajar, terutama kepada orang-orang yang suka, menghormati sebagai kawan. Dia membuka pemikiran-pemikirannya, perasaan-perasaannya, dan aspirasi-aspirasinya kepada orang yang dipercayainya yang akan memahami dan simpati dan yang tidak akan membicarakannya pada orang lain. Orang-orang yang baginya, dia akan membicarakannya secara bebas akan merubah dari satu zaman pada zaman lainnya, bahkan pada saat yang sama jika dia kehilangan kepercayaan di hadapan mereka (Hurlock, 1974 :429-430).

10.   Penerima sosial (social acceptance)
Orang yang berkepribadian sehat lebih terkenal daripada orang-orang yang berkepribadian sakit, mereka lebih bahagia dan lebih terpuaskan. Mengetahui bahwa secara positif dievaluasi oleh orang lain bukan hanya membantu perkembangan suatu konsep diri yang menyenangkan (a favorable self-concept) dalam diri orang yang berkepribadian sehat, tetapi juga membimbing pada partisipasi sosial yang lebih besar. Orang yang berkepribadian sehat melihat diri mereka karena mampu melihat tantangan-tantangan sosial, tuntutan-tuntutan, dan harapan-harapan, sehingga mereka ingin berpartisipasi dalam aktivitas social dan mampu mengidentifikasikan dengan masyrakat lainnya.
Seseorang yang diterima secara baik tidak mempunyai keinginan untuk menyombongkan diri dan tidak melakukan perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berkepribadian sakit. Dia bisa bersikap alamiah, tenteram, dan ramah dalam hubungannya dengan orang lain, dan semua ini menaikkan penerima sosialnya.
Orang yang memiliki kepribadian sehat sadar sosial (prososial) dan terlibat dalam pergaulan sosial yang luas. Memahami makna hubungan sosial dan terbuka untuk dikritik (Hurlolck, 1974 :430).

11.         Memiliki falsafah hidup yang terarah 
Orang yang berkepribadian sehat mengarahkan kehidupan mereka berdasarkan filsafat yang membantunya untuk memformulasikan rencana guna menghadapi cita-cita pada cara yang sepakati secara social. Filsafat hidupnya ini bisa didasarkan pada kepercayaan agama, kebenaran yang diyakininya karena yang terbaik dari seluruh kegelisahan yang ada,  atau bisa juga didasarkan pada pengalaman pribadi. Orang yang memiliki kepribadian sehat punya prinsip hidup yang mengakar pada dirinya sendiri dan berbasis pada nilai-nilai agama dan budaya, karenannya ia juga punya moralitas dan etika yang terpuji. (Orang yang menolak agama dan anti budaya berarti tidak sehat).
Banyak orang yang berkepribadian sehat mempunyai filsafat hidup yang dipengaruhi oleh, tidak hanya didasarkan pada, kepercayaan agama. Mereka menganggap agama sebagai pengalaman pribadi menerima bagian kepercayaan mereka yang bersinggungan dengan kebutuhan mereka. Sementara itu orang yang tidak berkepribadian sehat cenderung menolak agama dan menganggap diri mereka atheis atau mereka berpegang teguh pada kepercayaan ortodoks yang lebih menekankan pada praktek-praktek keagamaan daripada kepercayaan keagamaan (Hurlock, 1974 :431).

12.         Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan salah satu karakteristik orang yang berkepribadian sehat yang paling menonjol. Hal itu berarti bahwa pada diri orang yang berkepribadian sehat kebahagiaan lebih daripada ketidakbahagiaan dan orang tersebut adalah seorang yang secara esensial orang yang bahagia. Sebaliknya ketidakbahagiaan menguasai pribadi yang sakit pada yang lebih luas bahwa pribadi tersebut sering merenung atau untuk mencoba bunuh diri. Orang yang memiliki kepribadian sehat karena batinnya bersih dan sehat maka dia bahagia, dan kebahagiaan ini menjadi energi untuk bergerak dan berprestasi.
Sementara itu, menurut Hurlock, kondisi-kondisi yang menyumbangkan kebahagiaan ada tiga, yaitu: Achievenmet (prestasi), Acceptance (penerima), dan Affection (kasih sayang).
Prestasi ini dipengaruhi tiga factor, yaitu: pertama, prestasi-prestasinya lebih dekat dengan cita-citanya, kepuasannya lebih besar. Kedua, kepuasaannya akan lebih besar jika prestasi berada pada suatu wilayah yang dinilai oleh orang tersebut. Ketiga, kondisi yang mempengaruhi tingkat kepuasan orang yang berkepribadian sehat berasal dari prestasi-prestasi apakah cara anggota kelompok – yang  mana dia diidentifikasi, khususnya orang-orang penting baginya – merasakan  prestasi-prestasinya (Hurlock, 1974 :431).  

C.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Sehat
Tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan sakit atau kepribadiannya sehat. Jenis pola kepribadian seseorang berkembang atau tumbuh sebagian besar tergantung pada pengalaman hidupnya. Jika pengalaman hidupnya menyenangkan maka, kepribadiannya akan sehat, tetapi jika tidak menyenangkan pengalaman hidupnya maka kemungkinan  kepribadiannya akan sakit (Hurlock, 1974: 434). 
Kepribadian sehat diakibatkan oleh dua hal yaitu sebab fisik dan  psikologi. Kedua factor tersebut merupakan faktor yang sangat penting.   Pertama, sebab fisik. Pikiran yang sehat biasanya terdapat dalam tubuh yang sehat sehingga sehat pula pandangan hidupnya. Seseorang yang  kesehatannya baik, maka badannya dalam keadaan homeostatis dan seseorang yang menderita karena hanya sesaat dan dalam keadaan, maka kemungkinan sikap jauh  lebih sehat terhadap dirinya  dan terhadap kehidupannya di depan umum daripada seseorang yang menderita sakit secara kronis yang homeostatisnya  terganggu oleh ketidakseimbangan kelenjar atau kondisi psikologi lainnya atau seseorang yang sakit keras, bahkan hanya sebentar atau sementara. (Hurlock, 1974 :434).
Gangguan pada homeostatis pada saat itu apabila tubuh dalam menjalani perubahan secara mendalam  pada masa puber dan pada usia tengah baya selalu mengarah pada pandangan hidup yang suram dan tidak memuaskan. Bagaimanapun juga jika kondisi lainnya menyenangkan maka homeostatis biasanya akan kembali pada pandangan yang sehat.
Sejak seseorang mengalami cacat jasmani bahkan hanya sedikit, maka seseorang tersebut perkembangannya secara potensial tidak sehat terhadap pandangan hidupnya dan khususnya pada dirinya sendiri. Apakah dia akan mengerjakan atau tidak tergantung pada bagaimana banyaknya kerusakan atau ganguan yang mengganggunya untuk melakukan apa yang kelompoknya lakukan, bagaimana dia pandangan dia sendiri  terhadap mereka serta bagaimana orang-orang penting dalam pandangan mereka.
Salah satu alasan kepribadian sehat sering diganti dengan kurang sehat pada usia tua maka seseorang berkembang cacat jasmaninya yang menghalanginya dalam apa yang dia lakukan.  Jika dia kuat untuk bergantung pada lainnya maka hal tersebut tidak mengejutkan bahwa sikapnya terhadap dirinya sendiri dan terhadap kehidupannnya menyimpang ( Hurlock, 1974 :434).
Kedua, sebab kejiwaan. Secara kejiwaaan, faktor utama yang membantu terhadap kepribadian sehat adalah penerima diri. Seseorang dapat menerima diri hanya ketika stress, cemas, frustasi dan emosi lainnya yang mempengaruhi konsep diri, pada batas minimum. Apabila konsep diri tersebut menyenangkan maka seseorang akan menerima dirinya sendiri sebab dia akan suka pada dirinya sendiri. Akan tetapi jika konsep diri tidak menyenangkan maka dia akan merusak dirinya sendiri atau menerima dirinya sendiri hanya sebagian. Selama penerima diri sangat krusial terhadap kepribadian sehat, maka kondisi-kondisi di bawah penerima diri muncul dan bagaimana mempengaruhi tingkah laku akan diuji.  
Sebab kejiwaan tersebut selanjutnya dalam perkembangan kepribadian diri seseorang sangat menentukan tingkat penerima diri (self-acceptance) seseorang pada dirinya sendiri maupun orang lain. Karena penerima diri merupakan tolak ukur di mana seseorang mempertimbangkan karakteristik-karakteristik dirinya mampu dan ingin hidup dengan karakteristiknya itu. Hal itu sebagaimana dinyatakan As Jersild (71);
The self-acceptance person has a realistic appraisal of his resources combined with appreciation oh his own worth; assurance about standards and convictions of others; and realistic assessment of limitations without irrational self-reproach. Sefl-accepting people recognize their shortcomings without needlessly blaming themselves.

Berikut ini keadaan-keadaan yang menyenangkan bagi penerima diri menurut Hurlock, 1974: 435,  yaitu:
1.       Pemahaman diri (self-understanding). Yang dimaksudkan dengan self-understanding persepsi atas diri yang ditandai dengan keaslian (genuineness); tidak berpura-pura tetapi apa adanya, tidak berkhayal tetapi nyata (benar adanya), tidak berbohong tetapi jujur, tidak menyimpang. Pemahaman diri bukan hanya melulu mengenal atau mengakui fakta tetapi juga merasakan pentingnya fakta-fakta.
Bisa saja seseorang akan memahami dirinya sendiri berdasarkan bukan pada kapasitas intelektualnya saja tetapi juga pada kesempatan-kesempatannya untuk menemukan dirinya (self-discovery). Dia harus berkesempatan untuk mencoba kemampuan-kemampuannya tanpa harus terlalu dilindungi oleh yang lain dan dia harus dibiarkan mengadu kecakapan dan kemampuan melawannya terhadap orang lain untuk mengetahui di mana dia berada dalam kaitannya dengan orang lain.
Kurangnya pemahaman diri bisa berasal dari kebodohan dan ketidaktahuannya, kurangnya kesempatan untuk melakukan penemuan diri, dan dipengaruhi oleh orang lain dan bukan kehendaknya sendiri.
Pemahaman diri dan penerima diri saling bergandengan tangan. Sebaiknya seseorang memahami dirinya sendiri, dia dapat menerima dirinya sendiri, dan sebaliknya. Kurangnya pemahaman diri  mengarahkan pada suatu ketidaksesuaian antara pengertian diri atas dirinya sendiri sebagaimana adanya – pengertian dirinya yang ideal – dengan gambaran cermin dari kontaks sosialnya yang membentuk dasar-dasar bagi pengertian dirinya yang nyata (Hurlock, 1974 :435).
2.    Harapan-harapan yang realitis (realistic expectations). Yang dimaksudkan dengan realistic expectations adalah ketika harapan-harapan seseorang pada prestasi adalah realistis, yang ditandai dengan kesempatan-kesempatan pada penampilannya muncul dalam harapan-harapannya. Hal ini akan menyumbangkan pada kepuasan diri (self-satisfaction) yang esensial bagi penerima diri.
Harapan-harapan lebih mungkin realistis ketika orang yang berkepribadian sehat merencanakan harapan-harapan tersebut dirinya sendiri lebih, daripada membiarkan orang lain terlalu mempengaruhinya. Harapan-harapan tersebut juga lebih mungkin menjadi realistis ketika seseorang secara memadai pemahaman dirinya bisa mengenal keterbatasan-keterbatasannya sebagaimana kekuatan-kekuatan yang dimilikinya.
Tujuan bisa menjadi realistis tetapi seseorang bisa kurang pengetahuan atau kecakapannya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Contohnya, dia mempunyai kemampuan untuk mengelola aturan administrasi bisnis atau industri, tetapi jika dia  kurang berpendidikan, dia tidak mungkin diberi kesempatan untuk mempertunjukkan potensi-potensinya.
Hanya ketika jarak antara kenyataan dan pengertian yang ideal, didasarkan pada harapan-harapan yang tidak realistis, dapat memperkecil titik di mana cita-cita dapat dicapai seseorang bisa berharap pada penerima diri. Sepanjang jarak antara dua hal tersebut, dia akan mengalami penolakan diri (Hurlock, 1974 :435). 
3.    Ketiadaan kendala-kendala lingkungan (absence of environmental obstacles). Pada bagian ini menekankan bahwa ketidak mampuan untuk mencapai tujuan yang realistis bisa datang dari hilangnya kendala lingkungan, di mana seseorang tidak mempunyai kontrol seperti diskriminasi yang didasarkan pada ras, kelamin, atau agama. Ketika hal itu terjadi, orang tersebut, yang mengetahui potensialnya menemui kesulitan menuju pada penerima diri. Ketika kendala-kendala tersebut dihilangkan  dan ketika orang tua, para guru, kawan-kawan sebaya, atau majikan mendukungnya untuk mencapai kesuksesan, dia bisa terpuaskan dengan prestasi-prestasinya, dan bisa dibuktikan harapan-harapannya adalah realistis. (Hurlock, 1974 :435).
4.    Skap-sikap sosial yang menyenangkan (favorable social attitudes). Karena sikap para anggota kelompok social terhadap seseorang mempengaruhi sikap diri, orang yang mengalami sikap social yang menyenangkan bisa diharapkan menjadi penerima diri. Tiga kondisi utama yang  mengarahkan pada evalusai social yang menyenangkan, adalah: pertama, ketiadaan prasangka terhadap seseorang dan anggota keluarganya; kedua, memilki kecakapan social   nilai anggota masyarakat lain, khususnya wawasan social, yang mana memampukan seseorang menempatkan dirinya sendiri kedalam landasan psikologis yang lainnya dan memahami  bagaimana di merasakan, dan; Ketiga, kesediaan untuk menerima adat istiadat kelompok dalam hal pakaian, tampilan, bahasa, maupun sikap(Hurlock, 1974:435).
5.     Ketiadaan tekanan-tekanan emosional yang keras (absence of severe emotional stress). Pada bagian ini menegaskan bahwa tekanan keras – sebagaimana  di rumah, lingkungan kerja di mana puncak emosi rendah – mengarahkan pada gangguan yang berat bahwa sikap seseorang secara nyata terdistorsi dan orang lain mengkritik serta menolaknya. Ketiadaan tekanan emosi membuat mungkin bagi seseorang untuk melakukan yang terbaik dan berorientasi keluar demi orientasi diri. Ketiadaan tekanan juga menyebabkan seseorang menjadi santai dalam ketegangan, bahagia dalam kemarahan,   memarahi tanpa alasan, dan putus asa. Inilah kondisi yang menyumbangkan evolusi social yang menyenangkan yang membentuk dasar-dasar pada evolusi diri dan penerima diri yang menyenangkan(Hurlock, 1974:435).
6.    Jumlah besar pada keberhasilan (preponderance of successes). Kegagalan demi kegagalan mengarahkan pada penolakan diri, dan sejumlah keberhasilan mengarahkan pada penerima diri. Secara kuantitatif jumlah kesuksesan yang sesungguhnya bisa lebih besar dari jumlah kegagalan. Secara kualitas, kesuksesan bisa lebih besar dari kegagalan. Kesuksesan menjadi lebih penting dan bermakna –di mana kesuksesan tersebut lebih besar daripada kegagalan – menurut   pendapat masyarakat dan diri (Hurlock, 1974:436).  
7.    Pengenalan dengan masyarakat yang berkepribadian sehat (identification with well-adjusted people). Seseorang – yang  mengenal masyarakat yang berkepribadian sehat – terpengaruh untuk mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan sehingga berkelakuan sesuai dengan pola yang mengarahkan pada pendapat diri dan penerima diri yang menyenangkan(Hurlock, 1974 :436)..
8.    Tinjaun diri (self-perspective). Seseorang yang mampu melihat dirinya sendiri – sebagaimana  orang lain melihatnya – mempunyai pemahaman diri yang lebih besar daripada orang yang mempunyai perspektif diri yang cenderung sempit dan berubah. Sebuah prspektif diri yang tercerahkan memudahkan penerima diri(Hurlock:1974,436).
9.    Pelatihan masa kecil yang baik (good childhood training). Meskipun penyesuaian pada seseorang merubahnya secara radikal karena peningkatan kehidupannya, inti dari pengertian diri, yang menentukan apakah penyesuaiannya menjadi kenyataan diarahkan oleh masa kecilnya. Inilah mengapa  pelatihan yang baik di rumah dan sekolah menjadi sangat penting (Hurlock,1974:436).
10.     Konsep diri yang seimbang (a stable self-concept).  Suatu pengertian diri yang seimbang adalah sama, di mana seseorang melihat dirinya dengan cara yang sama pada sebagian besar waktunya. Hanya jika pengertian diri itu menyenangkan seseorang akan menerima dirinya sendiri. Jika pengertian diri tidak menyenangkan, maka hal itu akan mengarahkan pada penolakan diri (self-rejection) (Hurlock, 1974:436).
Konsep diri yang tidak seimbang – di mana seseorang melihat dirinya sendiri menyenangkan pada sebagian waktu dan tidak menyenangkan pada sebagai waktu yang lain – gagal memberi seseorang gambaran yang jelas atas apa yang seharusnya terjadi. Dia mendua tentang dirinya, menerima dirinya hari ini dan menolaknya keesokan harinya. Jika seseorang harus mengembangkan kebiasaan penerima diri, dia harus melihat dirinya sendiri dalam suatu cahaya yang menyenangkan untuk menguatkan konsep diri yang menyenangkan sehingga penerima diri itu akan menjadi kebiasaan (Hurlock, 1974 :434-436). 

Efek penerima diri ( Effects of self- acceptance)
Kebanyakan orang menerima dirinya, lebih baik dari pada dirinya dan penyesuaian social. Seseorang yang berkepribadian baik akan bahagia dan sukses. Seseorang yang bisa menyesuaikan  dengan keadaan social maka akan popular, menyenangkan dalam hubungan social, dan memiliki hidup yang penuh dan kaya. Yang penting dalam peneriaan diri remaja setelah merasa tertekan menurut Jersild (71) :
The adolescent who realistically accepts himself has a treasure. Within his own world, the one with meager talents who forthrightly appreciates what he has is richer then the one who is bountifully endowed but deplores himself”.

 Hal ini berlaku juga pada berbagai zaman. Studi mengungkapkan apa yang menjadi pengaruh besar penerima diri terletak pada hidup seseorang tersebut. Untuk kenyamanan, Kami akan membagi kelompok efek penerima diri ini kedalam dua kategori utama – Efek penyesuaian diri dan efek penyesuaian social – dan menguji sebagian dari yang paling utama (Hurlock, 1974 :436-437).
Pertama,  pengaruh pada penyesuaian diri (Effects on self-adjustment)
Penerima diri tidak pernah memikirkan dirinya sebagai suri tauladan yang sempurna. Malahan, ia bisa mengenali cirri-cirinya yang baik seperti halnya mengenali kesalahannya. Satu karakteristik seseorang yang bisa disesuaikan biasanya dia mengakui cirri-cirinya yang baik sebelum kesalahannya dan menekankan hal itu dibandingkan kesalahannya. Seseorang menjelaskan “
 We all have to live with ourselves twenty four hours a day and therefore we should think much of ourselves, at least enough to give confidence to our ego to improve ourselves (119).

Karena hasil dari memikirkan tentang diri, seseorang yang merupakan penerima diri mempunyai kepercayaan diri (self-confidence) dan pengaguman diri (self-esteem). Dia lebih ingin menerima kritik daripada orang yang kurang penerima diri, yang menghindar menghadapi kenyataan bahwa dia berada dalam ketidaksempurnaan, sebagaimana kritik menyiratkan. Sementara itu, pribadi penerima diri mungkin tidak menyukai kritik, dia menerimanya dan mengambil untung darinya. Dia bahkan membuat penilaian diri yang kritis (critical self-appraisals) yang membantunya mengenal dan mengoreksi kelemahannya.
Penerima diri diiringi keamanan pribadi. Hal ini mendorong seseorang untuk mempercayai bahwa dia dapat menangani persoalan hidup dan dia  diterima oleh orang-orang penting dalam kehidupannya. Hal itu juga mendorongnya untuk menyandarkan prinsip-prinsip dan nilainya sendiri untuk membimbing tindakannya lebih pada kesepakatan dan ukuran-ukuran karena yang lain.
Pribadi penerima diri menilai dirinya secara realistis, dan dia dapat menggunakan kapasitasnya secara efektif, apakah kemampuannya itu besar ataupun kecil. Dia menjaga jenjang-jenjang cita-citanya dalam prestasi potensial yang terikat.  Dia menerima bahkan memerlukan bagian berbagai hal hidup yang baik yang pantas dan tidak mengambil karena diwarisi bahwa dia tidak pantas mendapatkan.
Dia tidak akan selalu membedakan orang lain atau mengizinkan mereka mengambil sesuatu yang dia inginkan tanpa melalui kompetisi untuk menguasainya atau menjaganya. Selanjutnya, karena penilaian diri realistinya, pribadi penerima diri jujur dan tidak harus berpura-pura. Akibatnya, dia mampu mendapatkan kesenangan lebih melampaui hidup, tidak harus melakukan sesuatu karena pertimbangan terpencil dan tidak menginginkan berpura-pura bahwa dia merupakan sesuatu yang bukan dia.
Bahkan lebih penting, pribadi penerima diri tidak ingin menjadi orang lain. Dia puas dengan dirinya sendiri, meskipun tidak sangat memuaskan dia tidak mempunyai keinginginan untuk memperbaiki. Dia akan memperbaiki kualitas baiknya dan menghapuskan kualitas buruknya, tetapi senantiasa dalam kerangka kerja dari pola kehidupannya. Menurut Jersild (71) akibat menonjol pribadi penerima diri adalah;
Among the outstanding characteristics of self-accepting adolescents are spontaneity and responsibility for self. They accept the qualities of their humanity without condemning themselves for conditions beyond their control. They do not see themselves as persons who should be above anger or fear or devoid of conflicting desires, free of human fallibility. They feel they have a right to have ideas, aspirations, and wishes of their own. They do not begrudge themselves the satisfactions of being alive.     

Akibat-akibat pada penyesuaian social (effects on social adjustments). Penerima diri disertai dengan penerima dari orang lain. Hal ini biasanya, meskipun tidak selalu, disertai dengan penerima karena orang lain. Pribadi penerima diri merasakan cukup aman mengambil satu kepentingan pada orang lain dan mempertunjukkan empati—kemampuan untuk mengubah urutan dirinya sendiri ke dalam pemikiran, perasaan, dan tindakan dari yang lain. Hasilnya, dia menjadikan penyesuaian social yang lebih baik daripada pribadi yang berorientasi diri karena perasaan ketidak-adilan dan inferioritas.
Pribadi yang menerima dirinya sendiri toleran pada orang lain, melihat kelemahan dan ketidaksopanan diri mereka sendiri, sementara pribadi yang menolak dirinya kemungkinan besar bertindak dengan cara bermusuhan dan antagonistik. Pribadi penerima diri mengenal bahwa dia juga mempunyai kelemahan dimana orang lain tidak menyukainya.
Toleran pada orang lain sering disertai dengan satu keinginan untuk membantu orang lain. Karena pribadi yang menerima diri tidak terorientasi diri dan tidak menyalahkan orang lain karena kelemahan mereka, dia ingin meminjami pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan dirinya. Hal itu sebagaimana dijelaskan Brandt, “orang yang menerima diri bebas menjadi diri mereka sendiri, merasakan potensilitas mereka dan membantu orang lain merasakan apa yang mereka rasakan (15).”
Karena satu aturan umum, lebih pribadi yang menerima diri, lebih sangat mungkin dia diterima oleh orang lain. Bagaimana pun juga, hal itu harus diingat bahwa banyak faktor lain masuk ke dalam penerimaan sosial. 

D.    Peran Keluarga Dalam Pengembangan Kepribadian Sehat
Keluarga merupakan lembaga sosial terkecil yang terorganisir secara emosional maupun kultural dalam masyarakat. Secara ideal anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Masing-masing anggota mempunyai peran-peran yang saling melengkapi eksistensi kepribadian mereka. Secara emosioal dan structural  peran-peran tersebut hanya bisa dipahami secara baik oleh masing-masing anggota keluarga dan menjadi factor penentu keberlangsungan keteraturan dalam kehidupan berkeluarga. Karena terjadi interaksi langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi sikap, nilai, serta tindak-tanduk seseorang terhadap orang yang berada di luar lembaga keluarga tersebut. Pengaruh ini sangat dirasakan pada anak-anak yang menjadi salah satu elemen dalam keluarga. Hal itu sebagaimana dikatakan Hurlock (1974: 352);
Since the child’s early social experiences are mainly with his parentas, it is they who play the dominant role in molding his personality pattern.

Dengan demikian maka bisa dipahami bahwa pengaruh keluarga sangat kuat dalam pembentukan kepribadian seseorang. Di antara faktor yang mempengaruhi kepribadian tersebut adalah;
1.      Pengaruh langsung dan tidak langsung
Pengaruh langsung keluarga terhadap kepribadian anak terjadi terutama lewat pembiasaan (molding) dan komunikasi. (Hurlock, 1974: 352) Sementara pengaruh tak langsung diperoleh anak melalui identifikasi, imitasi (sadar dan tak sadar), dan pola perilaku lainnya. (Hurlock, 1974: 353) Tentu saja corak kedua pengaruh itu dapat berbeda antar keluarga, dan hal itulah yang menyebabkan prilaku dan kepribadian anak beragam (individu differences) karena mereka adalah “produk” dan “proses” keluarga yang berbeda.
Perbedaan pengaruh dan diferensiasi kepribadian ini dapat diterangkan lebih lanjut. Sebuah studi yang mencoba menelaah kepribadian mahasiswa (college students) menemukan bahwa para mahasiswa mengakui adanya kesan masa kecil dalam keluarga yang mempengaruhi diri mereka. Mereka yang dibesarkan dengan cara kekerasan (hukuman dan ancaman) oleh orang tuanya, cenderung akan bersifat impulsive (rendah diri) dikemudian hari. Sementara yang dimasa kecilnya mengecap banyak kehangatan/ kesejukan/ harmoni cenderung akan prososial ketika besar. (Hurlock, 1974: 354).

2.   Iklim emosional dalam keluarga
Iklim emosional dalam keluarga begitu penting, bahkan lebih penting dari iklim emosional lainnya seperti iklim emosional di sekolah. Alasannya karena (a) anak banyak tinggal di dalam rumah dan (b) di sana ia pertama kali mengenal lingkungan. (Hurlock, 1974: 355)
Iklim emosional dalam keluarga ini mempengaruhi kepribadian anak secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi ketika anak terlibat dalam interaksi dengan anggota keluarga. Dalam interaksi ini anak memperoleh bergagai bentuk pengalaman: senang, bahagia, atau sebaliknya duka dan frustasi. Pengaruh tidak langsung berupa persepsi dan identifikasi anak terhadap sikap-sikap dari orang yang lebih dewasa. Sikap–sikap etnisitas, seperti prasangka, radikal, non-komformis juga dapat mempengaruhi kepribadian anak secara tidak langsung. (Hurlock, 1974: 355)
Kondisi penentu iklim emosional rumah tangga yang baik. Sikap emphatic mungkin yang terpenting. Ketika dalam sebuah rumah tangga dapat berkembang sikap saling memahami, memperlakukan anggota lainnya seperti ia memperlakukan diri sendiri, itu akan menjadi modal bagi tumbuhnya kedamaian dan harmoni dalam keluarga. (Hurlock, 1974: 356) Empathi tidak datang dengan sendirinya, tetapi ia harus dibangun bersama-sama, terutama yang lebih tua, dalam komunikasi keluarga. (Hurlock, 1974: 356) Komunikasi  keluarga adalah proses yang di dalamnya terjadi (atau tidak terjadi) saling menghormati, saling mempercayai, yang kesemuanya didasari oleh rasa kebersamaan. (Hurlock, 1974: 356)
Penghambat iklim emosional dalam keluarga. Iklim emosional dalam keluarga dapat dirusak oleh sikap friksi (pilih-pilih kasih). Bibit-bibit friksi itu, jika dibiarkan, akan tumbuh subur dan dapat mempengaruhi keluarga secara keseluruhan. (Hurlock, 1974: 357) Sikap-sikap lainnya yang dapat merusak iklim keluarga, dan pada gilirannya mengganggu kepribadian anak, antara lain : perasaan kecewa, tidak puas (inadequacy), kurang hangat, kurang harmonis, atau prilaku apapun juga yang tidak disukai. (Hurlock, 1974: 357-358).

3.   Posisi ordinal anak dalam keluarga
Posisi ordinal (urutan kelahiran) juga dapat mempengaruhi kepribadian. (Hurlock, 1974: 359) Tentu saja, posisi anak ini juga terkait dengan budaya. Ada budaya yang lebih  “menghargai” anak sulung, atau pun anak bungsu. Dalam kajian ilmiah, Frued, termasuk psikolog yang memandang penting aspek posisi anak ini. Sejumlah studi, seperti Adler, menyatakan bahwa pada umumnya anak terakhir (bungsu) lebih beruntung (disukai) dari pada anak pertama (sulung). Para orang tua biasanya lebih banyak ‘berharap’ pada anak sulung, atau anak-anak yang lebih duluan lahir. Akibatnya, mereka harus menerima ‘beban’ keluarga yang lebih berat dari pada anak bungsu kondisi itu, terkadang menyebabkan mereka menjadi tertekan, (depresi) apabila harapan orang tua itu tidak dapat dipenuhinya. (Hurlock, 1974: 360) Akan tetapi, studi terakhir menunjukan bahwa efek posisi anak dalam keluarga itu, bukannya sekedar bersifar biologis, melainkan lebih bersifat psikologis. Bahwa ‘perjuangan’ anak-anak sulung lebih ‘keras’ karena mereka lebih duluan ada, sementara anak-anak terakhir dapat belajar pada kakak-kakaknya yang lebih duluan ‘menderita’.

4.   Ukuran keluarga
Ukuran keluarga, berdasarkan jumlah dan komposisi anggota dalam sebuah keluarga, dapat mempengaruhi kepribadian secara langsung dan tidak lansung. Secara langsung, ukuran (besar-kecil) struktur keluarga akan menentukan besaran dan konstelasi peran-peran anggota keluarga, misalnya jenis peran apa yang dimainkan, peluang apa dan bagaimana irama hubungan dalam keluarga. Ukuran keluarga juga bisa secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian, karena ukuran keluarga biasanya menentukan iklim internal keluarga, dan juga persepsi eksternal terhadap keluarga. (Hurlock, 1974: 363)
Ada keyakinan lama yang menganggap bahwa makin besar ukuran keluarga makin banyak friksi di dalamnya. (Hurlock, 1974: 363) Secara matematis hubungan interaksi dalam keluarga dapat dirumuskan: X = (Y2-Y)/2; dimana X = jumlah hubungan interaksi dan Y= jumlah anggota keluarga. Dalam keluarga dengan 3 anggota (ayah, ibu dan 1 anak) di sana ada 3 sistem interaksi. Tetapi bila dalam keluarga terdapat 6 anggota, maka jumlah sistem interaksi itu bisa mencapai 15. salah satu hal yang mempengaruhi dalam ukuran keluarga ialah terjadinya peluang friksi; di mana peluang itu lebih besar pada keluarga yang jumlah anggota keluarga banyak daripada keluarga yang anggotanya sedikit. (Hurlock, 1974: 363)
Studi-studi menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan ukuran keluarga terhadap kepribadian. Anak-anak yang memiliki jumlah saudara kandung lebih sedikit, memperlihatkan prilaku yang berbeda dengan anak-anak dengan saudara kandung yang lebih banyak. Walaupun memang ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi, ukuran keluarga, menurut studi itu memiliki pngaruh tersendiri. Kenyataannya, pada kelurga ukuran besar di sana terdapat beban pekerjaan yang lebih besar untuk dipikul bersama oleh anggota keluarga. Kondisi seperti ini tentu tidak terjadi pada keluarga kecil dengan satu atau dua orang anak. (Hurlock, 1974: 363-364)

5.   Peran-peran dalam keluarga.
Dalam tiap-tiap keluarga terdapat peran-peran yang dimainkan oleh masing-masing anggota, bagaimanapun ukuran dan komposisi keluarga itu. Menurut definisi dari Lehrman, keluarga adalah “sebuah struktur yang di dalamnya terdapat peran-peran untuk tiap anggota keluarga”. (Hurlock, 1974: 373) Struktur peran-peran itu tentu dapat berbeda antar keluarga; ada peran-peran yang bersifat turun-temurun atau peran-peran tradisional, ada pula peran-peran yang diciptakan kemudian oleh anggota keluarga. (Hurlock, 1974: 373) Peran-peran ayah, ibu sebagai orang tua bisanya ada begitu saja secara tradisional. Kita mengetahui misalnya, tidak ada latihan peran khusus untuk seorang ayah, ataupun seorang ibu.
Akan tetapi peran-peran tradisional itu dapat berubah sesuai dengan perkembangan dalam keluarga. Seorang ayah misalnya dapat saja menggantikan sebagai peran ibu ketika pihak ibu keluar rumah untuk bekerja. Juga terjadi di sejumlah kelurga di mana ibu praktis menggantikan peran ayah oleh satu dan lain alasan. (Hurlock, 1974: 373)
Pengaruh peran dalam keluarga terhadap kepribadian. Sebagaimana faktor lainnya, faktor peran keluarga ini dapat mempengaruhi kepribadian, langsung dan tidak langsung. (Hurlock, 1974: 374) Saat ini seorang anak melakukan sebuah peran rumah tangga, dan sikap ia terhadap peran itu, suka atau duka, disitu terjadi pengaruh langsung terhadap kepribadiannya. Pengaruh langsung itu juga terjadi ketika anak melihat, merasakan, atau terlibat bersama-sama dalam peran yang dimainkan ayah dan ibu. (Hurlock, 1974: 374) Sementara pengaruh tidak langsung diperoleh anak, sadar atau tidak sadar dalam keseluruhan iklim dalam keluarga. Anak-anak yang ibunya dominan di rumah, tentu akan berbeda dengan anak-anak yang ayahnya dominan. (Hurlock, 1974: 374)
Banyak faktor yang mempengaruhi peran-peran untuk dimainkan oleh anggota keluarga, baik fsikis maupun sosial. Beberapa diantaranya ialah (1) sikap terhadap peran, apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan (2) konsep peran, yaitu persepsi masing-masing terhadap sebuah peran, (3) sikap sosial terhadap peran keluarga (4) kepuasaan dalam berperan dan (5) kebebasan memilih peran (choise of roles). (Hurlock, 1974: 374-376).
6.    Penyimpangan dalam keluarga.
Definisi penyimpangan  dalam keluarga terkait dengan budaya, ia terkait dengan sistem nilai yang berlaku. Sebuah keluarga bisa dianggap memiliki penyimpangan, paling tidak jika ia menunjukan ‘tanda’ yang aneh bila dibandingkan dengan keluarga ‘normal’ pada umumnya. Karena itu ukuran penyimpangan bisa bersifat relatif. Misalnya ‘perceraian’ atau ‘kawin kembali’ yang di dalam sebuah masyarakat bisa dianggap ‘tabu’, tetapi menjadi perkara yang biasa-biasa saja dalam masyarakat dimana perkara itu biasa terjadi. (Hurlock, 1974: 376) Namun, secara umum ada beberapa ‘prilaku’ yang dianggap menyimpang (deviant) kalau itu terjadi pada sebuah keluarga.
a. Keluarga satu orang tua (solo families)
Yaitu rumah tangga dengan hanya salah satu orang tua saja, yang suami atau istrinya telah berpisah dari pasangannya karena berbagai alasan: cerai, meninggal, atau meninggalkan rumah. Ketersendirian orang tua ini dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak, sebagaimana juga pada istri (atau suami) yang ditinggalkan. Dampak psikologis ini sangat terasa pada anak-anak yang ditinggalkan sejak kecil, dimana mereka tidak memperoleh kasih sayang dari salah satu orang tuannya. Studi yang mengkaji problem yang pada keluarga ini menyimpulkan bahwa anak-anak yang hanya dibesarkan oleh ibunya cenderung menjadi feminisme; atau anak-anak yang hanya dibesarkan oleh ayahnya cenderung akan menjadi masculine. (Hurlock, 1974: 377)
b.Perceraian
Keluarga yang suami dan istrinya telah bercerai dapat menimbulkan masalah, terlebih-lebih jika keluarga itu berada dalam masyarakat yang tidak mentolelir perceraian. Dalam kasus ini perceraian dapat dianggap sebagai penyimpangan, sehingga keluarga singel ini citranya tidak baik di mata masyarakat. Jika demikian, maka keluarga seperti ini tidak memperoleh posisi yang menguntungkan dalam kehidupan masyarakat. Biasanya, keluarga ini dapat ditelantarkan oleh warga sekitar, mobilitasnya dan sumber-sumber ekonomi keluarga menjadi terbatas. Akibat citra negatif ini, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga satu orang tua ini dapat terganggu kepribadiannya; mereka tidak dapat merasakan kehidupan seperti anak-anak dari keluarga normal lainnya. (Hurlock, 1974: 377)

c. Janda
Status janda pada seorang ibu, apapun alasannya suami bercerai atau meninggal, dapat menimbulkan kesan tidak menguntungkan pada penderita. Kesan umum terhadap wanita janda ini bisa bermacam-macam, tergantung pada kondisi masyarakat dan kondisi internal rumah tangga wanita janda itu sendiri. Akibatnya, ada janda yang mendapat kesan positif dari masyarakat, seperti rasa simpati dan dihormati; tetapi ada juga sebaliknya mereka memperoleh antipati atau ditelantarkan oleh masyarakat sekitar. (Hurlock, 1974: 378)
d.  Pengucilan
Pengucilan dimana sebuah keluarga praktis diasingkan dari kehidupan masyarakat, merupakan sebuah kisah lama yang sekarang masih banyak terjadi. Ada banyak sebab mengapa sebuah rumah tangga dikucilkan, mulai sebab-sebab budaya sampai sebab-sebab ekonomi. Perkawinan silang, seorang menikah dengan suku asing, atau dengan pasangan lain agama, misalnya bisa menjadi sumber-sumber pengucilan. Sekarang ini sebuah keluarga miskin yang hidup dalam masyarakat serba materialis, bisa secara tidak langsung merasakan kesan keterkucilan itu. Apapun alasannya, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang dikucilkan atau terkucilkan itu akan membawa dampak kepribadian tersendiri. Keluarga mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kepribadian anak. (Hurlock, 1974: 378)
E. Usaha-usaha untuk pengembangan kepribadian sehat
Kepribadian sehat bukan merupakan bagian dari anugerah secara turun temurun dari seseorang, melainkan terbangun melalui pembelajaran dan pengalaman hidup, hampir setiap orang bisa mempunyai kepribadian sehat. Bagi seseorang, kepridian sehat, adalah sesuatu yang harus diperoleh demi dirinya sendiri. Untuk melakukannya menuntut motivasi dan cara mengetahunya.
Tak seorang pun mengingkan bermental sakit. Bagaimanapun juga, masyarakat yang tercerahkan bisa merasakannnya, masih terdapat beberapa stigma social yang diberikan kepada orang yang sakit ingatan. Lebih jauh, hidup lebih bisa dinikmati dan masyarakat lebih bahagia ketika mereka berasa dalam keadaan sehat secara psikhis maupun mental. Terdapat sejumlah hal yang masyarakat lebih takut daripada kemungkinan terlembagakan, apakah karena sakitnya fisik maupun mental. Oleh karena itu, motivasi mempunyai kepribadian sehat merupakan suatu persoalan yang jarang terjadi.
Persoalan utama tersebut adalah untuk mengetahui bagaiaman mencapai kesehatan yang baik. Para pemimpin dalam ilmu kesehatan mencurahkan waktunya untuk mencegah penyakit fisik dan mempromosikan kesehatan yang baik. Hal itu dilakukan di sekolahan-sekolahan, kolege, media massa, dengan harapan bisa menyentuh mayoritas masyarakat umum.
Tidak banyak yang diketahui tentang bagaimana mencegah penyakit mental dan menjaga kesehatan mental yang baik, akibatnya kebanyakan masyarakat kurang mengetahui caranya. Sementara motivasi mereka kuat, sedangkan upaya penting untuk mencapai kepribadian sehat sering kurang.
Terdapat sedikit keraguan bahwa masyarakat akan mengikuti nasehat tentang cara mencapai kesehatan mental yang lebih baik jika nasehat semacam itu siap sedia. Bagaimanapun juga, personology merupakan ilmu yang relatif baru dan orang-orang yang ahli dalam bidang tersebut realtif sedikit. Oleh karena itu, sedikit yang dilakukan untuk menyebarkan informasi yang tersedia.
Secara universal hal itu diterima di kalangam kaum persology bahwa kunci menuju kesehatan mental adalah penerima diri (self-acceptance), sedangkan penyebab utama kepribadian yang sakit adalah penolakan diri (self-rejection). Oleh karena itu, jelaslah bahwa tugas fundamental adalah untuk membantu masyarakat belajar bagaimana menuju menjadi penerima diri (self-acceptance).
Bantuan atau sarana untuk penerima diri (self-acceptance).
1)        Yakini bahwa suatu dasar bagi konsep diri yang sehat (a healthy self concept) adalah diarahkan dan lihatlah bahwa pengalaman-pengalaman awal memperkuat konsep ini guna memastikan hal itu akan menjadi kebiasaan.
2)        Meyakinkan seseorang bahwa dia tidak akan mengatasi beberapa ciri kepribadian yang tidak menyenangkan.
3)        Berjaga-jagalah karena mengawali beberapa gangguan kepribadian, seperti memperhitungkan tuduhan pada orang lain atau tiupan angin ke dunia khayal ketika terjadi banyak kesalahan. Pada langkah pertama pada gangguan kepribadian, menggunakan langkah-langkah perbaikan langkah-langkah segera untuk merawatnya sehingga gangguan itu tidak akan berkembang menjadi suatu kebiasaan.  Jika gangguan kepribadian itu tidak peka terhadap perawatan  pada lingkungan seseorang, seperti langkah radikal karena perubahan lingkungan, maka hal itu menjadi esensial.
4)        Besarkan hati dan bantulah seseorang untuk mendapatkan kesehatan yang baik dan untuk hidup dalam keterbatasan-keterbatasan fisiknya. Bantulah seseorang memperbaiki cacat fisiknya, seperti kegemukan yang mengarah pada perubahan social dan personal yang tidak menyenangkan; menunjukkan padanya cara untuk menyamarkan cacat yang tidak dapat diperbaiki, dan; membantunya mengembangkan penggerak sebagai pengganti dan kecakapan mental untuk mengurangi perhatian dari sesutua yang merugikannya pada kecakapannya.
5)        Yakinkan bahwa kebutuhan-kebutuhan penting seseorang – khususnya  pada prestasi (achievement), penerima (acceptance), dan kasih sayang (affection) –  terjadi dalam bentuk-bentuk yang disesuaikan dengan usia dan tingkat  perkembangannya.
6)        Sediakan atau berikan  suatu keanekaragaman lingkungan dalam banyak kesempatan sebagai pembelajaran bagaimana hidup sukses dengan masyarakat yang lain.
7)        Bantulah dia untuk meningkatkan wawasan sosialnya sehingga dia akan memahami masyarakat lebih baik dan mampu mengendalikan perilaku dirinya  dengan suatu cara yang menyebab mereka membutuhkannya.
8)        Tunjukkan padanya apa yang menyebabkan masyarakat terkenal dan berikan padanya garis pedoman tentang bagaimana mengembangkan karakteristik-karakteristik tersebut akan menyebabkan dirinya bisa diterima orang lain.
9)        Bimbinglah dia dalam pengembangan konsep diri yang seimbang dengan membantunya untuk mendekatkan jarak antara konsep diri yang nyata dengan konsep diri yang ideal.
10)    Yakinkan bahwa konsep diri itu – karena menjadikan seimbang – sesuatu yang menyenangkan.
11)    Jauhkan dukungan pada seseorang menjadi terlalu berambisi.
12)    Bantulah dia untuk mengembangkan – factor-faktor kesuksesan – karena ketekunan, ketelitian, keakuratan, keingintahuan, originalitas (keaslian), kepemimpinan, bangga berprestasi, dan kreativitas dalam pemikirannya.
13)    Berikan contoh yang baik pada pengakuan seseorang dan masyarakat dan perlihatkan bahwa dia mempunyai hubungan dengan masyarakat yang secara social menyetujui ukuran-ukuran dan cita-cita yang mana dia didukung untuk hidup bersama.
14)    Dukungkah dia untuk menerima dan memastikan pada harapan-harapan social karena aturan-aturan yang berbeda,  khususnya peran seksis yang ditunjukkan secara budaya.
15)    Sediakan dia dengan kesempatan-kesempatan demi kesuksesan, seperti segera setelah dia gagal, dengan harapan untuk tidak membuatnya larut dalam kegagalannya yang rumit.
16)    Bantulah dia untuk mengembangkan toleranse stress untuk menghindari ketidaksukaan diri (self-dislike) yang mengarahkan pada penolakan diri.
17)    Yakinkan bahwa dia mempunyai suatu citra diri (self-image) yang menyenangkan dengan menekankan potensi-potensinya dan membantunya untuk memperoleh kecakapan yang dibutuhkan guna mencapai potensi-potensi ini dalam hidup yang nyata, tidak dalam dunia khayal.
18)    Biarkan dia mengetahui bahwa masyarakat yang penting dalam hidupnya mempercayainya, mereka mempercayainya dan mengharapkan yang terbaik darinya.
19)    Yakinkanlah bahwa dia mengalami sesuatu yang menggetarkan hati karena menyumbangkan kegiatan-kegiatan dan tujuan-tujuan yang mana dia merasakan semua baik, bermakna, dan orang yang berjasa.
20)    Dari semua langkah di atas, cobalah mendapatkannya menjadi realistis tentang dirinya sendiri dengan cara membantunya untuk mendekatkan jarak antara konsep dirinya yang nyata dengan konsep dirinya yang ideal.

TUGAS !
Petunjuk  :
a.       Buatlah sebuah laporan penelitian yang berjudul “KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN SEHAT DALAM PERSFEKTIF AJARAN ISLAM”. Karakteristik tersebut mengacu kepada karakteristik Elizabet B. Hurlock sebagai mana dijelaskan dimuka.
b.       Karakteristik tersebut dibandingkan dengan karakteristik mu’min, muslim, muhsin dan Muttaqin menurut al-Qur’an dan pendapat para ulama yang ada disekitar anda respondennya sebanyak lima (5) orang..  
c.       Laporan Penelitian tersebut ditulis 1,5 spasi, huruf yang digunakan Times New Roman dengan ukuran 12 dengan jenis kertas A4.
Adapun formatnya sebagai berikut :
Halaman muka
Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I.  Pendahuluan (2 halaman)
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan penelitian
D.    Manfaat dan kegunaan penelitian
E.     Metodologi Penelitian (metode penelitian yang digunakan, Lokasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data)
Bab II. Kajian Teori ( 4 halaman)
A.    Pengertian Kepribadian sehat
B.     Karakteristik Kepribadian Sehat
C.     Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepribadian Sehat
D.    Peran keluarga dalam pengembangan Kepribadian Sehat
E.     Usaha-usaha dalam mengembangkan Kepribadian Sehat
F.      Karakteristik mu’min, muslim, muhsin dan muttaqin.
Bab III.Analisis dan Penafsiran Data (6 halaman)
A.    Analisis sumber data Primer
1.       Persamaan karakteristik Kepribadian Sehat dengan kepribadian mu’min, muslim, muhsin dan muttaqin
2.       Perbedaan karakteristik Kepribadian Sehat dengan kepribadian mu’min, muslim, muhsin dan muttaqin
B.     Analisisn sumber data sekunder
1.      Persamaan karakteristik Kepribadian Sehat dengan kepribadian mu’min, muslim, muhsin dan muttaqin
2.      Perbedaan karakteristik Kepribadian Sehat dengan kepribadian mu’min, muslim, muhsin dan muttaqin
Bab IV. Kesimpulan dan saran (2 halaman)
  1. Kesimpulan
  2. Saran
Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar